Open Sesame

dear child,

never look back with regret, of something you cannot undo

never live present with worries, of something that might not happen afterall

never face future with fears, we know not what lies ahead

it might be good, and not bad

never look down to people because one day you might have to look them up

never look up too much or you will get disappointed

never too kind, or you might be wronged

never too evil, or punishment awaits

never too patient, or you will wait forever

never too rush or you will stumble

never too bitter or you will miss sweetness

never too sweet or you will be boring

never too submissive or you will be pressured

never too stubborn or you might crack

never too hard or you will crush things

never too soft or you will be crushed instead

never too reluctant or you will be lazy

never too eager or you will be overwhelmed

never regret something bad, or something sad

because a burst of tears, might just be your open sesame to your box of happiness
warmest love,

mother life



source : here

SPASI

Seindah apapun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda?
Dapatkah ia dimengerti jika tak ada spasi?

Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak?
Dan saling menyayangi bila ada ruang?
Kasih sayang akan membawa dua orang berdekatan, tapi ia tak ingin mencekik, jadi ulurlah tali itu.

Napas akan melega dengan sepasang paru-paru yang tak dibagi.
Darah mengalir deras dengan jantung yang tidak dipakai dua kali.
Jiwa tidaklah dibelah, tapi bersua dengan jiwa lain yang searah.
Jadi jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.

Mari berkelana dengan rapat tapi tidak dibebat.
Janganlah saling membendung apabila tak ingin tersandung.
Pegang tanganku, tapi jangan terlalu erat, karena aku ingin seiring dan bukan digiring.

Persahabatan tanpa pernah ada jarak sama seperti kalimat tanpa spasi. Tak bermakna. Sahabat tak akan lekang oleh waktu, tak akan putus oleh jarak. Ah, saya jadi merindukan sahabat-sahabat saya. Ingin rasanya berbagi cerita sambil menikmati teh anget dan gorengan di pagi hari. Atau secangkir kopi di atas gunung. Apakah mimpi kita masih sama ? Apakah tujuan dan target kita masih seirama ? Biar kata wajah sudah berubah, selamanya Anda masih sahabat saya.

Prokrastinasi dengan Filosofi Kopi dan Perahu Kertas karya Dee. Diselesaikan dalam waktu kurang dari 24jam. Entah suatu kebanggaan atau bukan. Sedangkan untuk baca professional AJAX sudah berhari-hari kagak kelar-kelar. Yah, memang selamanya prokrastinasi itu lebih menggiurkan daripada carpe diem.

Labels: ,

Untitled II

I read back some articles in this blog and I realized that I rarely wrote articles related to IT stuffs. I was aware since along time ago though. The reason I did not write about either my subjects or IT issues was just simply I considered myself not suitable yet to write those kind of stuffs. I was afraid what I was gonna write was wrong yet people who read that think that it is true. But being a final year student, it means that I have to apply, or share, my knowledge in regard to technology. There is no such reason like does not have necessary information to pass on. From now on, I plan to write random articles about IT. It may be what I get from subjects I took or my opinion in regard to current issues of IT world. But still, economic, politic, and worldwide issues are more interesting. Maybe I should apply to economic or politic faculty instead of IT faculty ! *laughing*


------

[+] now reading : Everything You Know about English is Wrong
[+] now playing : D' Cinnamons - Semua yang Ada

F for Free Lunch



After watching the video, you would reconsider again the idiom of “There is no such thing as free lunch”. By using this program, India could reduce the number of children out of school from 1 million to 70thousands. And it has fed around 120 millions students across the country. Considering the impact from such a simple program, when will government of indonesia start conducting the similar program?

The Answer to Problematic Age of Aisha (RA)

Do you still remember Yusha Evans ? The one who gave lecture in this video and a former Christian Youth Minister. Today I stumbled across his website. It was coincidence though, I was searching for references for my project and suddenly saw his website's link from one of my mates. Once I came to his site, I read his article about Aishah's age. It draws my attention. Why? Because about 2 years ago there was a big phenomenon where a considered-old chaplain married with around 16-years old girl. It is uncommon in indonesia recently. That's why press competing to raise this issue. This chaplain, aside from his wealthy and influence, argued to those who oppose him by giving the fact that even our prophet, Muhammad SAW (may peace be upon him) married with Aisha at such a young age. Because of that matter, I discussed with my ustadz and he gave me an article which I posted here later on.

Back to Mr. Yusha. He has his own opinion regarding this problem. If you wish, you may read here. He explained that, during that time, marrying a young girl was not against the rule. Either his (the Prophet) opponent or his believers did not object the marriage between the Prophet and 'Aishah. If they objected with Zaynab's marriage because it is against the culture, then why did not they object with 'Aishah's marriage? Based on this fact, it does make sense that 'Aishah's marriage was not against the culture and surely it breaks down what Non-Muslims accuse nowadays. Quoting his words,

We are responsible for acting in accordance with our conscience, and our own societal norms may well factor into this, but it may be a bit presumptuous to pass judgment on people of the past and future, and those of other cultures. People in the future may well look on some of our mores as bizarre.

In the end, Allah knows best about all the details of things. And, it remains well-established that Islam’s central message is one of monotheism, decency and morality. It is to this that our energies can be more profitably devoted.

Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara, yap buku inilah yang beberapa bulan lalu sempat masuk dalam list buku yang harus saya beli ketika pulang ke indonesia. Sayangnya buku tersebut was unavailable di toko buku-toko buku yang saya kunjungi saat itu. Akan tetapi biar bagaimana pun kalau sudah rejeki gak bakal kemana. Setelah beberapa bulan tidak membaca novel (terakhir kali sang penyair yang bahkan sampai sekarang belum tuntas dibaca), akhirnya saya mendapatkan kesempatan untuk 'bertemu' dengan buku karya Ahmad Fuadi ini.

Membaca buku ini membawa saya melintasi waktu kembali ke masa saya SMP di sebuah pondok pesantren di kota Malang. Menyatukan kembali puing-puing ingatan saya akan kejadian-kejadian baik konyol maupun memalukan yang pernah saya perbuat. Membuat saya teringat bagaimana kita, penghuni baru, harus sembunyi-sembunyi jika ingin bercakap-cakap dengan bahasa indonesia. Lengah sedikit maka jasus di sekeliling akan dengan senang hati menulis pelanggaran bi'ah yang dilakukan dan berakibat pada hukuman rotan seusai sholat ashar. Jasus, peran yang diambil oleh orang yang ditunjuk oleh pembina bahasa saat itu (Alm. Ustadz Siswaji Purba -- Semoga Allah merahmati beliau), bisa siapa saja dan dimana saja. Dan berawal dari perseteruan antar kamar pada saat saya kelas satu, jasus menjadi beralih fungsi, sebagai alat balas dendam. Maka berlakulah pakta kesetiakawanan tak tertulis bagi semua warga satu angkatan --siapapun orangnya biarpun jasus tidak boleh mencatat kawan sekamar, hanya boleh mencatat penghuni lain kamar. Pakta yang membuat kami sedikit leluasa untuk tidak menegakkan bi'ah ketika berada di dalam kamar. Dan berkat perseteruan antar kamar sehingga jasus tidak berfungsi optimal seperti sebagaimana mestinya (ada salah seorang kawan saya yang mencatat 100 pelanggaran bahasa untuk satu orang dan itu berarti orang itu harus menerima iqob sebanyak 100x pukulan menggunakan kabel), maka bi'ah menjadi amburadul dan tidak terkontrol. Hal yang baru saya sesali manfaatnya saat ini, bertahun-tahun sesudahnya.

Teringat pula saat-saat tahfidz sesudah shubuh, tarjim sesudah maghrib, dan tartil sebelum maghrib. Diantara 3 pelajaran itu, tentu saja yang paling saya senangi adalah tahfidz dan tarjim. Alasannya simpel saja, kalau tahfidz sistemnya setoran. Jadi semakin cepat menyetor hapalan, maka semakin cepat kembali ke kamar. Dan bagi saya, yang ahlun naum, hal ini merupakan anugerah, soalnya bisa lanjut tidur yang terpotong. Jadilah sebelum sholat menjadi waktu yang cocok untuk menambah hapalan. Selain faktor ingin cepat tidur lagi, ada satu hal lain yang membuat saya terpacu untuk terus menambah hapalan. Competition with my friends. Ada beberapa orang dari kawan saya yang tidak mau kalah dan mereka berusaha sebisa mungkin agar jumlah hapalan lebih banyak dari punya saya. Dan karena saya pada dasarnya orang yang gak mau kalah, ini justru semakin memacu untuk berbuat lebih lagi. Jadi kalau dia menyetor satu halaman, maka saya harus bisa lebih dari itu. Atau kalau tidak bisa lebih, yang penting jangan sampai terkejar jumlah ayatnya. Adapun tarjim, karena ustadznya pada saat itu sering bercerita asbabun nuzul dari ayat-ayat tertentu, maka pelajarannya mengasikkan bagi saya.

Menginjak bagian dimana penulis di gundul 'hanya' karena keluar tanpa ijin, membuat saya teringat seringnya saya melakukan hal itu dengan kawan-kawan. Bagi kami saat itu, untuk keluar tanpa ijin adalah suatu hal yang mendebarkan. Kalau di film-film itu ibarat ketika tahanan mencoba melarikan diri dari penjara. Harus pintar-pintar mencari celah ruang dan waktu agar tujuan tercapai, buat main PS atau game online. What a shame isnt it ? I couldnt stop smiling when remember how I could sacrifice my precious bedtime so that I was able to do such things. Dan seperti halnya dalam perang dimana tidak setiap peperangan selalu memperoleh kemenangan, saya pun pernah beberapa kali 'tertangkap' ketika sedang dalam 'pelarian'. Lalu apa hukumannya? Tidak seberapa kejam kok. 'Hanya' disuruh berendam atau membersihkan sungai kecil yang mengalir di sekitar kompleks pondok. Atau kalau mau yang lebih ringan bisa dibotakin jadi mirip biksu shaolin.

Disamping beberapa hal di atas, masih banyak lagi hal-hal yang mirip dengan di buku tersebut yang jika saya ceritakan tidak cukup hanya dengan satu postingan. Saya akui, mengenai alur cerita, laskar pelangi is far better than this one. Tapi ada satu hal yang tak tergantikan, kenangan masa lalu. Dan itu lebih dari cukup untuk membuat saya memberi 4 out of 5 star.

Sebagai penutup, kalau si penulis 'berhasil' meraih mimpinya untuk menginjakkan kaki di negeri Paman Sam, maka saya bertekad bahwa saya akan menginjakkan kaki di France and Germany. Mungkin? Mungkin saja, toh seperti apa yang dicamkan oleh rais dari ponpes tempat penulis belajar saat itu, Man Jadda Wajada. Barang siapa yang bersungguh-sungguh maka dia akan berhasil. Tak ada yang mustahil bagiNya. And spending almost 8 hours to finish the whole book seems worth it. Even it means that I had to sacrifice my time to study Network Security's midterm which will be conducted on wednesday.


----

nb :
[+] penulis yang saya maksud disini adalah penulis buku Negeri 5 Menara, Mr. Ahmad Fuadi, bukan empunya blog.

Labels: ,

Random



Labels: ,

Kedekatan Terkadang (tak) Menyehatkan

Manusia itu unik.
Tiap manusia, mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyampaikan perasaannya. Tiap manusia pun, mempunyai cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan perasaannya. Lama mengenal, bukanlah menjadi jaminan.


Jika sekarang aku bertanya, seberapa jauhkah kalian mengenalku, apa yang akan dijawab? Tidak kenal, sedikit kenal, atau menjawab kenal sekali? sungguh, apa yang terlihat di mata masih bisa menipu. Bilangan tahun, bukan menjadi jaminan bahwa seseorang bisa benar-benar saling memahami. Karena untuk memahami, harus ada yang dikorbankan. Mengorbankan hati. atau lebih tepatnya, mengorbankan perasaan. Untuk mengalah ketika ada permasalahan. Untuk bijak menerima kekurangan.


Manusia itu unik.
Ada kalanya, ekspresi cinta yang kita keluarkan, tak tersampaikan dengan baik. Mungkin, bagi sebagian orang, malah menyakiti.


Ada sebuah adegan film yang cukup menyentuh, bagiku.
Sang laki-laki, setelah sekian tahun tak bertemu, akhirnya bertemu dengan seorang perempuan yang ia sayangi di sebuah restoran. Lewat sebuah janji.
Di pertemuan itu, sang laki-laki berkata “kenapa kamu belum menikah? Aku sudah.”
Sang perempuan hanya menangis, sedangkan sang laki-laki hanya menatap lurus, sambil terus berceloteh. Dan, akhirnya sang perempuan pun tahu, sang laki-laki kini telah buta.


Adegan berganti. Sang perempuan kini telah menikah. Dengan orang lain. Dan beberapa tahun kemudian, ketika sang perempuan sedang bermain dengan anaknya di sebuah sungai, datanglah beberapa orang menyampaikan pesan. Bahwa sang laki-laki telah meninggal. Bahwa sang laki-laki, menikah tepat setelah sang perempuan menikah. Ya. Benar. Tepat setelah sang perempuan menikah. Sang laki-laki berbohong. Ekspresi cintanya, membuatnya harus berbohong.


Sejujurnya, aku sedikit tak bisa menerima. Apa salahnya sang laki-laki jujur, agar mereka bisa menikah dan hidup bahagia? Tapi, karena ini adalah film, dan aku hanya penonton, terang saja aku harus menerima akhir film yang seperti itu.



Setelah kupikir lagi. Sang perempuan memang merasa sakit, atas kebohongan yang dilakukan padanya. Tapi, apakah sang laki-laki tidak merasa sakit? Apakah sang laki-laki tidak merasa terluka, melihat sang perempuan menikah dengan orang lain?



Padahal, mungkin hanya beberapa kalimat yang perlu ia katakan, agar ia bisa hidup berbahagia dengan perempuan itu.


Tapi mungkin sang laki-laki sadar. Selain karena cinta tak harus memiliki, bisa juga karena tak selamanya kedekatan itu bisa menyehatkan. Mungkin bagi sang laki-laki, ia merasa takut jika kebutaannya akan merepotkan orang yang dia kasihi. Mungkin ia takut, kekurangan penglihatannya hanya akan membuat, suatu saat, sang perempuan tak sanggup bersamanya, dan mungkin ia malah akan mengutuk ketidakmampuannya melihat.



Karena itulah ia memilih berbohong. Karena ia cinta dengan perempuan itu, juga karena ia cinta dengan dirinya sendiri. ia tak mau menyakiti, pun tak mau tersakiti.


Ada kalanya. Dalam ukhuwah ini, hal seperti itu bisa terjadi. bukan hanya dalam hubungan cinta lawan jenis seperti yang kupaparkan di atas. Karena cinta bersifat universal.



Bisa jadi, ekspresi cinta kita malah menyakiti orang yang kita cinta. Saudara seiman kita. Padahal, mungkin kita merasa telah mengenalnya. Tapi ternyata pilihan ekspresi cinta kita masih salah. maksud hati ingin menyampaikan yang menurut kita baik untuknya. Tapi ternyata dianggap menyakiti. Padahal, tak jarang mungkin apa yang kita sampaikan bisa terucap karena dia meminta pendapat kita.



Bisa jadi juga, kita telah memilih kata-kata yang bijak ketika menyampaikannya. Tapi tetap, hal itu terus dianggap telah menyakiti. Jika seperti ini terus, apa yang harus dilakukan? Yang satu merasa tersakiti, menganggap bahwa dia terus disakiti. Tapi, tahukah, bahwa bisa saja yang mengatakan hal tersebut, yang dianggap telah menyakiti, juga merasa sakit?

Merasa sakit, karena tidak menyangka kata-katanya bisa menyakiti orang lain.


Merasa sakit,karena ia selalu dianggap menyakiti.



Padahal, semua itu dilakukan atas nama cinta. Cinta pada ukhuwah ini.

mungkin, kedekatan selama ini telah membuat kedua belah pihak tidak sehat. mungkin, kedekatan selama ini masih menyimpan ego masing-masing.



Saat seperti itu, mungkin menjauh adalah pilihan yang terbaik. Memilih untuk tidak bertemu. Memilih untuk hanya sesekali menyapa.



Menjauh, pada sebuah jarak. Bukan menjauh yang tak peduli, justru menjauh karena peduli. Menjauh karena cinta ini, jika dipaksakan, akan terus menyakitkan dua belah pihak. Menjauh, agar mungkin rindu yang tercipta bisa sedikit melembutkan hati.




"Karena itu, izinkanlah, jika hal ini menimpa kita semua, izinkanlah agar aku menjauh,sampai pada titik yg aman bagi kita berdua. Karena aku cinta, padamu dan diriku sendiri".



written by :
Aisha Putrina Sari

quote by :
pemikir ulung

---

ngena banget !! aku mau menjauh hingga tiba saatnya. dan kali ini, semoga aku konsisten.

Labels: ,

Sepenggal Kisah Idul Adha

Topik yang disampaikan Mr. Najib di khotbah jumat tadi benar-benar menarik. Dan lebih menarik lagi karena mirip dengan apa yang saya dan meru diskusikan sebelumnya. Ada 2 bahasan yang bisa saya garis bawahi dari khotbah tersebut. Yang pertama, tentang perbedaan pelaksanaan sholat ied di kebanyakan negara. Di arab saudi dan negara middle east lainnya, sholat ied dilakukan pada hari selasa, berdasarkan fakta bahwa wukuf juga dilaksanan pada hari itu.Sedangkan bagi beberapa yang lain, mereka merayakan pada hari rabu, dengan asumsi bahwa pada hari itu hilal benar-benar sudah terjadi. Perayaan pada hari rabu (di malaysia dan di indonesia) ditetapkan oleh pemerintah.

Ada beberapa alasan yang (menurut saya) menjadikan alasan bagi pemerintah untuk menetapkan hari rabu sebagai hari raya idul adha. Yang pertama, saperti yang sudah saya katakan di atas, hilal sudah jelas terjadi baik berdasarkan perhitungan ataupun observasi. Yang kedua, berdasarkan hadist bukhari dan muslim tentang hari raya dan awal puasa, kedua event tersebut dilakukan berdasarkan terlihatnya hilal di daerah masing-masing. Sedangkan terlihatnya hilal merupakan hal yang 'tidak' pasti. Saya katakan 'tidak' karena bisa saja pada saat terjadinya hilal tertutup oleh awan ataupun kejadian lainnya. Sehingga ketika pemerintah mendasarkan pada terjadinya hilal, itu berarti hari libur tidak bisa ditetapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Dan bisa berakibat pada aspek-aspek lainnya. Maka ditetapkanlah hari 10 Dzulhijjah berdasarkan penghitungan yang boleh jadi pada kenyataannya 10 Dzulhijjah itu sendiri sudah berganti menjadi 11 Dzulhijjah. Alasan ketiga, agar masyarakat Islam tidak bingung menentukan hari raya mereka.

Alasan-alasan tersebut memang cukup kuat, namun hal itu justru menimbulkan polemik tersendiri bagi umat Islam. Sebagai permisalan, jika 10 Dzulhijjah adalah hari rabu, maka tanggal 13 hari jumat dan merupakan hari tasyrik. Hal yang berbeda jika 10 Dzulhijjah adalah hari selasa. Dan tentu saja perbedaan satu hari ini akan terus berefek pada event-event selanjutnya (jika konsisten berpatokan pada tanggal yang kita yakini). Efeknya ? Besar sekali. Bisa jadi ketika kita berniat puasa 10 Muharram, ternyata sudah 11 Muharram. Itu hanya satu contoh kecil, selebihnya bisa Anda cari sendiri. Polemik terbesar muncul yang cukup membuat saya pusing adalah ketika arab saudi melaksanakan sholat ied pada hari selasa, maka sebagai daerah yang perbedaan waktunya lebih dulu daripada arab (time zone arab saudi itu GMT +3 sedangkan daerah asia tenggara +7 atau lebih) seharusnya kita juga melaksanakan sholat pada hari selasa. Nggak masuk akal banget klo perbedaan hilal bisa sampai 24jam.

Disamping itu, ada satu kalimat yang disampaikan oleh Mr. Najib yang amat sangat saya setujui. Beliau berkata bahwa, boleh-boleh saja kita berhari raya berbeda. Namun pernahkah terpikir oleh kita umat Islam bahwa jika kita tidak bersatu pada hal yang kecil, bagaimana kita akan bersatu pada hal yang lebih besar ? Adapun pemersatunya mudah saja, kembali ke Qur'an dan Sunnah. Jika panduannya adalah hilal, maka hilal lah yang jadi panduan. Begitupun seterusnya.

Ada satu hal yang membuat saya tersenyum mengingat perbedaan hari raya ini. Salah seorang teman mengatakan bahwa dia berpuasa pada hari minggu dan senin namun ikut sholat ied pada hari rabu. Alasan yang dia berikan adalah karena dia ikut pemerintah. Saat itu saya hanya bisa tersenyum manggut-manggut. Kalau ditanya saya bagaimana ? Sebenarnya saya tidak berniat sholat ied pada hari rabu, karena saya puasa pada hari senin. Dan meyakini bahwa 10 Dzulhijjah itu hari selasa. Namun karena tidak ada yang sholat pada hari selasa (atau setidaknya yang saya tau) dan daripada tidak sholat sama sekali, yaudah mau gak mau ikut yang hari rabu.

Topik kedua menyangkut hari tasyrik. Pada 3 hari setelah sholat ied, umat muslim disunnahkan untuk memperbanyak bertakbir kepada Allah atas segala kekuasaannya. Allah Akbar, Allah Akbar, Allah akbar walillahil hamd. Allah Maha Besar, Alllah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagiNya segala puji. Dengan bertakbir, secara tidak langsung kita mengakui bahwa hanya Allah yang Besar, yang lain kecil. Final Year Project ? Kecil ! Certified Ethical Hacker exam ? Mudah ! Jika Dia sudah menghendaki, siapa yang bisa menghentikan ?

Bersamaan dengan itu pula timbul pertanyaan besar. Apakah kita sudah benar-benar meyakini bahwa Allah itu Maha Besar ? Apakah kita masih menganggap bahwa bantuan teman pada saat ujian lebih besar daripada bantuan Allah ? Jika belum, maka boleh jadi hal itu mengisyaratkan bahwa iman kita masih jauh dari tahap ihsan. Karena sebagaimana dikatakan oleh sahabar Ali bin Abi Thalib RA ketika ditanya mengenai iman, maka beliau menjawab :

Al imaanu an tashdiqu bil qalb, wa iqra'u bil lisa, wal 'amalu bil arkan.

Artinya :
Iman ialah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan perkataan, dan mengamalkan dengan rukun-rukunnya.

Jadi, masih pantaskah kita bergantung kepada selainNya ketika kita bertakbir dan menyembah kepadaNya ?


-----

PS: ditulis dengan perubahan seperlunya dari khutbah jumat di Multimedia University Mosque pada hari ini

Untitled

jika ia sebuah cinta..... ia tidak mendengar... namun senantiasa bergetar....

jika ia sebuah cinta..... ia tidak buta.. namun senantiasa melihat dan merasa..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak menyiksa.. namun senantiasa menguji..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak memaksa.. namun senantiasa berusaha..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak cantik.. namun senantiasa menarik..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak datang dengan kata-kata.. namun senantiasa menghampiri dengan hati..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak terucap dengan kata.. namun senantiasa hadir dengan sinar mata..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak hanya berjanji.. namun senantiasa mencoba menenangi..

jika ia sebuah cinta..... ia mungkin tidak suci.. namun senantiasa tulus..

jika ia sebuah cinta..... ia tidak hadir karena permintaan.. namun hadir karena kesadaran...

jika ia sebuah cinta..... ia tidak hadir dengan kekayaan dan kebendaan... namun hadir karena pengorbanan dan kesetiaan..

taken from here

It's Worth It

by: Paulo Coelho

Life is like a big bike race where the goal is to fulfill you personal legend.

At the start, we are riding together, sharing the camaraderie and enthusiasm. But as the race progresses, the initial joy gives way to the real challenges: tiredness, monotony and doubts about our own abilities.

We notice that some have withdrawn. They are still running, but only because they cannot stop in the middle of a road. They are numerous, pedaling alongside the support car, talking to each other and performing only their obligations.

Eventually we distance ourselves from them and we are forced to face the loneliness and the surprises of the unknown curves with the bikes. And after a while, we begin to wonder if it’s worth the effort.

Yes, it is worth it. Just don’t quit.

----

I DO love most of his writing. They really have meaning.

How the Bible Led Me to Islam: The Story of a Former Christian Youth Minister



We, moslems, have the solutions for the problems in the world. If you want to overcome the hunger, Islam gives you the solution. If you want to overcome economic's problem, Islam will fix it.

But unfortunately we're hiding this from the people.

Marching Forward

YEY, IT'S GETTING MORE INTERESTING ! After I was confused about how it should be done and focused on interface rather than how the system works, I finally got a brief image about the system. I really appreciate those who helped me so far (Fachry, Kak Muthe, Hamy, and of course my supervisor, Mrs. Kalaiarasi). Even though you may not be aware that you already helped me. I learnt a lot during these days, from zero up to something. However it's still a long way until my project is done, that's why I'd bear in my mind what Fachry said :

Don't think ! Just do !

Labels:

Words of the Week

For what it's worth, it's never to late, or in my case, too early, to be whoever you want to be.
There is no time limit, start whenever you want.
You can change or stay the same.
There are no rules to this thing.
We can make the best or the worst of it.
I hope you make the best of it.
And I hope you see things that startle you.
I hope you feel things you never felt before.
I hope you meet people with a different point of view.
I hope you live a life you're proud of.
If you find that you're not, I hope you have the strength to start all over again.



-- Benjamin Button

Cara Ampuh Menggulingkan Pemerintahan

berhubung hari ini adalah hari "evaluasi" kinerja setahun pemerintahan sby-budiono
oleh mahasiswa se-indonesia, ane jadi pengen memberi masukan.

hehehe...

diterima sukur... ga juga ga papa, berarti emang ga bisa masuk.
(punya ane kegedean kali, jadi ga bisa masuk. :hammer: )

jadi gini, klo yg ane denger c.....
ada perkumpulan B*M Seluruh indonesia yg katanya ingin mengingatkan apa yg terlupakan oleh pemerintah indonesia, dalam aksinya tepat tanggal 20/10/2010.

tapi, koq ada pihak2 yang...
yah.. ntah itu mahasiswa atau bukan, menginginkan pemerintahan sekarang untuk digulingkan, turunkan presiden yang kata mereka lenjeh, lada-lede, itu... hhmmm....

nih ya.....klo boleh ane menyarankan, klo mo menurunkan pemerintahan, nih caranya....

hihihihi....

caranya adalah,,,,

buat supaya mereka tidak punya arti lagi untuk kita.

maksudnya?

ya.... klo pengen presidennya lengser, coba buat keadaan yg menegaskan bahwa kita ga butuh dia.
kita bisa sejahtera tanpa dia.

klo pengen pemerintahannya turun, bikin keadaan yg menegaskan, tanpa pemerintahan mereka, kita bisa lebih tentram.

caranya?

ya coba lah, lakukan sesuatu yg bisa menegaskan, bahwa kita bertanggung jawab atas kesejahteraan kita sendiri.
ga usah menyerahkan kesejahteraan kita di tangan orang lain.
kya ga punya kemampuan aja.

udah lah, ga usah nunggu pemerintah buat buka lapangan pekerjaan, coba bikin lapangan kerja sendiri, bikin ekonomi yg sukses tanpa bantuan pemerintah.
klo udah pada kerja semua, buat apa ada pemerintah, toh semua bisa kerja. bubarkan aja pemerintah. gitu kan?

ga usah nunggu pemerintah memberantas korupsi, kita coba ga usah nyontek, kerja jujur, etika dijaga, semua berjalan tanpa korupsi.
lalu buat apa ada pemerintah, tanpa mereka toh bisa bebas korupsi.

bubarkan aja mereka, gitu kan?

ga usah nunggu presiden ngurus ini itu, kita turun tangan aja ngurus ini itu, klo semua bisa terurus, buat apa ada presiden? ha? lengserkan aja dia. gitu kan?

kalau pengen menyingkirkan seseorang,
ya bikin keadaan, dimana kita tetap senang tanpa dia.
kita ga butuh dia.

ya sama kya orang pacaran lah...
klo pengen co/ce kita nyingkir,ya bikin keadaan dimana kita bisa tetap senang tanpa ada dia.
toh mau ada dia atau ga ada dia, sama aja.
daripada buang duit buat ngedate, putus aja.
toh tetep seneng aja tuh. wkwkw

makanya klo mo awet, bikin keadaan biar dia ga bisa tanpa kita.
caranya?
beri perhatian lebih, sampai titik dimana dia ga bisa tanpa perhatian kita.
jangan sampe dia bisa seneng walaupun tanpa kita.
kasih perhatian terus mpe dia ga bisa lupa ma kita.

memberi, bukan meminta.

ya sama, pemerintahan juga gitu.
presiden juga gitu.
jangan terus kita meminta, minta dan minta.

ah, percuma....

coba, bikin keadaan kita bisa senang tanpa mereka.
sejahtera tanpa mereka. makmur tanpa bantuan pemerintah.
nah klo dah gitu, daripada bayar gaji pemerintahan
yg ga pengaruh juga buat kita, udah kaya c...
ya lengserkan aja.

nah klo sekarang masih kekurangan, mau makan masih mikir harga, kos-kosan cari yg murah walaupun ukuran 2x2 m, cita-cita jadi pns yg ada pensiunnya...
bensin masih minta subsidi...

halah.... ga usah muluk2 dah....

klo dah bisa menyejahterakan diri sendiri, mandiri tanpa bantuan pemerintah,
baru, silahkan maju sana....gulingkan mereka yg ga ada gunanya.


metode jadul koq masih dipake aja.
melengserkan pemerintah pake cara menggalang massa,
demonstrasi ngepung gedung pemerintah.
itu 1998 bung, sekarang 2008 eh malah 2010.
masa 12 thn belajar ga ada perkembangan? ga ada kemajuan? wkwkw
selama ini belajar apa lo pada? hahaha

katanya.. mahasiswa..... wkwkwkw

(tom_ si orang gila, semoga bermanfaat)

taken from here

Que Sera Sera



When I was just a little girl,
I asked my mother, 'What will I be?
'Will I be pretty?
'Will I be rich?'
Here's what she said to me:

'Que sera, sera,
'Whatever will be, will be;
'The future's not ours to see.
'Que sera, sera,
'What will be, will be.'

When I was just a little boy,
I asked my mother, 'What will I be?
'Will I be handsome?
'Will I be rich?'
Here's what she said to me:

'Que sera, sera,
'Whatever will be, will be;
'The future's not ours to see.
'Que sera, sera,
'Whatever will be, will be.

There are times when I am so scared about the future. The same thing happened to me for previous days, I was so scared of this trimester. I was afraid I couldnt finish my project well. I was afraid that there would be at least one subject to resit. If that happens, I have to extend for another one year to graduate. During night time, when everybody was sleeping, I kept thinking about those things. Thinking what I should do and how I prevent such things happen. But i still concern whether what if all of the plans are screwed up. All of those days, I just thought about 'what if'. It's yesterday when I saw the advertisement above and realized that I shouldnt have to bother about what the future will be. Que Sera Sera. Whatever will be, will be. If I am able to get what I plan so far, then so be it. It's not my job to predict the future. It's Allah's. All I need to do now is do the best. And how about what will happen next? I just let Allah handle the rest. He knows the best for my future though. And dont forget that He will send angels descend upon them who pray to Him as He said in these verses:

إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَـٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمۡ تُوعَدُونَ (٣٠) نَحۡنُ أَوۡلِيَآؤُكُمۡ فِى ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَفِى ٱلۡأَخِرَةِ‌ۖ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَشۡتَهِىٓ أَنفُسُكُمۡ وَلَكُمۡ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ (٣١)

Lo! those who say: Our Lord is Allah, and afterward are upright, the angels descend upon them, saying: Fear not nor grieve, but hear good tidings of the paradise which ye are promised. (30) We are your protecting friends in the life of the world and in the Hereafter. There ye will have (all) that your souls desire, and there ye will have (all) for which ye pray. (31) -- QS. Fussilat : 30-31

When I feel down or am scared of something which is yet to happen, then I just need to read this post again. So that I am aware that thinking of those stuffs are just a waste.

Labels: ,

Kening Hitam

Kening Hitam


Penulis : Zaenal Radar T.



Kau tentu pernah bertemu dengan lelaki berkening hitam. Hitam tidak secara keseluruhan, melainkan hanya pada bagian kening tengah atas di antara dua alis, persis dibawah ujung rambut bagian depan. Tepatnya, bagian kening yang digunakan untuk mencium sajadah setiap kali solat.

Apa yang kau pikirkan ketika melihat lelaki berkening hitam seperti itu ? Tentu kau akan berkesimpulan, bahwa lelaki tersebut adalah lelaki yang alim, lelaki yang rajin mencium sajadah, lelaki yang tak pernah meninggalkan solat lima waktu, lelaki yang rajin bangun malam-malam untuk tahajud dikala orang lain molor di tempat tidur.

Lelaki berkening hitam tidak hanya ditemukan di masjid-masjid. Kau bisa menemukan di kampus, di kantor, pasar tradisional, kantor pos, bahkan mungkin di mal-mal. Bisa jadi dia seorang dosen, kyai, mahasiswa, pedagang, sopir angkutan kota, atau profesi lainnya.

Dan tahukah kau, malam ini, Markum, seorang pelajar berotak pas-pasan sebuah SMA swasta di Jakarta, saat ini tengah memikirkan keningnya yang tidak hitam. Markum bingung luar biasa. Bukan apa-apa, belakangan ini dia tak pernah meninggalkan solat lima waktu. Dia selalu mengerjakan solat sunat, baik sunat bakdiah maupun sunat qobliah. Bahkan, setiap kali solat, Markum sengaja menekan-nekan bagian ujung keningnya supaya bisa hitam. Namun, tetap saja tidak pernah menjadi hitam.

Kau tentu paham maksudnya. Markum ingin sekali punya kening hitam, seperti kening lelaki berkening hitam yang ia temukan di berbagai tempat. Keinginan punya kening hitam ini bermula ketika ia bertemu dengan seorang gadis bernama Elliza. Elliza adalah gadis cantik berkerudung, putri tunggal seorang guru agama di sekolahnya. Hanya saja, Elliza bersekolah di ibtidaiyah.

Pertemuan Markum dengan Elliza terjadi secara tidak sengaja. Waktu itu Markum mengantar Pak Habiburahman Saerozi, guru pendidikan agama Islam lulusan Mesir yang tak lain wali kelasnya, pulang dari mengajar. Pak Habib menyuruh Markum mampir sebentar untuk minum.

Markum, dengan senang menuruti kemauan Pak Habib yang baik hati. Saat itulah Markum melihat Elliza, yang membawa minuman untuknya. Pak Habib pun memperkenalkan Markum pada putrinya itu, dan juga keponakan laki-lakinya, serta istrinya. Istri Pak Habib perempuan Mesir. Berwajah Arab dengan hidungnya yang mancung. Wajah Elliza mirip sekali dengan ibunya.

Saat bertemu itulah Markum merasa tertarik ingin menjadikan Elliza seorang teman dekat. Tetapi tentu tidak mudah mewujudkan keinginannya itu. Markum pun melakukan berbagai usaha. Di antaranya adalah, menjadi cowok yang alim. Cowok yang tekun ibadah.

Kau tentu sulit membedakan, siapakah di antara anak-anak lelaki yang rajin ibadah atau tidak? Dan Markum berkesimpulan, bahwa lelaki yang bisa disebut alim adalah lelaki yang rajin solat. Lalu, bisakah orang lain menentukan apakah seorang cowok seperti dirinya rajin solat atau tidak. Hmmm… lihat saja keningnya!

Markum selalu membayangkan seandainya keningnya bisa menjadi hitam, seperti seoarang lelaki yang rajin solat. Pak Habib, guru agamanya yang sangat baik hati itu, keningnya hitam. Keponakan laki-laki Pak Habib, keningnya juga agak hitam. Kenapa kening Markum tidak bisa hitam?

Selain berkening hitam, masih menurut Markum, lelaki yang bisa dicirikan sebagai orang alim, adalah lelaki yang berjenggot. Tetapi janggut Markum tak tumbuh jenggot. Licin. Seperti kepala profesor yang botak. Seandainya jenggotnya lebat, ditambah lagi keningnya menghitam, oh… Markum pasti akan senang sekali. Sayang beribu-ribu sayang, semua itu hanya mimpi.

Untuk mewujudkan keinginannya, Markum pun berencana melakukan berbagai cara. Salah satunya, setiap malam, Markum akan menempelkan jidatnya di lantai, dengan kedua kaki berada di posisi atas, menempel di tembok. Namun untuk melakukannya tidak semudah yang dibayangkan. Masalahnya, orang-orang rumah selalu iseng bertanya padanya, mengapa ia melakukan hal itu.

”Bang Markum, Abang lagi ngapain?” tanya salah satu adiknya, ketika Markum mulai menempelkan keningnya di lantai, dengan posisi kedua kaki menempel di dinding.

Markum pun menjawab, bahwa ia sedang olahraga senam.

”Senam apa?!!”

Senam apa? Markum jadi bingung. Tapi Markum tidak hilang akal, ”Ini namanya senam keseimbangan!” jawabnya kemudian. Adiknya yang bertanya mengangguk-angguk. Di kemudian hari, setiap kali Markum melakukan hal yang sama, yakni ’senam keseimbangan’ itu, adiknya latah ikut-ikutan.

Setelah kurang lebih dua minggu melakukan kegiatan seperti itu, tidak disangka-sangka, kening adiknya menjadi hitam! Boleh jadi, kening itu sering menempel di lantai, menjadi tumpuan beban tubuhnya yang berada di atas saat melakukan gerakan senam asal-asalan itu.

Meskipun begitu, tidak bagi Markum. Kening Markum ya tetap begitu-begitu saja. Tidak hitam sama sekali seperti kening adiknya. Mengetahui keningnya menjadi hitam, adiknya menjadi marah pada Markum.

”Bang, ini kening Markam kok jadi item?” protes Markam, adiknya Markum.

”Salah kamu sendiri! Kenapa ikut-ikutan senam itu?”

”Wah, gimana dong, Bang? Markam jadi malu nih…”

”Biarkan saja. Nanti juga hilang sendiri!”

Benar saja, setelah tidak lagi melakukan senam itu, kening Markam tidak jadi hitam. Tapi aneh bagi Markum, meskipun masih melanjutkan gerakan-gerakan senam itu keningnya masih juga belum hitam.

Suatu malam, saat tengah sendirian di kamarnya, Markum pun menatap keningnya di cermin, sambil tangannya memegang pisau dapur. Apakah yang hendak Markum lakukan??!

”Kenapa keningku masih tetap nggak bisa hitam?” tanya Markum pada dirinya sendiri.

Markum meraba-raba ujung keningnya itu, membayangkan seandainya bisa menjadi hitam. Lalu ia tatap pisau di tangan kanannya, dan menempelkannya di kening. Rupanya, Markum berniat untuk melukai keningnya dengan pisau, agar menjadi luka. Dengan begitu, kemungkinan kening menjadi hitam bisa terwujud dari luka keningnya nanti. Demikian pikir Markum.

Belum sempat melukai keningnya, Ibunya membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci, membuat Markum terkejut.

”Markum! Kamu lagi ngapain?”

”Eee… eee….” Markum gugup. Ibunya menatap pisau dapur di tangan Markum dengan tatapan menyelidik.

”Bu, Markum lagi mencukur jenggot…” ucap Markum kemudian, sambil mengarahkan bagian pisau yang tajam ke dagunya. Ibunya bertambah bingung.

”Cukur jenggot? Memangnya kamu punya jenggot?!”

”Baru mulai tumbuh, Bu.”

”Kalau kamu mau mencukur jenggot, kenapa nggak pakai cukur jenggot Ayah?”

Markum terdiam, lalu menurunkan pisaunya.

”Tunggu sebentar ya, akan Ibu ambilkan.”

Ibu Markum keluar. Tak lama kemudian ibu Markum sudah kembali sambil memberikan alat cukur pada Markum. Setelah itu ibu Markum keluar lagi. Markum memegangi alat cukur jenggot itu, lalu menatap wajahnya di cermin sambil menempelkan cukur jenggot ke dagunya. Apa yang akan ia cukur, sementara dagunya tak tumbuh jenggot?

Pekan berikutnya, ketika keningnya masih belum bisa jadi hitam, Markum mendapat undangan dari Pak Habib. Pak Habib mengundang Markum berkenaan perpisahan Pak Habib yang sudah tidak lagi mengajar di sekolah Markum. Pak Habib pindah mengajar di sekolah lain.

Ini merupakan kesempatan emas buat Markum. Markum merasa menjadi sangat terhormat. Markum tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Sebelum berangkat ke rumah Pak Habib, Markum mempersiapkan dirinya sebaik mungkin. Pikir Markum, di rumah Pak Habib nanti, Markum tidak hanya bertemu dengan Pak Habib saja. Ada istrinya, sepupunya, dan tentu saja putrinya yang cantik, Elliza!

Markum berpikir keras bagaimana ia bisa mempersiapkan diri sebaik mungkin. Aha! Markum punya akal. Markum yakin usahanya kali ini tidak akan gagal, yakni bagaimana membuat keningnya menjadi hitam. Kening seorang laki-laki alim. Markum meraih spidol di meja belajarnya. Dengan gerakan yang sangat hati-hati, Markum memoles keningnya dengan spidol itu. Hitam!!

Kini kening Markum benar-benar hitam, layaknya kening laki-laki yang rajin solat! Dengan bangga, Markum pun segera berangkat ke rumah Pak Habib. Tak peduli orang-orang di rumah pada keheranan, Markum dengan percaya diri siap menghadapi undangan Pak Habib dan keluarganya.

Di rumah Pak Habib, Markum disambut dengan ramah. Menurut Markum, keluarga Pak Habib tidak bersikap aneh seperti orang-orang di rumahnya, soal keningnya yang hitam. Markum duduk di dekat Pak Habib, di antara sepupu Pak Habib, istrinya, dan Elliza. Mereka bercakap-cakap seputar kehidupan dan kegiatan masing-masing.

“Keluarga Pak Habib sekarang sudah tahu, bila keningku ini hitam,” ucap Markum dalam hati, ketika tengah bersama-sama keluarga Pak Habib.

Betapa bangganya Markum, memperlihatkan keningnya yang hitam di depan Pak Habib sekeluarga. Pasti Pak Habib dan keluarga sekarang tahu, bahwa dirinya lelaki yang alim, karena berkening hitam.

Menjelang maghrib, sebelum makan malam, Pak Habib mengajak semua orang untuk solat maghrib. Dengan semangat empat lima, Markum bangkit dan segera mengambil air wudlu. Ini pertama kalinya bagi Markum, solat berjamaah dengan keluarga Pak Habib.

Saat selesai mengambil wudlu, Markum merasakan sesuatu yang aneh. Air di lantai kamar mandi menjadi hitam. Markum mendapati telapak tangannya juga hitam. Markum menatap wajahnya di cermin kamar mandi, dan keningnya yang tadi hitam perlahan luntur. Markum mengusap keningnya. Tidak lagi hitam!

Markum pusing, karena saat itu ia tidak akan mampu mengembalikan hitam di keningnya. Markum kebingungan. Bila kau menjadi Markum, tentu kau juga akan bingung. Tapi aku yakin, kau tentu tak akan bertindak sebodoh Markum.

Dan tahukah kau, siapakah Markum sesungguhnya? Markum tak lain adalah aku!

Mengingat kejadian itu, aku suka tersenyum sendiri. Aku tidak mau menceritakan bagaimana sikap Pak Habib dan keluarganya waktu itu, setelah melihat aku tak lagi berkening hitam. Aku malu menceritakannya.

Kau tak perlu risau, sekarang aku sadar. Aku tak harus berkening hitam. Tetapi aku semakin rajin solat. Hanya Tuhan yang tahu. Tanpa ada tanda-tanda pada diriku, atau terlihat oleh manusia lainnya, bahwa aku lelaki yang sering mencium sajadah, baik siang maupun tengah malam.

Pamulang Barat, Banten, 22 Maret 2006.





Diambil dari Majalah Annida, No. 12/XV/15 Agustus – 15 September 2006.

Sekarang aku tau, hal yang paling bikin bete buat seorang penulis itu saat banyak yang mau ditulis tapi tidak bisa menuliskan hal-hal tersebut. Ya sama seperti apa yang akhir-akhir ini aku alami. I got many ideas in my head yet I won't be able to write it down. Not that I didn't want to, it's just when I want to write those stuffs, I had other things to do as well. Akibatnya ya gak ada update sejak akhir september lalu. Padahal ada banyak hal yang menarik buat dibahas. Mulai dari pengalaman idul fitri bareng verde (he taught me lessons), SBI yang menuai protes, and so on. Tapi tadi ada hal menarik yang bikin aku posting juga. It is the article above. I copied it from someone's note in facebook. I dont know her though.

Back to the article, kening hitam memang salah satu tolak ukur yang umum digunakan oleh orang dalam menilai tingkat keimanan. Banyak yang beranggapan kalau dengan kening hitam, maka itu berarti dia rajin tahajud, sholat 5 waktu gak pernah bolong, puasa, alim, dsb. It makes sense and it happened to me. Sewaktu di high school, secara 'tidak sengaja' keningku menghitam. Well, itu berakibat banyak orang yang menganggapku terlalu tinggi (read: alim). To be honest, aku gak sealim itu. Okelah klo dalam masalah sholat 5 waktu gak pernah bolong. Tapi dalam hal lain? Tahajud aja masih males-malesan. Ngaji masih jarang. Pada saat itulah aku mulai berpikir bahwa kening hitam itu burden. Tentu saja, burden bagi mereka yang merasa dengan adanya hal itu akan mengganggu keikhlasan mereka beribadah. For me, aku lebih memilih tidak diketahui oleh orang lain apakah aku rajin ibadah atau tidak. Karena aku tau, bagiku hal itu bisa mengganggu niat dan tujuan dari ibadah itu sendiri. Biarlah hanya Allah saja yang tau tentang kedekatan aku dan Dia.


*teringat dengan salah seorang teman semasa junior high school yang begitu ngebet ingin punya dahi hitam. sama seperti di artikel di atas, dia menggunakan cara-cara konyol hanya untuk menghitamkan dahi. well, remember him during that time, I am smiling.

Labels: ,

Katarsis III : Pengingat

Hari ini 20 tahun yang lalu,
Seorang bayi tidak bisa berbuat apa-apa,
Tidak membawa apa-apa,
Dan nanti akan kembali tidak membawa apa-apa,
Tanpa bisa berbuat apa-apa.

Diantara rentang waktu yang telah terlewati,
Banyak hal yang terjadi,
Bagaimanapun pahitnya,
Bagaimanapun manisnya,
Semua hanya bertujuan agar bisa membawa 'sesuatu' ketika kembali kepadaNya.

Apa yang telah diperoleh tidak pantas berbuah kesombongan,
Apa yang terlewatkan tidak pantas untuk disesalkan,
Semua hanyalah ujian,
Apakah kamu akan menjadi seorang insan dengan makna,
Atau hanya berakhir menjadi seonggok nisan tak berguna.

Barakallah fi umruka.

Hanya sebuah pengingat dari seorang ayah yang saya hormati ibu yang amat saya sayangi yang disampaikan beberapa saat yang lalu. Beribu-ribu ucapan terima kasih tak akan bisa mengganti jasa mereka. I'm gonna make you proud of me, and I could. Love so much, abi wa umi.

Labels: ,

Hebatnya Akademi Khan, Keblingernya Kemenkominfo

Bukalah: www.khanacademy.org, Anda akan menyimak di sebuah kiri sebuah logo sosok sebelah jari tangan abu-abu dan 21 helai daun hijau mengitari. Di sampingnya tulisan Khan Academy. Inilah situs internet diprakarsai Salman Khan, memuat semua materi pelajaran berbentuk visual, memanfaatkan youtube.com. Setiap hari kini setidaknya 50 ribu murid sejagad belajar materi ajar “mahaguru” online, termasuk anak-anak SD negeri Cina. Ini semua dilakukan gratis sosok muda Salman Khan. Bandingkan dengan laku Kemenkominfo ingin menenderkan pinjaman lunak JICA senilai Rp 38 miliar untuk membuat materi ajar online khusus untuk daerah Jogjakarta tok? Komunitas open source di Bandung seperti Crayonpedia.org, sudah lebih dulu memulai. Gratis pula. Uang Rp 38 miliar pinjaman lunak JICA bisa dialihkan mendukung pengembangan konten dan aplikasi Indonesia go global, jika cerdas, tentu!.

JAKARTA masih bersuasana lebaran. Rabu pagi , 15 September 2010, saya hendak menyalakan komputer desktop tua. Seorang kenalan bergerak di dunia programing menyapa.

“Apakah Anda sudah pernah membuka Khan Academy?”

Saya jawab belum.

Melalui komputer i-pad-nya, saya diperlihatkan khanacademy.org.

Amboiii! Betapa telatnya saya baru tahu hal luar biasa telah dilakukan sosok Salman Kahn.

Ya, namanya Salman Khan!

Ia mendirikan Akademi Khan bertujuan menggunakan teknologi informasi bagi mendidik dunia.

Peraih gelar MBA dari Harvard Business School, meraih Master di bidang teknik listrik dan ilmu komputer, gelar BS (Bachelor of Science) di bidang teknik listrik dan ilmu komputer, dan gelar BS dalam matematika dari Institut Teknologi Massachusetts Intitute of Technology (MIT), Amerika Serikat (AS), itu seharusnya gamblang saja mendapatkan kerja di perusahaan papan atas AS.

Tetapi ia lebih memilih memanfaatkan www.youtube.com untuk menayangkan materi pelajaran. Kini jumlah video pelajaran telah digarapnya tak kepalang tanggung. Sudah lebih 18 ribu video. Saktinya, semua dikerjakannya sendiri, mulai dari menyusun materi, memvideokan, menjadi guru sekaligus. .

Kini dalam sehari tak kurang dari 50 ribu muridnya mengkases khanacademy.org, termasuk anak-anak SD dari negeri tirai bambu, Cina,mengikuti pelajarannya secara online.

Sosok bocah dari Korea menuliskan komentarnya:

“I’m from Korea, a small country and I’m eleven. Your lecture is so famous so we could know your skill! I’m loving this alot~ :), ” him204@naver.com, yang diposting lima hari lalu, di mata pelajaran video aljabar.

Dalam tutorial online-nya, Khan menyajikan berbagai materi pelajaran memudahkan pelajar memahami. Di antara pelajaran itu; matematika, kimia, biologi, sejarah, probabilitas, trigonometri, permainan asah otak, aljabar, ekonomi, perbankan dan uang, keuangan, geometri, statistik, kalkulus, fisika, persamaan diferensial. Tentu masih banyak lainnya.

Ada pula komentar orang tua murid, “Saya tidak tahu siapa Anda. Tapi dalam pikiran saya, Anda adalah penyelamat. Anak-anak saya benar-benar bersemangat dengan matematikanya. Terima kasih.”

Pria kelahiran New Orleans, Louisiana, AS, dengan orang tua imigran India dan Bangladesh, ini hanyalah mengawali Khan Academy untuk membantu keponakannya belajar matematika dengan menggunakan Yahoo! notepad pada tahun 2004. Lalu berkembang hingga seperti hari ini. Kini di bagian kanan situs internetnya, Salman Khan sudah berani menarok ikon donasi, dapat diklik bagi pengunjung yang mau menyumbang bagi upaya mulia itu.

Ketika orang lain melamar pekerjaan menjadi guru, Khan memilih menjadi guru praktis mendistribusikan tutorial di YouTube.

Hingga kini Salman Khan telah menerima 2009 Tech Award untuk Pendidikan. Tech Award merupakan program penghargaan internasional menghormati inovator dari seluruh dunia menerapkan teknologi bagi manfaat kemanusiaan.

Pada Desember 2009, Khan YouTube-host tutorial dilihat oleh 35.000 orang per hari. Setiap video Khan rata-rata berdurasi sepuluh menit. Hingga kini, versi offline video-video Khan telah didistribusikan secara gratis ke daerah-daerah pedesaan Asia, Amerika Latin, dan Afrika

SosokKhan, pernah tampil di jaringan teve CNN. Pada event Aspen Ideas 2010, sosok Bill Gates pendiri Microsoft, sengaja memaparkan keberhasilan prestasi Akademi Khan pada pada forum bergengi ajang bergengsi yang berlangusng pada Juli 2010 lalu di Kolorado, AS.. Upaya Salama Khan menjadi perbincangan hangat di forum itu.

Untuk skala nasional, khuisusnya lingkup komunitas open source di Bandung, pembuatan materi ajar baik sekadar dibaca, lengkap dengan audio visual itu sudah dimulai oleh www.crayonpedia.org. Melalui basis mesin wikipedia, para guru di seluruh tanah air dapat mengisi berkolaborasi materi ajar terbaik. Para murid di seluruh Indonesia dapat mengakses gratis.

Untuk upaya ini diperlukan energi melibatkan guru-guru berkenan mengisi konten.

Maka ketika di Kementerian Informasi dan Komunikasi saya dapatkan data ada rencana pengadaan materi ajar, hanya untuyk lingkup satu propinsi Jogjakarta. Saya lalu bertanya, mengapa bisa anggaran linjaman lunak dari JICA, harus mencapai Rp 38 miliar. Tak sampai separuh dana itu itu, seharusnay sudah mampu untuk melangkapi seluruh materi ajar tampil di crayonpedia. Misalnya.

ADALAH seorang kawan lainnya mengirim email kepada saya. Ia mengabarkan ada dugaan pemborosan anggaran negara berpeluang mengarah KKN terkait Pengadaan Materi Ajar (Paket 4) Yang Diselenggarakan Direktorat e-Government, Dirjen Aptel, Kemkominfo.

Ia memaparkan berdasarkan analisa Dokumen Pelelangan Umum, Pengadaan Jasa lainnya Untuk Pengadaan Materi Ajar (Paket 4) Yang Diselenggarakan Direktorat e-Government, Dirjen Aptel, Kemkominfo.

Judul Pelelangan : Pengadaan Materi Ajar Nama Proyek: Proyek Pemanfaatan TIK Untuk Peningkatan dan Pemerataan Mutu Pendidikan di DI Yogyakarta JICA Loan No. IP-542 Nilai Proyek : Rp 38 Milyar Dokumen Diterbitkan pada : 26 Agustus 2010, No : 01/PAN/PAKET-4/EGOV/8/2010

Perincian Sebenarnya Pelelangan:

1. Pengadaan Authoring Tools Sebanyak 130 Paket (110 Paket di Sekolah + 20 di IDC) di Yogyakarta dan 480 Paket di Kemkomifo, sehingga total menjadi 610 Paket

2. Pengadaan Mater Ajar Digital 9 Paket (Matematika Kelas 4, 5, 6, dan Matematika & IPA Kelas 7, 8, 9)

3. Pengadaan Materi Uji Digital 9 Paket (meliputi Materi Uji : Harian, Semesteran, Setara Ujian Nasional, Berstandar Internasional)

4. Implementasi ( Integrasi Materi Ajar & Uji ke dalam Sistem e-Learning (LMS/LCMS), Instalasi Authoring Tools di 110 Sekolah dan di IDC, Replikasi Sistem e-Learning (LMS/LCMS) ) di 110 Sekolah

5. Training Untuk 3 Kelas (1 Kelas 30 Orang) yi kelas : SD, SMP Matematika dan SMP IPA,

6. Dokumentasi Dalam Bentuk Hard & Soft Copy (Buku Panduan, Dok Pengembangan, dan Source Code)

7. Layanan Purna Jual (Hingga 31 Desember 2012)

Alasan pemborosan menurut kawan saya itu:

1. Diknas Sudah Membeli Hak Cipta 400 Buku Materi Ajar 400 (Informasi Terakhir Telah Mencapai 800 Buku Matei Ajar) Yang Pengadaanya Menelan Anggaran Rp 40 Milyar melalui Program/Proyek BSE (Buku Sekolahy Elektronik).

2. Apabila dibutuhkan Rp 40 Milyar untuk sekitar 400 Buku Materi Ajar, maka harga rata-rata pengadaan buku materi ajar adalah Rp 100 Juta per buku materi ajar. Sehingga biaya untuk pembuatan materi ajar seperti dalam proyek kominfo, untuk 9 materi ajar, seharusnya sekitar Rp 900 Juta. Bila diasumsikan biaya pembuatan materi uji adalah setara dengan biaya materi ajar, maka total biaya pengadaan materi ajar dan materi uji hanyalah sekitar Rp 1,8 Milyar)

3. Biaya Pelatihan dengan Asumsi Rp 5 Juta per orang untuk satu minggu pelatihan hanya dibutuhkan biaya Rp 450 Juta dan Paling Mahalnya Rp 900 Juta (untuk 2 minggu pelatihan).

4. Dokumentasi Hardcopy rasanya sudah bukan eranya dan cukup Softcopy yang biayanya maksimum Rp 900 Juta.

5. Implementasi (termasuk instalasi dan Integrasi) dan Support Untuk di Yogyakarta, untuk 110 sekolah dibutuhkan cukup 20 Orang. Untuk masa support selama satu setengah tahun dibutuhkan biaya biaya maksimum Rp 3,6 Milyar

6. Perhitungan hingga point 5) untuk sementara hanya dibutuhkan pendanaan sebesar Rp 7,2 Milyar . Lalu Apa yang Membuat Mahal ?

7. Karena LMS/LCMS (seperti Moodle) bisa didapat/download secara gratis, maka yang berpeluang menjadi mahal adalah Aplikasi AUTHORING TOOLS yang sudah dikunci spesifikasinya ?

8. Pantaskah Proyek Senilai Rp 7,2 Milyar, nilainya dibesarkan hanya untuk AUTHORING TOOLS sehingga menjadi senilai Rp 38 Milyar ?

Bagaimana jika melirik Crayonpedia?

1. Sempurnakan fitur Crayonpedia saat ini yang fokus hanya penyusunan Materi Ajar secara kolaborasi, sehingga Crayonpedia memiliki fitur penyusunan MATERI AJAR & MATERI UJI SECARA KOLABORASI Plus pengembangan fasilitas Sinkronisasi Program & Database antara Server Sekolah dengan Server di IDC, agar akses Materi Ajar & Materi Uji dari Sekolah tidak memerlukan koneksi internet yang besar, sehingga siswa cukup akses server lokal dari sekolah masing-masing, untuk pengembangan ini maksimum perlu anggaran Rp 1 Milyar

2. Belikan Laptop untuk 1.100 guru (satu sekolah 10 guru, dan untuk 110 sekolah pilot project) + pelatihannya (untuk menyusun materi ajar dan materi uji selama satu minggu dan gunakan materi ajar yang sudah ada BSE (dari diknas) sebagai referensi) untuk guru-guru di 110 sekolah dalam pilot project, bila harga laptop Rp 5 juta dan pelatihan Rp 5 juta … maka dibutuhkan anggaran Rp 11 Milyar. Wajibkan guru-guru tersebut (dengan insentif laptop (Rp 5 juta)) untuk menyusun materi uji minimal materi uji harian dan cukup per guru satu atau 2 materi uji harian (karena materi ajarnya sudah ada dari BSE). Untuk Materi Uji Semesteran dan Unas cukup diambil dari Materi Uji Sekolah/Unas yang pernah ada.

3. Support selama 1 tahun di IDC dan di Yogyakarta Maksimum Rp 3 Milyar

Hanya dengan Maksimum Rp 15 Milyar, bisa mendapatkan sesuatu yang dapat membawa dampak besar bagi seluruh Sekolah dan Pelajar di Indonesia, karena materi ajar dan materi uji disiapkan bisa dimanfaatkan oleh Seluruh Guru, Siswa, dan Sekolah di Indonesia dan yang paling penting adalah :

Materi ajar dan materi uji dapat disempurnakan secara berkesinambungan oleh guru-guru se Indonesia. Ingat ada 2,5 juta guru, dosen, dan dapat diakses bebas dan gratis oleh semua siswa - - lebih dari 50 juta siswa dan mahasiswa.

Tulis kawan itu pula: imajinasikan kelanjutannya, yaitu: dampak Kolaborasi & Interaksi Antara 2,5 Juta Guru dan 50 Juta Siswa !

Kesimpulan kawan saya itu:

Pelelangan yang ada adalah solusi pendidikan tidak cerdas dan berpeluang pemborosan anggaran negara - - hutang dari Jepang, meskipun berbunga murah tetap harus dibayar oleh rakyat.

Proyek tersebut berpeluang merupakan indikasi modus KKN canggih - - terutama untuk produk AUTHORING TOOLS - - dan atau kita dibodohin Jepang, bila spesifikasi teknologi Authoring Tools hanya dimiliki oleh Software Provider dari Jepang .

Sidang Pembaca Sketsa yang Budiman,

Begitulah Sketsa kali ini. Anda tentu dapat menyimak bagaimana Salman Khan, juga upaya anak negeri di Crayonpedia, dan langgam sebuah departemen terindikasi mengedepankan proyek, yang bukan mencerdaskan. ***

Iwan Piliang, literary citizen reporeter, blog-presstalk.com, posted in kompasiana

Bangsa Malas atau Dibuat Malas?

Suatu kali, saya baca sebuah judul tulisan yang mengasumsikan kalau bangsa ini adalah bangsa yang pemalas. Benarkah itu?

Dalam keseharian saya, pemalas merupakan kata yang sangat akrab. Profesi guru di sekolah dengan murid yang banyak berulah membuat kata malas menjadi lazim diucapkan. Tentu saja didukung dengan kemalasan sebagian anak tersebut; malas buat PR, malas mengerjakan latihan, malas aktif saat belajar, malas ikut wirid jumat, dan sebagainya. Kadang bahkan membuat saya jadi malas menegur atau menasehati. Tapi tentu saja tidak semua anak seperti itu.

Kembali ke topic di atas, benarkah bangsa ini bangsa pemalas?

Jujur, saya tidak punya pendapat. Terlalu sulit bagi saya untuk menganalisa bangsa besar ini. Apalagi dengan ilmu cetek saya. Saya ingin mengerucutkannya pada komunitas pelajar. Bukankah pelajar salah satu stoke holder dari bangsa besar ini? Jadi; benarkah pelajar kita pemalas?

Kembali, ini adalah tulisan yang sangat subjektif. Tidak ilmiah, karena saya tidak punya data dan tidak meneliti. Ini hanya oretan hati berdasarkan pengalaman saya yang masih seupil.

Dalam bergelut di sekolah, saya melihat semangat belajar anak-anak sekolah yang rendah. Bukan sekadar melihat, saya pun merasakan hal tersebut saat harus berdiri di depan kelas dan mengajar siswa/I saya. Memang tidak semuanya, tapi sering dan berulang kali, saya mendapatkan anak yang cuek dengan pendidikannya sendiri.

Mungkin mereka membekali diri dengan kursus di luar sekolah; begitu perkiraan saya. Tetapi ternyata tidak. Saat tes atau saya uji secara lisan, mereka jauh dari harapan. Kesalahan guru, itu juga menjadi pikiran saya. Barang kali, saya lah yang tidak pandai mengajar. Untuk introspeksi, saya berdiskusi dengan guru-guru lain dan juga guru senior. Ternyata oh ternyata, problem kami sama; anak-anak yang tidak peduli dengan pendidikan mereka.

Suatu kali, di sebuah local, saya marah. Untuk kesekian kalinya, anak-anak itu menyepelekan tugas rumah yang saya berikan. Padahal, tugas tersebut menjadi bahasan untuk belajar. Kali itu, hampir semua anak di local tersebut tidak mengerjakan tugas; hanya dua tiga orang yang mengumpulkan. Padahal telah berbusa mulut saya menasehati mereka sebelumnya.

Pada saat itu, saya bilang tidak akan pernah lagi memberi mereka tugas dan nilai rapor mereka hanya bergantung pada ulangan serta ujian saja. Ancaman itu saya lakukan. Saat terima rapor, saya memberi nilai murni olahan hasil ujian dan ulangan, serta beberapa aspek lainnya; minus tugas harian. Dan seperti dugaan, dari 40 orang, nilai hitam kurang dari 50%.

Saya pun menerima kritikan dari guru-guru lain. Bahkan ada yang bilang, kalau memberi nilai seperti itu bisa dianggap guru yang bodoh; bukan muridnya. Walau ada juga teman guru yang bilang kalau penilaianku itu adalah penilaian yang paling jujur karena dia juga sadar akan kualitas murid-murid kami; dan jujur belum tentu baik (??).

Saat semester baru, saya kembali masuk ke local tersebut. Lalu menjelaskan apa yang kurang dari mereka sehingga banyak dapat merah; malas buat tugas. Serta saya tegaskan, kalau masih malas terima lagi hasil yang sama. Sukses!! Walau tidak 100% namun grafiknya naik. Anak-anak itu tidak lagi berleha-leha membuat tugas atau latihan. Nilai mereka pun meningkat.

Tapi, suatu saat berkata pemilik rental playstation kepada teman sesama guru. Banyak anak-anak sekolah kami yang main ke tempatnya saat jam sekolah, lapornya. Saat ditegur, anak-anak itu malah bicara dengan santai kalau meskipun malas-malasan nanti bakalan lulus juga; karena sekolah mereka yang baik hati akan menyediakan joki saat ujian nasional biar tidak bermasalah.

Atau, saat seorang teman bicara sama saya tentang adiknya yang tidak mau belajar padahal mau ujian nasional. Ketika dinasehati supaya belajar dan peringati kalau bakalan tidak lulus, si adik dengan enteng menjawab; nanti juga dia dapat kunci jawaban soal ujian, jadi buat apa belajar lagi. Dan teman saya bertanya, “benarkah itu?”.

Jadi ini bangsa pemalas atau bangsa yang dibuat jadi malas?


* written by Rifky disini

Acknowledgment

First and foremost I would like to express thanks Allah SWT, The Almighty, The Most Merciful and The Most Compassionate who have given me strength and ability to finish the project without having many difficulties.

I am sincerely grateful and offer my deepest appreciation to my Supervisor, Mdm. Kalairasi Sonai Muthu for her kind attention, valuable time, great advices and brilliant ideas to guide me throughout the very early stage of this project in which have inspired and enriched my knowledge as a student.

I would also like to thank all of my friends and all the people who have helped, contributed, and supported me to construct this project. Especially for the one who has always been bothered by my nagging. I owe you a lot.

Finally, my deepest gratitude and thankfulness are dedicated to my parents for their encouragement, prayers, constructive criticisms and suggestions as the foundation of my confidence that I can complete the project successfully.







Muhammad Syaifuddin
26 August 2010

Labels:

Allah, How do I Love You?

 I was doing my Lail when suddenly remembered these verses and started to weep:

كَمَثَلِ ٱلشَّيۡطَـٰنِ إِذۡ قَالَ لِلۡإِنسَـٰنِ ٱڪۡفُرۡ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّى بَرِىٓءٌ۬ مِّنكَ إِنِّىٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ (١٦) فَكَانَ عَـٰقِبَتَہُمَآ أَنَّہُمَا فِى ٱلنَّارِ خَـٰلِدَيۡنِ فِيہَا‌ۚ وَذَٲلِكَ جَزَٲٓؤُاْ ٱلظَّـٰلِمِينَ (١٧) يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٌ۬ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٍ۬‌ۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ (١٨) وَلَا تَكُونُواْ كَٱلَّذِينَ نَسُواْ ٱللَّهَ فَأَنسَٮٰهُمۡ أَنفُسَہُمۡ‌ۚ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡفَـٰسِقُونَ (١٩) لَا يَسۡتَوِىٓ أَصۡحَـٰبُ ٱلنَّارِ وَأَصۡحَـٰبُ ٱلۡجَنَّةِ‌ۚ أَصۡحَـٰبُ ٱلۡجَنَّةِ هُمُ ٱلۡفَآٮِٕزُونَ (٢٠) لَوۡ أَنزَلۡنَا هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ عَلَىٰ جَبَلٍ۬ لَّرَأَيۡتَهُ ۥ خَـٰشِعً۬ا مُّتَصَدِّعً۬ا مِّنۡ خَشۡيَةِ ٱللَّهِ‌ۚ وَتِلۡكَ ٱلۡأَمۡثَـٰلُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ (٢١) هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ‌ۖ عَـٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَـٰدَةِ‌ۖ هُوَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ ٱلرَّحِيمُ (٢٢) هُوَ ٱللَّهُ ٱلَّذِى لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡمَلِكُ ٱلۡقُدُّوسُ ٱلسَّلَـٰمُ ٱلۡمُؤۡمِنُ ٱلۡمُهَيۡمِنُ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡجَبَّارُ ٱلۡمُتَڪَبِّرُ‌ۚ سُبۡحَـٰنَ ٱللَّهِ عَمَّا يُشۡرِڪُونَ (٢٣) هُوَ ٱللَّهُ ٱلۡخَـٰلِقُ ٱلۡبَارِئُ ٱلۡمُصَوِّرُ‌ۖ لَهُ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ‌ۚ يُسَبِّحُ لَهُ ۥ مَا فِى ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ‌ۖ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ (٢٤)

The meaning:

(And the hypocrites are) on the likeness of the devil when he telleth man to disbelieve, then, when he disbelieveth saith: Lo! I am quit of thee. Lo! I fear Allah, the Lord of the Worlds. (16) And the consequence for both will be that they are in the Fire, therein abiding. Such is the reward of evil-doers. (17) O ye who believe! Observe your duty to Allah. And let every soul look to that which it sendeth on before for the morrow. And observe your duty to Allah. Lo! Allah is Aware of what ye do. (18) And be not ye as those who forgot Allah, therefor He caused them to forget their souls. Such are the evil-doers. (19) Not equal are the owners of the Fire and the owners of the Garden. The owners of the Garden, they are the victorious. (20) If We had caused this Qur'an to descend upon a mountain, thou (O Muhammad) verily hadst seen it humbled, rent asunder by the fear of Allah. Such similitudes coin We for mankind that haply they may reflect. (21) He is Allah, than Whom there is no other God, the Knower of the Invisible and the Visible. He is the Beneficent, Merciful. (22) He is Allah, than Whom there is no other God, the Sovereign Lord, the Holy One, Peace, the Keeper of Faith, the Guardian, the Majestic, the Compeller, the Superb. Glorified be Allah from all that they ascribe as partner (unto Him). (23) He is Allah, the Creator, the Shaper out of naught, the Fashioner. His are the most beautiful names. All that is in the heavens and the earth glorifieth Him, and He is the Mighty, the Wise. (24)

It was the meaning that made me weep. Thinking about how incredible the devil is. He convinced me so that I could spend hours to think of her while I couldn't spend an hour to think of Allah. I remember her during day and night but I am not able to remember Allah besides the praying time. I could spend money to call her without any hesitation but when it came to infaq, I always think not to give too much money. And there are many things I could do for anyone but not for Allah. Although I already knew that in the end of the day, when all of the deeds are counted, the devil said that he is irresponsible of what I have done. That's why during this holy month, it is my aim to clean my heart as well as my mind. Hence I don't have to bother myself to look for the way how to love Allah. O God, please give me strength to go through this!

Labels: ,

Important Things in Life

There was this philosophy professor in a prestigious university who loved to teach students about important theories of the subject. Once, while his lecture was about to begin, he just closed the book and instead stood before his class with some items on the table in front of him. Students were curious but the professor without looking at them silently picked up a very large and empty mayonnaise jar. Thereafter, he started to fill it with small rocks. Once the jar appeared full, professor proceeded to ask his students ‘whether the jar was full?’

Entire class unanimously agreed that jar was indeed full. Next, the professor picked up some pebbles and began pouring them into the jar. The moment pouring was complete, he shook the jar lightly. As a result of that, all the pebbles rolled into the open areas between the rocks and settled comfortably.

Professor again asked the students if the jar is full. Same response from the class like before and they all agreed that the jar was full. Professor smiled a bit and this time he picked up a box of sand. He poured the box into the jar and sand filled the entire remaining spaces. Professor repeated his question to the class, if the jar was full? Yes again, was the unanimous response of the students.

Professor now turned towards the class and said, this jar represents your life. The entire things I poured into the jar symbolise some important lessons. The rocks are the most important things, i.e., family, your partner, health and your children. Even if everything else in your life goes away but the rocks remains there, your life would still be full because the most important things are still present in your life.

Pebbles represent other significant things like car, house and job etc. And the sand is the small stuff or everything else.

So the lesson to be learnt here is, you all have to be very selective about what to fill in the jar first and in what order. If your time and energy is spent on small stuff then there is no room for the pebbles or the rocks or in other words, most important things of your life. Always pay attention to things that are most important to you and never take things for granted.

So take care of rocks first and rest everything will fall into place.

The Buzzard, The Bat, and The Bumblebee

If you put a buzzard in a pen six or eight feet square and entirely open at the top, the bird, in spite of his ability to fly, will be an absolute prisoner. The reason is that a buzzard always begins a flight from the ground with a run of ten or twelve feet. Without space to run, as is his habit, he will not even attempt to fly, but will remain a prisoner for life in a small jail with no top.

The ordinary bat that flies around at night, a remarkable nimble creature in the air, cannot take off from a level place. If it is placed on the floor or flat ground, all it can do is shuffle about helplessly and, no doubt, painfully, until it reaches some slight elevation from which it can throw itself into the air. Then, at once, it takes off like a flash.

A Bumblebee if dropped into an open tumbler will be there until it dies, unless it is taken out. It never sees the means of escape at the top, but persists in trying to find some way out through the sides near the bottom. It will seek a way where none exists, until it completely destroys itself.

In many ways, there are lots of people like the buzzard, the bat and the bee. They are struggling about with all their problems and frustrations, not realizing that the answer is right there above them.

End of My Role

"All the world's a stage, and all the men and women merely players: they have their exits and their entrances; and one man in his time plays many parts..." (Jaques - As You Like It, Act II/Scene 7, p139–42 - Shakespeare, W)

Maybe this is the time for me to exit from your life. You have your life and i have mine. I shouldn't bother yours, and neither should you. If by any chance we can meet someday, I wish it will be under the eiffel tower. It will be even better if I am able to announce you as my wife. However, it is still a long way to go and I am going to focus on the things I have to do. So that I can fulfill one of my biggest dream, traveling around the world. With or without my own money. Similar to what Matt Harding did in his video below.



Despite of the reasons, I still consider you as my friend, my precious friend. Thus whenever you have problems, do not hesitate to call me. I am here to help. Be strong in your life, because I know you are stronger than what you think. Lastly, forgive my mistakes. Those were the attempts to cheer you up.

Labels:

Small Things Matter

Ucapan ulang tahun mungkin suatu hal yang simpel. Dan itu bukanlah hal yang penting untuk dilakukan, setidaknya bagi saya. Akan tetapi ternyata hal yang simpel seperti itu, bagi beberapa orang bisa jadi dianggap sebagai hal yang penting. Bukan ucapannya yang penting, maknanyalah yang lebih penting. Saya sedang tidak ingin berdebat dari segi agama apakah mengucapkan dan merayakan ulang tahun itu patut untuk dirayakan. Hal yang ingin saya tekankan adalah, ketika kita mengucapkan doa bagi teman yang berulang tahun, setidaknya dia tau bahwa masih ada orang yang memperhatikan bahkan terhadap hal kecil seperti tanggal ulang tahun. Dan itu akan lebih terasa ketika diucapkan oleh seorang sahabat. Well, for me, it isn't a big deal. Mau inget ulang tahun saya ato tidak, saya tidak terlalu mempermasalahkan. Toh tidak berarti persahabatan putus hanya gara-gara hal itu. Tapi karena saya hidup di dunia dimana orang berbeda-beda dan tidak semua berpikir seperti saya, maka saya akan sedikit meluangkan space memory di otak saya untuk mengingat hari ulang tahun orang-orang yang saya anggap penting. Setidaknya mereka akan merasa bahwa di luar sana masih ada orang-orang yang perhatian tentang hidup mereka. Lalu bagaimana dengan Anda?

Labels: ,

Mencintai dalam Diam

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam ...
karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ...
kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..

karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu.. menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..

karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt. pilihkan untukmu ...

ingatkah kalian tentang kisah Fathimah Az-Zahra dan 'Ali bin Abi Thalib kw?
yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ...
tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah

karena dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...
hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...
bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap pada-Nya?

dan jika memang 'cinta dalam diammu' itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata,
biarkan ia tetap diam ...

jika dia memang bukan milikmu, toh Allah, melalui waktu akan menghapus 'cinta dalam diammu' itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat ...

biarkan 'cinta dalam diammu' itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu ...

taken from here

She is Just an Exception

I just came from CEH course and found out that Ayoub had sent me an offline message through ym. What he said is unexpected. He read a news related to Julia Perez who is gonna go for upcoming regent election in Pacitan. Soon after he read the news, he gave me his comments. Here it is:

ayoub : what the ..........
"but Perez says people with deeply held religious beliefs still see sex as sinful"

ayoub : the most hilarious quoted
"’ I say, ‘No, I don’t agree about that.’ But if you don’t want to get sick, if you don’t want HIV, if you don’t want to have more kids, you use condoms."

ayoub : how about this
"People say I’m too young, that I don’t have the right to run because I’m too sexy. But politics is about honesty, it’s about having a good team. I can be like Barack Obama also."


As he asked me, I will give my comments here, instead of in the news. Since I think that there is a possibility there will be another similar case so I don't have to write the same comment again. According to the case, here are my opinions:

From the first time I heard this issue up until now, I do not agree with her decision to go for election, with any reasons. There are some reasons why I refuse to support her:
  1. She does not have any experience in people problems, in any fields. This is the main thing in order to proceed as a regent. How do you want your region to be developed if it is governed by a know-nothing person? Oke, there is a possibility that the team is great. However, the decision maker is still the head, which is going to be Julia Perez. Is she capable of it? To be honest, I really doubt it. What is she going to decide if she doesn't understand the problems at all? In the end, it will be her surrounding giving the influence.

  2. She is a sex symbol and allows free-sex. It is well-known in Indonesia that Julia Perez is an actress who is used to be in semi-sexual movies. Indonesia is a country having moslems as majority. So it does make sense if we act based on Al-Qur'an and Hadist. If Julia Perez becomes a regent, I have a feeling that prostitution will be increasing as well as raping. The leader represents the people under him/her. If the leader is bad, you can imagine what his/her people are going to be. And take note of this madam,
    FREE SEX IS PROHIBITED IN ISLAM WHETHER YOU ARE USING CONDOMS OR NOT.
    It is already stated clearly in AL-Qur'an and there is no objection among ulama'. Hence, why did you give a statement as if free sex is allowed as long as we use condom? It is not about HIV, it is about the foundation in our religion !!!

  3. She is a woman. Even there are some of ulama said that women are allowed to sit as a leader as long as it is in small scope, I prefer to follow another who said the opposite. It is not that I refuse to be ruled by a woman. However, if there are men who are still more capable of being such a leader, why should we choose a woman? Men are born to be a leader of women after all.

So, those are my opinions. Even I think it won't be satisfy him, I hope Ayoub will understand that she is not representing all of Indonesians. There are many Indonesians who still can think clearly not to support that woman during the election. And I really pray that she is not going to win.

Anyway, I am still an Indonesian, not a Hindonesian. :))

Congratulation

I don't know to say. When I was told that an acquaintance of mine got 3rd place in Imagine Cup, I was speechless. It's not that I wasn't happy. I was and am happy ! I am proud of them. They could make something to get other countries know about Indonesia. At the same time, I still do nothing. However, do I have to regret of what I didn't do ? Deep in my heart, yes I do. But it won't make any change. In the end, I'd like to do what I was going to do. I want to congratulate them.


YOU ALL ARE THE BEST, LIFE !



====

An oath : Someday I will surpass them.

Labels:

Music of The Month

I opened my rhytmbox, then it shuffled to this song. This song inspired me when I was down. To always believe that in the end of the day, I could be one of the brightest star.

Labels: , ,

Self-Encouragement

I asked for strength,
en Allah gave me difficulties to make me strong.

I asked for wisdom,
en Allah gave me problems to solve.

I asked for courage,
en Allah gave me obstacles to overcome.

I asked for love,
en Allah gave me troubled people to help.

I asked for flavors,
en Allah gave me opportunities.

"maybe I received nothing I wanted,
But I received everything I needed"


========

Recently, I am facing the most important phase in my life as university student. Final year project gave me a big headache. It's not that I do not understand of what my supervisor wanted me to do. But as I always told you, I am not that good in writing a report. Sadly, phase 1 is about writing what my project is gonna be. And that's where my problem came.

It is difficult for me, however I would not allow my self to be cracked by my own problems. My friends can get over it, so why I can't? I wish it just a matter of time till I get back my mood of writing. That's the reason why I put the poem above. Problems are there to be overcome. I believe on it. Besides, I have du'a from my parents. Come on myself, I know that you're able to handle it !

Labels:

Time Relativeness

Albert Einstein once stated that time is relative. Based on his theory, time is different between two persons standing in different points. Even the speed of moving object towards them is the same, they can't agree on the time it takes for other objects to travel relative to them. It is contradiction to what Newton said in "Principia Mathematica" that time.

Thus it is exciting to know that, according to theory of relativity, if you want to spend less time for attending the class, just simply go to the Burj Khalifa and establish new class there. Of course you need a huge amount of money. Moreover, if you want to have more time with your wife or your family, just simply go to the deepest ocean and build your own building there.

However, there is a simple way to make the time runs faster as well as slower. It is change our feeling towards it to the opposite. If we want to class being dismissed earlier, just love the subject. And you will feel that the time runs so fast. That is what happens to my life. Currently, I am in my last year in my university in order to pursue my degree. I dont know whether I should be happy or sad. Being last year student means I only have next one year to 'enjoy' my time as student. To think that I will face the work-live soon and be able to help my parents, I should be happy. However, when I think that I still have many ambitions which are not fulfilled yet till this time, I supposed to be sad. Either way, this is life. Time goes by, whether we want or not. I could choose not to take my FYP this trimester, but it means that I have to extend for another year for sure. In the end, I would regret for this choice. Since my father has told me to get my degree as soon as possible and contribute more to my family as well as my neighborhood. That's why I chose to take FYP this trimester, even the title is quite tough. Do I understand the title ? For the first time I met my supervisor, I had no idea what the title was about. I didnt even know how to construct the system based on the title. All was blur. But thanks to my supervisor, Mrs. Kaliarasi, she explained well enough to be understood by a mere student like me.

After all, I wish for your du'a so that I am able to finish my degree as having planned and get the result I already planned. Wish me luck, since the best weapon besides du'a is luck. :)

There is nothing to learn from a lesson without pain. Because you can't gain anything without sacrificing something in exchange. But when you overcome that pain and make the lesson your own, you will obtain an irreplaceable fullmetal heart.

Labels: ,

Transkrip Pidato Ibu Sri Mulyani di Hotel Ritz-Carlton

Saya rasanya lebih berat berdiri disini daripada waktu dipanggil Pansus Century. Dan saya bisa merasakan itu karena sometimes dari moral dan etikanya jelas berbeda. Dan itu yang membuat saya jarang sekali merasa grogi sekarang menjadi grogi.

Saya diajari Pak Marsilam untuk memanggil orang tanpa mas atau bapak, karena diangap itu adalah ekspresi egalitarian. Saya susah manggil ‘Marsilam’, selalu pakai ‘pak’, dan dia marah. Tapi untuk Rocky saya malam ini saya panggil Rocky (Rocky Gerung dari P2D) yang baik. Terimakasih atas…… (tepuk tangan)

Tapi saya jelas nggak berani manggil Rahmat Toleng dengan Rahmat Tolengtor, kasus. Terimakasih atas introduksi yang sangat generous. Saya sebetulnya agak keberatan diundang malam hari ini untuk dua hal. Pertama karena judulnya adalah memberi kuliah. Dan biasanya kalau memberi kuliah saya harus, paling tidak membaca textbook yang harus saya baca dulu dan kemudian berpikir keras bagaimana menjelaskan.

Dan malam ini tidak ada kuliah di gedung atau di hotel yang begitu bagus tu biasanya kuliah kelas internasional atau spesial biasanya. Hanya untuk eksekutif yang bayar SPP nya mahal. Dan pasti neolib itu (disambut tertawa). Oleh karena itu saya revisi mungkin namanya lebih adalah ekspresi saya untuk berbicara tentang kebijakan publik dan etika publik.

Yang kedua, meskipun tadi mas Rocky menyampaikan, eh salah lagi. Kalau tadi disebutkan mengenai ada dua laki-laki, hati kecil saya tetap saya akan mengatakan sampai hari ini saya adalah pembantu laki-laki itu (tepuk tangan). Dan malam ini saya akan sekaligus menceritakan tentang konsep etika yang saya pahami pada saat saya masih pembantu, secara etika saya tidak boleh untuk mengatakan hal yang buruk kepada siapapun yang saya bantu.

Jadi saya mohon maaf kalau agak berbeda dan aspirasinya tidak sesuai dengan amanat pada hari ini. Tapi saya diminta untuk bicara tentang kebijakan publik dan etika publik. Dan itu adalah suatu topik yang barangkali merupakan suatu pergulatan harian saya, semenjak hari pertama saya bersedia untuk menerima jabatan sebagai menteri di kabinet di Republik Indonesia itu.

Suatu penerimaan jabatan yang saya lakukan dengan penuh kesadaran, dengan segala upaya saya untuk memahami apa itu konsep jabatan publik. Pejabat negara yang pada dalam dirinya, setiap hari adalah melakukan tindakan, membuat pernyataan, membuat keputusan, yang semuanya adalah dimensinya untuk kepentingan publik.

Disitu letak pertama dan sangat sulit bagi orang seperti saya karena saya tidak belajar, seperti anda semua, termasuk siapa tadi yang menjadi MC, tentang filosofi. Namun saya dididik oleh keluarga untuk memahami etika di dalam pemahaman seperti yang saya ketahui. Bahwa sebagai pejabat publik, hari pertama saya harus mampu untuk membuat garis antara apa yang disebut sebagai kepentingan publik dengan kepentingan pribadi saya dan keluarga, atau kelompok.

Dan sebetulnya tidak harus menjadi muridnya Rocky Gerung di filsafat UI untuk pintar mengenai itu. Karena kita belajar selama 30 tahun dibawah rezim presiden Soeharto. Dimana begitu acak hubungan, dan acak-acakan hubungan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. Dan itu merupakan modal awal saya untuk memahami konsekuensi menjadi pejabat publik yang setiap hari harus membuat kebijakan publik dengan domain saya sebagai makhluk, yang juga punya privacy atau kepentingan pribadi.

Di dalam ranah itulah kemudian dari hari pertama dan sampai lebih dari 5 tahun saya bekerja untuk pemerintahan ini. Topik mengenai apa itu kebijakan publik dan bagaimana kita harus, dari mulai berpikir, merasakan, bersikap, dan membuat keputusan menjadi sangat penting. Tentu saya tidak perlu harus mengulangi, karena itu menyangkut, yang disebut, tujuan konstitusi, yaitu kepentingan masyarakat banyak. Yaitu mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur.

Jadi kebijakan pubik dibuat tujuannya adalah untuk melayani masyarakat, Kebijakan publik dibuat melalui dan oleh kekuasaan. Karena dia dibuat oleh institusi publik yang eksis karena dia merupakan produk dari suatu proses politik dan dia memiliki kekuasaan untuk mengeluarkannya. Disitulah letak bersinggungan, apa yang disebut sebagai ingridient utama dari kebijakan publik, yaitu unsur kekuasaan. Dan kekuasaan itu sangat mudah menggelincirkan kita.

Kekuasaan selalu cenderung untuk corrupt. Tanpa adanya pengendalian dan sistim pengawasan, saya yakin kekuasaan itu pasti corrupt. Itu sudah dikenal oleh kita semua. Namun pada saat anda berdiri sebagai pejabat publik, memiliki kekuasan dan kekuasan itu sudah dipastikan akan membuat kita corrupt, maka pertanyaan ‘kalau saya mau menjadi pejabat publik dan tidak ingin corrupt, apa yang harus saya lakukan?’

Oleh karena itu, di dalam proses-proses yang dilalui atau saya lalui, jadi ini lebih saya cerita daripada kuliah. Dari hari pertama, karena begitu khawatirnya, tapi juga pada saat yang sama punya perasaan anxiety untuk menjalankan kekuasaan, namun saya tidak ingin tergelincir kepada korupsi, maka pada hari pertama anda masuk kantor, anda bertanya dulu kepada sistem pengawas internal anda dan staff anda. Apalagi waktu itu jabatan dari Bappenas menjadi Menteri Keuangan. Dan saya sadar sesadar sadarnya bahwa kewenangan dan kekuasaan Kementrian Keuangan atau Menteri Keuangan sungguh sangat besar. Bahkan pada saat saya tidak berpikir corrupt pun orang sudah berpikir ngeres mengenai hal itu.

Bayangkan, seseorang harus mengelola suatu resources yang omsetnya tiap tahun sekitar, mulai dari saya mulai dari 400 triliun sampai sekarang diatas 1000 triliun, itu omset. Total asetnya mendekati 3000 triliun lebih.(batuk2).

Saya lihat (ehem!) banyak sekali (ehem lagi) kalau bicara uang terus langsung…. (ada air putih langsung datang di iringi ketawa hadirin). Saya sudah melihat banyak sekali apa yang disebut tata kelola atau governance. pada saat seseorang memegang suatu kewenangan dimana melibatkan uang yang begitu banyak. Tidak mudah mencari orang yang tidak tergiur, apalagi terpeleset, sehingga tergoda bahwa apa yang dia kelola menjadi seoalh-olah menjadi barang atau aset miliknya sendiri.

Dan disitulah hal-hal yang sangat nyata mengenai bagaimana kita harus membuat garis pembatas yang sangat disiplin. Disiplin pada diri kita sendiri dan dalam, bahkan, pikiran kita dan perasaan kita untuk menjalankan tugas itu secara dingin, rasional, dengan penuh perhitungan dan tidak membolehkan perasaan ataupun godaan apapun untuk, bahkan berpikir untuk meng-abusenya.

Barangkali itu istilah yang disebut teknokratis. Tapi saya sih menganggap bahwa juga orang yang katanya berasal dari akademik dan disebut tekhnokrat tapi ternyata ‘bau’nya tidak seperti itu. Tingkahnya apalagi lebih-lebih.

Jadi saya biasanya tidak mengklasifikasikan berdasarkan label. Tapi berdasarkan genuine product nya dia hasilnya apa, tingkah laku yang esensial.

Nah, di dalam hari-hari dimana kita harus membicarakan kebijakan publik, dan tadi disebutkan bahwa kewenangan begitu besar, menyangkut sebuah atau nilai resources yang begitu besar. Kita mencoba untuk menegakkan rambu-rambu, internal maupun eksternal.

Mungkin contoh untuk internal hari pertama saya bertanya kepada Inspektorat Jenderal saya. “Tolong beri saya list apa yang boleh dan tidak boleh dari seorang menteri.” Biasanya mereka bingung, tidak perndah ada menteri yang tanya begitu ke saya bu. Saya menteri boleh semuanya termasuk mecat saya.

Kalau seorang menteri kemudian menanyakan apa yang boleh dan nggak boleh, buat mereka menjadi suatu pertanyaan yang sangat janggal. Untuk kultur birokrat, itu sangat sulit dipahami. Di dalam konteks yang lebih besar dan alasan yang lebih besar adalah dengan rambu-rambu. Kita membuat standart operating procedure, tata cara, tata kelola untuk membuat bagaimana kebijakan dibuat. Bahkan menciptakan sistem check and balance.

Karena kebijakan publik dengan menggunakan elemen kekuasaan, dia sangat mudah untuk memunculkan konflik kepentingan. Saya bisa cerita berhari-hari kepada anda. Banyak contoh dimana produk-produk kebijakan sangat memungkinkan seorang, pada jabatan Menteri Keuangan, mudah tergoda. Dari korupsi kecil hingga korupsi yang besar. Dari korupsi yang sifatnya hilir dan ritel sampai korupsi yang sifatnya upstream dan hulu.

Dan bahkan dengan kewenangan dan kemampuannya dia pun bisa menyembunyikan itu. Karena dengan kewenangan yang besar, dia juga sebetulnya bisa membeli sistem. Dia bisa menciptakan network. Dia bisa menciptakan pengaruh. Dan pengaruh itu bisa menguntungkan bagi dirinya sendiri atau kelompoknya.

Godaan itulah yang sebetulnya kita selalu ingin bendung. Karena begitu anda tergelincir pada satu hal, maka tidak akan pernah berhenti. Namun, meskipun kita mencoba untuk menegakkan aturan, membuat rambu-rambu, dengan menegakkan pengawasan internal dan eksternal, sering bahwa pengawasan itu pun masih bisa dilewati. Disinilah kemudian muncul, apa yang disebut unsur etika. Karena etika menempel dalam diri kita sendiri. Di dalam cara kita melihat apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, apakah sesuatu itu menghianati atau tidak menghianati kepentingan publik yang harus kita layani. Apakah kita punya keyakinan bahwa kita tidak sedang menghianati kebenaran. Etika itu ada di dalam diri kita.

Dan kemudian kalau kita bicara tentang total, atau di dalam bahasa ekonomi yang keren namanya agregat, setiap kepala kita dijumlahkan menjadi etika yang jumlahnya agregat atau publik, pertanyaannya adalah apakah di dalam domain publik ini setiap etika pribadi kita bisa dijumlahkan dan menghasilkan barang publik yang kita inginkan, yaitu suatu rambu-rambu norma yang mengatur dan memberikan guidance kepada kita.

Saya termasuk yang sungguh sangat merasakan penderitaan selama menjadi menteri. Karena itu tidak terjadi. Waktu saya menjadi menteri, sering saya harus berdiri atau duduk berjam-jam di DPR. Disitu anggota DPR bertanya banyak hal. Kadang-kadang bernada pura-pura sungguh-sungguh. Mereka mengkritik begitu keras. Tapi kemudian mereka dengan tenangnya mengatakan ‘Ini adalah panggung politik bu.’

Waktu saya dulu masuk menteri keuangan pertama saya masih punya dua Dirjen yang sangat terkenal, Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai saya. Mereka sangat powerfull. Karena pengaruhnya, dan respectability karena saya tidak tahu karena kepada angota dewan sangat luar biasa. Dan waktu saya ditanya, mulainya dari…? Segala macem. Setiap keputusan, statemen saya dan yang lain-lain selalu ditanya dengan sangat keras. Saya tadinya cukup naif mengatakan, “Oh ini ongkos demokrasi yang harus dibayar.” Dan saya legowo saja dengan tenang menulis pertanyaan-pertanyaan mereka. Waktu sudah ditulis mereka keluar ruangan, nggak pernah peduli mau dijawab atau tidak. Kemudian saya dinasehati oleh Dirjen saya itu, “Ibu tidak usah dimasukkan ke hati bu. Hal seperti itu hanya satu episod drama saja.”

Tapi kemudian itu menimbulkan satu pergolakan batin orang seperti saya. Karena saya kemudian bertanya. Tadi dikaitkan dengan etika publik, kalau orang bisa secara terus menerus berpura-pura, dan media memuat, dan tidak ada satu kelompokpun mengatakan bahwa itu kepura-puraan maka kita bertanya, apalagi? siapa lagi yang akan menjadi guidance? yang mengingatkan kita dengan, apa yang disebut, norma kepantasan. Dan itu sungguh berat. Karena saya terus mengatakan kalau saya menjadi pejabat publik, ongkos untuk menjadi pejabat publik, pertama, kalau saya tidak corrupt, jelas saya legowo nggak ada masalah. Tapi yang kedua saya menjadi khawatir saya akan split personality.

Waktu di dewan saya menjadi personality yang lain, nanti di kantor saya akan menjadi lain lagi, waktu di rumah saya lain lagi. Untung suami dan anak-anak saya tidak pernah bingung yang mana saya waktu itu. Dan itu sesuatu yang sangat sulit untuk seorang seperti saya untuk harus berubah-ubah.

Kalau pagi lain nilainya dengan sore, dan sore lain dengan malam. Malam lain lagi dengan tengah malam. Kan itu sesuatu yang sangat sulit untuk diterima. Itu ongkos yang paling mahal bagi seorang pejabat publik yang harus menjalankan dan ingin menjalankan secara konsisten. Nah, oleh karena itu, di dalam konteks inilah kita kan bicara mengenai kebijakan publik, etika publik yang seharusnya menjadi landasan, arahan bagi bagaimana

kita memproduksi suatu tindakan, keputusan, yang itu adalah untuk urusan rakyat. Yaitu kesejahteraan rakyat, mengurangi penderitaan mereka, menaikkan suasana atau situasi yang baik di masyarakat, namun di sisi lain kita harus berhadapan dengan konteks kekuasaan dan struktur politik. Dimana buat mereka norma dan etika itu nampaknya bisa tidak hanya double standrart, triple standart.

Dan bahkan kalau kita bicara tentang istilah dan konsep mengenai konflik kepentingan, saya betul-betul terpana. Waktu saya menjadi executive director di IMF, pertama kali saya mengenal apa yang disebut birokrat dari negara maju. Hari pertama saya diminta untuk melihat dan tandatangan mengenai etika sebagai seorang executive director, do dan don’ts. Disitu juga disebutkan mengenai konsep konflik kepentingan. Bagaimana suatu institusi yang memprodusir suatu policy publik, untuk level internasional, mengharuskan setiap elemen, orang yang terlibat di dalam proses politik atau proses kebijakan itu harus menanggalkan konflik kepentingannya. Dan kalau kita ragu kita boleh tanya, apakah kalau saya melakukan ini atau menjabat yang ini apakah masuk dalam domain konflik kepentingan. Dan mereka memberikan counsel untuk kita, untuk bisa membuat keputusan yang baik. Sehingga bekerja di institusi seperti itu menurut saya mudah. Dan kalau sampai anda tergelincir ya kebangetan aja anda.

Namun waktu kembali ke Indonesia dan saya dengan pemahaman mengenai konsep konflik kepentingan, saya sering menghadiri suatu rapat membuat suatu kebijakan, dimana kebijakan itu akan berimplikasi kepada anggaran, entah belanja, entah insentif, dan pihak yang ikut duduk dalam proses kebijakan itu adalah pihak yang akan mendapatkan keuntungan itu. Dan tidak ada rasa risih. Hanya untuk menunjukkan yang penting pemerintahan efektif, jalan. Kuenya dibagi ke siapa itu adalah urusan sekunder.

Anda bisa melihat bahwa kalau pejabat itu adalah background-nya pengusaha, meskipun yang bersangkutan mengatakan telah meninggalkan seluruh bisnisnya, tapi semua orang tahu bahwa adiknya, kakaknya, anaknya, dan teteh, mamah, aa’ semuanya masih run. Dan dengan tenangnya, berbagai kebijakan, bahkan yang membuat saya terpana, kalau dalam hal ini apa disebutnya? kalau dalam bahasa inggris apa disebutnya? i drop my job atau apa..bengong itu.

Kita bingung bahwa ada suatu keputusan dibuat, dan saya banyak catatan pribadi saya di buku saya. Ada keputusan ini, tiba-tiba besok lagi keputusan itu ternyata yang menimport adalah perusahaannya dia.

Nah ini merupakan sesuatu hal yang barangkali tanpa harus mendramatisir yang dikatakan oleh Rocky tadi seolah-olah menjadi the most reason phenomena. Kita semua tahu, itulah penyakit yang terjadi di jaman orde baru. Hanya dulu dibuatnya secara tertutup, tapi sekarang dengan kecanggihan, karena kemampuan dari kekuasaan, dia mengkooptasi decision making process juga.

Kelihatannya demokrasi, kelihatannya melalui proses check and balance, tapi di dalam dirinya, unsur mengenai konflik kepentingan dan tanpa etika begitu kental. Etika itu barang yang jarang disebut pak.

Ada suatu saat saya membuat rapat dan rapat ini jelas berhubungan dengan beberapa perusahaan. Kebetulan ada beberapa dari yang kita undang, dia adalah komisaris dari beberapa perusahaan itu. Kami biasa, dan saya mengatakan dengan tenang, bagi yang punya afiliasi dengan apa yang kita diskusikan silahkan keluar dari ruangan. Memang itu adalah tradisi yang coba kita lakukan di kementerian keuangan. Kebetulan mereka adalah teman-teman saya.

Jadi teman-teman saya itu dengan bitter mengatakan, “Mbak ani jangan sadis-sadis amat lah kayak gitu. Kalaupun kita disuruh keluar juga diem-diem aja. Nggak usah caranya kayak gitu.”

Saya ingin menceritakan cerita seperti ini kepada anda bagaimana ternyata konsep mengenai etika dan konflik kepentingan itu, bisa dikatakan sangat langka di republik ini. Dan kalau kita berusaha untuk menjalankan dan menegakkan, kita dianggap menjadi barang yang aneh. Jadi tadi kalau MC nya menjelaskan bahwa saya ingin menjelaskan bahwa di luar gua itu ada sinar dan dunia yang begitu bagus, di dalam saya dianggap seperti orang yang cerita yang nggak nggak aja. Belum kalau di dalam konteks politik besar, kemudian, wah ini konsep barat pasti ‘Lihat saja Sri Mulyani, neolib.’

Jadi saya mungkin akan mengatakan bagaimana ke depan di dalam proses politik. Tentu adalah suatu keresahan buat kita. Karena episod yang terjadi beberapa kali adalah bahwa di dalam ruangan publik, rakyat atau masyarakat yang harusnya menjadi the ultimate shareholder dari kekuasaan. Dia memilih, kepada siapapun CEO di republik ini dan dia juga memilih dari orang-orang yang diminta untuk menjadi pengawas atau check terhadap CEO nya.

Dan proses ini ternyata juga tidak murah dan mudah. Sudah banyak orang yang mengatakan untuk menjadi seorang jabatan eksekutif dari level kabupaten, kota, propinsi, membutuhkan biaya yang luar biasa, apalagi presiden pastinya.

Dan biayanya sungguh sangat tidak bisa dibayangkan untuk suatu beban seseorang. Saya menteri keuangan saya biasa mengurusi ratusan triliun bahkan ribuan, tapi saya tidak kaget dengan angka. Tapi saya akan kaget kalau itu menjadi beban personal.

Seseorang akan menjadi kandidat mengeluarkan biaya sebesar itu. Kalkulasi mengenai return of investment saja tidak masuk. Bagaimana anda mengatakan dan waktu saya mengatakan saya lihat struktur gaji pejabat negara sungguh sangat tidak rasional. Dan kita pura-pura tidak boleh menaikkan karena kalau menaikkan kita dianggap mau mensejahterakan diri sebelum mensejahterakan rakyat. Sehingga muncullah anomali yang sangat tidak bisa dijelaskan oleh logika akal sehat, bahkan Rocky bilangnya ada akal miring. Saya mencoba sebagai pejabat negara untuk mengembalikan akal sehat dengan mengatakan strukturnya harus dibenahi lagi. Namun toh tetap tidak bisa menjelaskan suatu proses politik yang begitu sangat mahalnya.

Sehingga memunculkan suatu kebutuhan untuk berkolaborasi dengan sumber finansialnya. Dan disitulah kontrak terjadi. Di tingkat daerah, tidak mungkin itu dilakukan dengan membayar melalui gajinya. Bahkan melalui APBD nya pun tidak mungkin karena size dari APBN nya kadang-kadang tidak sebesar atau mungkin juga lebih sulit. Sehingga yang bisa adalah melalui policy. Policy yang bisa dijual belikan. Dan itu adalah adalah bentuk hasil dari suatu kolaborasi.

Pertanyaan untuk kita semua, bagaimana kita menyikapi hal ini di dalam konteks bahwa produk dari kebijakan publik, melalui sebuah proses politik yang begitu mahal sudah pasti akan di stated dengan struktur yang membentuk awalnya.

Karena kebijakan publik adalah hilirnya, hasil akhir. Hulunya yang memegang kekuasaan, lebih hulu lagi adalah prosesnya untuk mendapatkan kekuasaan itu demikian mahal. Dan itu akan menjadi pertanyaan yang concern untuk sebuah sistem demokrasi. Maka pada saat kita dipilih atau diminta untuk menjadi pembantu atau menjadi bagian dari pemerintah, Tentu kita tidak punya ilusi bahwa ruangan politik itu vakum atau hampa dari kepentingan. politik dimana saja pasti tentang kepentingan.

Dan kepentingan itu kawin diantara beberapa kelompok untuk mendapatkan kekuasaan itu. Pasti itu perkawinannya adalah pada siapa saja yang menjadi pemenang.

Kalau pada hari ini tadi disebutkan ada yang menanyakan atau menyesalkan atau ada yang menangisi ada yang gelo (jawa:menyesal. red), kenapa kok Sri Mulyani memutuskan untuk mundur dari Menteri Keuangan. Tentu ini adalah suatu kalkulasi dimana saya menganggap bahwa sumbangan saya, atau apapun yang saya putuskan sebagai pejabat publik tidak lagi dikehendaki di dalam sistem politik. Dimana perkawinan kepentingan itu begitu sangat dominan dan nyata. Banyak yang mengatakan itu adalah kartel, saya lebih suka pakai kata kawin, walaupun jenis kelaminnya sama. (ketawa dan tepuk tangan), karena politik itu lebih banyak lakinya daripada perempuan makanya saya katakan tadi. Hampir semua ketua partai politik laki kecuali satu. Dan di dalam bahwa dimana sistem politik tidak menghendaki lagi atau dalam hal ini tidak memungkinkan etika publik itu bisa dimunculkan, maka untuk orang seperti saya akan menjadi sangat tidak mungkin untuk eksis. Karena pada saat saya menerima tangung-jawab untuk menjadi pejabat publik, saya sudah berjanji kepada diri saya sendiri, saya tidak ingin menjadi orang yang akan menghianati dengan berbuat corrupt. Saya tidak mengatakan itu gampang. Sangat painful. Sungguh painful sekali. Dan saya tidak mengatakan bahwa saya tidak pernah mengucurkan atau meneteskan airmata untuk menegakkan prinsip itu. Karena ironinya begitu besar. Sangat besar. Anda memegang kekuasaan begitu besar. Anda bisa, anda mampu, anda bahkan boleh, bahkan diharapkan untuk meng abuse nya oleh sekelompok yang sebetulnya menginginkan itu terjadi agar nyaman dan anda tidak mau. (tepuk tangan) Pada saat yang sama anda tidak selalu di apresiasi. P2D kan baru muncul sesudah saya mundur (ketawa, disini dia terlihat mengusapkan saputangan ke matanya).

Jadi ya terlambat tidak apa-apa, terbiasa. Saya masih bisa menyelamatkan republik ini lah. Jadi saya tidak tahu tadi, Rocky tidak ngasih tahu saya berapa menit atau berapa jam. Soalnya diatas jam 9 argonya lain lagi nanti. Jadi saya gimana harus menutupnya. Nanti kayaknya nyanyi aja balik terus nanti. Mungkin saya akan mengatakan bahwa pada bagian akhir kuliah saya ini atau cerita saya ini saya ingin menyampaikan kepada semua kawan-kawan disini.

Saya bukan dari partai politik, saya bukan politisi, tapi tidak berarti saya tidak tahu politik. Selama lebih dari 5 tahun saya tahu persis bagaimana proses politik terjadi. Kita punya perasaan yang bergumul atau bergelora atau resah. Keresahan itu memuncak pada saat kita menghadapi realita jangan-jangan banyak orang yang ingin berbuat baik merasa frustasi. Atau mungkin saya akan less dramatic. Banyak orang-orang yang harus dipaksa untuk berkompromi dan sering kita menghibur diri dengan mengatakan kompromi ini perlu untuk kepentingan yang lebih besar.

Sebetulnya cerita itu bukan cerita baru, karena saya tahu betul pergumulan para teknokrat jaman pak Harto, untuk memutuskan stay atau out adalah pada dilema, apakah dengan stay saya bisa membuat kebijakan publik yang lebih baik sehingga menyelamatkan suatu kerusakan yang lebih besar. Atau anda out dan anda disitu akan punya kans untuk berbuat atau tidak, paling tidak resiko getting associated with menjadi less. Personal gain, public loss. If you are stay, dan itu yang saya rasakan 5 tahun, you suddenly feel that everybody is your enemy.

Karena no one yang sangat simpati dan tahu kita pun akan tidak terlalu happy karena kita tetap berada di dalam sistem. Yang tidak sejalan dengan ktia juga jengkel karena kita tidak bisa masuk kelompok yang bisa diajak enak-enakan. Sehingga anda di dalam sandwich di dua hal itu. Dan itu bukan suatu pengalaman yang mudah. Sehingga kita harus berkolaborasi untuk membuat space yang lebih enak, lebih banyak sehingga kita bisa menemukan kesamaan.

Nah kalau kita ingin kembali kepada topiknya untuk menutup juga, saya rasa forum-forum semacam ini atau saya mengatakan kelompok seperti anda yang duduk pada malam hari ini adalah kelompok kelas menengah. Yang sangat sadar membayar pajak. Membayarnya tentu tidak sukarela, tidak seorang yang patriotik yang mengatakan dia membayar pajak sukarela. Tapi meskipun tidak sukarela, anda sadar bahwa itu adalah suatu kewajiban untuk menjaga republik ini tetap berdaulat. Dan orang seperti anda yang tau membayar pajak adalah kewajiban dan sekaligus hak untuk menagih kepada negara, mengembalikan dalam bentuk sistim politik yang kita inginkan. Maka sebetulnya di tangan orang-orang seperti anda lah republik ini harus dijaga. Sungguh berat, dan saya ditanya atau berkali-kali di banyak forum untuk ditanya, kenapa ibu pergi?. Bagaimana reformasi, kan yang dikerjakan semua penting. Apakah ibu tidak melihat Indonesia sebagai tempat untuk pengabdian yang lebih penting dibandingkan bank dunia.

Seolah-olah sepertinya negara ini menjadi tanggungjawab Sri Mulyani. Dan saya keberatan. Dan saya ingin sampaikan di forum ini karena anda juga bertanggung-jawab kalau bertanya hal yang sama ke saya. Anda semua bertanggungjawab sama seperti saya. Mencintai republik ini dengan banyak sekali pengorbanan sampai saya harus menyampaikan kepada jajaran pajak, jajaran bea cukai, jajaran perbendaharaan, “Jangan pernah putus asa mencintai republik.”

Saya tahu, sungguh sulit mengurusnya pada masa-masa transisi yang sangat pelik. Kecintaan itu paling tidak akan terus memelihara suara hati kita. Dan bahkan menjaga etika kita di dalam betindak dan berbuat serta membuat keputusan. Dan saya ingin membagi kepada teman-teman disini, karena terlalu banyak di media seolah-olah ditunjukkan yang terjadi dari aparat di kementrian keuangan yang sudah direformasi masih terjadi kasus seperti Gayus.

Saya ingin memberikan testimoni bahwa banyak sekali aparat yang betul-betul genuinly adalah orang-orang yang dedicated. Mereka yang cinta republik sama seperti anda. Mereka juga kritis, mereka punya nurani, mereka punya harga diri. Dia bekerja pada masing-masing unit, mungkin mereka tidak bersuara karena mereka adalah bagian dari birokrat yang tidak boleh bersuara banyak tapi harus bekerja.

Sebagian kecil adalah kelompok rakus, dan dengan kekuasaan sangat senang untuk meng abuse. Tapi saya katakan sebagian besar adalah orang-orang baik dan terhormat. Saya ingin tolong dibantu, berilah ruang untuk orang-orang ini untuk dikenali oleh anda juga dan oleh masyarakat. Sehingga landscape negara ini tidak hanya didominasi oleh cerita, oleh tokoh, apalagi dipublikasi dengan seolah-olah menggambarkan bahwa seluruh sistem ini adalah buruk dan runtuh. Selama seminggu ini saya terus melakukan pertemuan dan sekaligus perpisahan dengan jajaran di kementrian keuangan dan saya bisa memberikan, sekali lagi, testimoni bahwa perasaan mereka untuk membuktikan bahwa reform bisa jalan ada disana. Bantu mereka untuk tetap menjaga api itu. Dan jangan kemudian anda disini bicara dengan saya, ya bisa diselamatkan kalau sri mulyani tetap menjadi Menteri keuangan. Saya rasa tidak juga.

Suasana yang kita rasakan pada minggu-minggu yang lalu, bulan-bulan yang lalu, seolah-olah persoalan negara ini disandera oleh satu orang, sri mulyani. Sedemikian pandainya proses politik itu diramu sedemikian sehingga seolah-olah persoalannya menjadi persoalan satu orang. Seseorang yang pada suatu ketika dia harus membuat keputusan yang sungguh tidak mudah, dengan berbagai pergumulan, kejengkelan, kemarahan, kecapekan, kelelahan, namun dia harus tetap membuat kebijakan publik. Dia berusaha, berusaha di setiap pertemuan, mencoba untuk meneliti dirinya sendiri apakah dia punya kepentingan pribadi atau kelompok, dan apakah dia diintervensi atau tidak, apakah dia membuat keputusan karena ada tujuan yang lain. Berhari-hari, berjam-jam dia bertanya, dia minta, dia mengundang orang dan orang-orang ini yang tidak akan segan mengingatkan kepada saya. Meskipun mereka tahu saya menteri, mereka lebih tua dari saya. Orang seperti pak Darmin, siapa yang bisa bilang atau marahin pak marsilam? wong semua orang dimarahin duluan sama dia.

Mereka ada disana hanya untuk mengingatkan saya berbagai rambu-rambu, berbagai pilihan dan pilihan sudah dibuat. Dan itu dilaporkan, dan itu diaudit dan itu kemudian dirapatkan secara terbuka. Dan itu kemudian dirapatkerjakan di DPR. Bagaimana mungkin itu kemudian 18 bulan kemudian dia seolah-olah menjadi keputusan individu seorang Sri Mulyani. Proses itu berjalan dan etika sunyi. Akal sehat tidak ada. Dan itu memunculkan suatu perasaan apakah pejabat publik yang tugasnya membuat kebijakan publik pada saat dia sudah mengikuti rambu-rambu, dia masih bisa divictimize oleh sebuah proses politik.

Saya hanya mengatakan, kalau dulu pergantian rezim orde lama ke orde baru, semua orang di stigma komunis, kalau ini khusus didisain pada era reformasi seorang distigma dengan sri mulyani identik dengan century. Mungkin kejadiannya di satu orang saja, tapi sebetulnya analogi dan kesamaan mengenai suatu penghakiman telah terjadi.

Sebetulnya disitulah letak kita untuk mulai bertanya, apakah proses politik yang di dorong, yang di motivate, yang ditunggangi oleh suatu kepentingan membolehkan seseorang untuk dihakimi, bahkan tanpa pengadilan. Divonis tanpa pengadilan. Itu barangkali adalah suatu episod yang sebetulnya sudah berturut-turut kita memahami konsekuensi sebagai pejabat publik yang tujuannya membuat kebijakan publik, dan berpura-pura seolah-olah ada etika dan norma yang menjadi guidance kita dibenturkan dengan realita-realita politik.

Dan untuk itu, saya hanya ingin mengatakan sebagai penutup, sebagian dari anda mengatakan apakah Sri mulyani kalah, apakah sri mulyani lari? Dan saya yakin banyak yang menyesalkan keputusan saya. Banyak yang menganggap itu adalah suatu loss atau kehilangan. Diantara anda semua yang ada disini, saya ingin mengatakan bahwa saya menang. Saya berhasil. Kemenangan dan keberhasilan saya definisikan menurut saya karena tidak didikte oleh siapapun termasuk mereka yang menginginkan saya tidak disini. (applause)

Saya merasa berhasil dan saya merasa menang karena definisi saya adalah tiga. Selama saya tidak menghianati kebenaran, selama saya tidak mengingkari nurani saya, dan selama saya masih bisa menjaga martabat dan harga diri saya, maka disitu saya menang. Terimakasih. (standing applause) . [18-05-2010 'Kuliah Umum tentang Kebijakan Publik dan Etika Publik']

[Ririn Radiawati, jurnalis Media Indonesia]

Note :

I did both read and hear the speech, tapi entah kenapa tiba-tiba terpikir untuk repost pidato terakhir dari bu Sri Mulyani pada tanggal 18 kemarin. Yah, it might be a bit late to post this article. But I believe that someday this maybe useful for me :D.

Labels:

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists