Showing posts with label My Society in My Opinion. Show all posts
Showing posts with label My Society in My Opinion. Show all posts

Ilmu Bisul

Jika Anda bertanya kepada saya apa ilmu yang didapat dari sebuah bisul, ditinjau dari segi kesehatan atau hukum fisika manapun, tidak ada korelasi apapun antara ilmu dengan bisul. Akan tetapi bagi saya, bisul yang saya alami memberi saya setidaknya satu ilmu baru, secara tidak langsung tentu saja. Apa yang saya dapat bermula dari bisul yang tumbuh di kaki saya sejak beberapa hari yang lalu. Tidak ada masalah jika bisul itu terletak di tempat yang tidak strategis, seperti paha atau lengan misalnya. Sayangnya, bisul saya yang ini tumbuh di tempurung lutut sedikit melebar ke kanan. Apa bedanya ? Bayangkan saja ketika Anda sholat, dimana bagian tubuh yang pertama kali menginjak tanah pada saat hendak sujud adalah lutut, tepat di tempat itu pula terdapat luka. Sakit sekali bukan ? Itu untuk sholat, bagaimana ketika Anda jalan ? Dimana untuk berjalan lutut akan secara simultan menekuk dan melurus lagi, yang berakibat kulit di sekitar tempurung akan mengalami kontraksi dan relaksasi. Dengan kata lain, bisul saya ini seperti layangan yang ditarik dan diulur ketika saya berjalan. Jangan tanyakan kepada saya betapa tidak enaknya merasakan hal itu. Maka saat berjalan pun saya menyeret seperti orang pincang sebelah.

Efek dari bisul ini pula yang membuat saya membatalkan rencana saya sebelumnya untuk pergi ke Taylor University untuk mendukung roommate saya yang berpartisipasi di cabang basketball. Dan ini membuat saya menghabiskan weekend ini di kamar, sekalipun mau tidak mau besok atau senin saya harus pergi ke Melaka untuk mengurus persyaratan kelanjutan study saya selanjutnya. Bosan di rumah dan tidak tau harus berbuat apa, saya melakukan hal yang biasa saya lakukan saat bosan, mencari tulisan yang menarik untuk dibaca. Setelah blogwalking ke beberapa blog yang saya bookmark, saya membaca tulisan saudara Prama yang berkaitan tentang paradigma yang salah di sekolah. Saya tidak mengenal dia, sekalipun dia sekolah di STAN dan ada beberapa teman saya yang juga sekolah disana. Saya pertama kali membaca tulisan dia di kaskus dan suka ide dari tulisan yang dia pada bacaan pertama karena sebagian besar yang dia tulis, itu mirip dengan apa yang pernah saya pikirkan atau diskusikan.

Inti dari tulisan itu sebenarnya sederhana saja,

Sekolah itu tempat untuk mencari ilmu, bukan untuk mencari sertifikat. Dan ilmu yang didapat dari pendidikan itu sebisa mungkin membuat kita menjadi lebih bermanfaat kepada orang lain. Karena untuk apa Anda sekolah tinggi-tinggi, jauh ke luar negeri, jika nanti yang berhasil hanya bermanfaat untuk Anda seorang ?

Hal itu langsung membuat saya teringat dengan apa yang saya sering saya lakukan, mengajar. Sebenarnya, dibanding dengan mengajar, apa yang saya lakukan lebih ke arah memberikan les. Saya cenderung tidak bisa menolak ketika ada orang yang membutuhkan bantuan dalam memahami suatu pelajaran dimana saya cukup paham. Bahkan sekalipun saya harus datang ke rumahnya di malam hari atau dia datang ke rumah disaat itu jam santai saya, saya tetap bersedia. Bukan bayaran yang membuat saya melakukan hal tersebut, karena mereka hampir tidak pernah membayar apapun, yang saya cari adalah kebermanfaatan ilmu dari yang saya miliki. Bayangkan jika saya bisa menulis program untuk smartphone lalu ilmu tentang itu saya sebarkan, berapa banyak yang bisa mengambil manfaat dari hal kecil itu ? Dan hal yang paling menggembirakan bagi saya adalah ketika teman saya tersebut memahami apa yang saya pahami. Ini lebih terasa efek bahagianya dibanding saya hanya sekadar menerima bayaran.

Jika Anda bertanya, apakah tujuan dari tulisan ini untuk membesar-besarkan apa yang telah saya lakukan ? Well, it's not what I meant. Saya hanya ingin kita menerapkan inti dari pendidikan yang telah kita tempuh selama ini. Bukan gelar S.T, Lc.,B.Sc, Ph.D, Dr., atau apapun itu. Yang paling penting dari Anda menuntut ilmu adalah manfaat yang bisa Anda bagi setelah Anda mendapatkan ilmu tersebut. Bukankah ilmu yang bermanfaat akan menemani kita hingga di alam barzah bersama dengan amal dan doa anak yang shaleh ? Apa gunanya jika seorang yang bergelar Ph.D tapi tidak lebih bermanfaat dari seorang yang tidak tamat kuliah semacam Bob Sadino ? Apa yang Anda inginkan untuk diingat orang ketika Anda meninggal ? Tidak ada seorangpun yang akan mengingat gelar Anda. Bahkan orang akan lebih mengingat Bjarne Stroustrup sebagai inventor C++ daripada professor di Texas A&M University. Pernah dengar apa gelar Isaac Newton ? Saya jamin Anda bahkan tidak tau kalau Isaac Newton adalah seorang profesor di Trinity College. Jadi untuk apa sekolah tinggi-tinggi jika yang dicari adalah selembar kertas ?

Nah, untuk bisa berpikir seperti itu, maka peran orangtua tentu sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir. Seperti apa yang saya alami. Orangtua saya selalu menekankan untuk bermanfaat bagi orang lain. Bagi umi atau abi, nilai jelek bukanlah suatu musibah. Sekalipun mereka tetap bangga ketika anak-anaknya mendapatkan nilai yang terbagus. Tidak hanya itu, abi saya bahkan mempunyai grand design untuk membangkitkan nama Islam. Salah satunya adalah dengan membangun sekolah yang bukan sembarang sekolah. Ini dimulai dari menyebar anak-anaknya ke berbagai bidang ilmu dan menyatukan mereka ketika sudah tiba saatnya. Sehingga tidak akan ada dikotomi antara ilmu dien dengan ilmu eksak. Berkaitan dengan sekolah ini pula, saya sudah mempunyai angan-angan akan seperti apa sekolah saya nanti. Visi, misi, target, dan tingkat keberhasilan. Saya akan membahas tentang sekolah ini suatu saat nanti. Sekalipun sekolah dalam pandangan saya mirip dengan yang dipikir oleh Prama disini. Well, I assume you already got the point of this post. If you did, it will be much better if you start to implement it immediately. In the end, together we will make the world better.


-----
[+] Tulisan tentang mitos uang belum sempat saya lanjutkan karena saya harus mencari beberapa data lagi yang berkaitan. Semoga bisa selesai secepatnya.

Mitos Uang : Bagian II

Bagian ini merupakan kelanjutan dari bagian I yang sudah saya post sebelumnya. Yang terdapat di bagian ini adalah klimaks dan permasalahan yang terjadi setelah Oliver memulai sistem perbankan miliknya. Ini bukanlah akhir dari 'dongeng' tentang mitos uang. Masih ada bagian berikutnya yang berisi pendapat dari Louis Even serta apa yang saya dapat setelah membaca cerita ini.

9. Sebuah Masalah Arimatika


Uang dari Oliver beredar dengan cepat di pulau tersebut. Perdagangan, karena dipermudah oleh adanya uang, pun meningkat dua kali lipat. Semua orang bahagia. Si bankir pun mulai mendapat status dan rasa hormat dari kelima orang tersebut.


Tetapi, mari kita lihat… Mengapa si Tom tampak murung? Karena Tom, sama seperti teman-temannya, telah menandatangani surat perjanjian kepada Oliver. Dalam waktu satu tahun, $200 + $16 bunga harus dikembalikan. Tetapi Tom hanya menyisakan beberapa dolar sekarang, dan waktu untuk membayar sudah semakin dekat.

Sudah lama juga dia bimbang.. Oliver meminjamkan $1000 kepada mereka berlima, tetapi uang yang harus dikembalikan adalah $1080. Sekalipun mereka berlima mengembalkan semua uang di tangan kepada Oliver, mereka masih kekurangan $80. Tak seorang pun memiliki $80 ini.

Memang mereka yang memproduksi barang, tetapi mereka tidak memproduksi uang. Oliver pada dasarnya bisa mengambil alih seluruh pulau ini, karena mereka berlima sama sekali tidak sanggup membayar kepada Oliver sesuai perjanjian.

Tom pun mulai berdiskusi dengan keempat temannya, Tom berhasil menjelaskan kepada mereka tentang anehnya sistem ini. Teman-teman Tom mulai mengerti, dan mereka pun memutuskan untuk mengadakan pertemuan dengan Oliver.

10. Bankir Yang Baik Hati

Lima orang ini pun berdebat dengan Oliver tentang masalah ini.


“Mana mungkin kami sanggup membayar $1080 kalau semua uang yang eksis hanya $1000?”

Oliver mendengarkan dengan tenang, dan kemudian menjawab kepada mereka, “Bankir yang baik selalu beradaptasi dengan keadaan. Mulai sekarang kalian hanya perlu membayar bunganya saja kepadaku. Pokok pinjaman bisa Anda simpan terus.”

“Maksudnya $200 pinjaman kami dianggap lunas?” Tanya salah satu dari mereka.

“Tentu saja tidak. Bankir tidak akan menghapuskan hutang. Yang saya maksudkan adalah mulai sekarang Anda hanya perlu membayar bunganya saja, $80 per tahun kepada saya. Mungkin di antara kalian ada yang kekurangan uang karena kurangnya perdagangan. Kalau begitu, organisasikan komunitas Anda seperti sebuah bangsa. Buat sebuah sistem kontribusi, yaitu apa yang kita sebut dengan pajak. Orang yang punya lebih harus membayar lebih, dan yang kekurangan membayar lebih sedikit.”

Kelima orang ini pun pergi dengan diam, tetapi dalam hati mereka masih bingung.

11. Oliver Yang Bersuka-Ria


Oliver kembali sendiri. Dia berpikir: “Bisnis lagi bagus. Orang-orang ini memang pekerja yang rajin, tetapi mereka bodoh. Ketidaktahuan dan kenaifan mereka adalah kekuatan saya. Mereka meminta uang, dan yang saya berikan kepada mereka adalah rantai perbudakan.”


“Tentu saja, mereka bisa saja membuang saya ke laut. But hei… Saya punya tanda tangan mereka. Mereka orang-orang jujur, mereka akan menepati perjanjiannya. Orang jujur dan pekerja keras memang ada di dunia untuk diperbudak para ahli finansial.”

“Oh Mammon! Saya merasakan kegeniusan perbankan merangkai keseluruhan hidupku. Oh Tuanku! Betapa benarnya kamu saat kamu berkata: Izinkan saya mengontrol uang sebuah negara, dan saya tidak peduli siapa yang membuat hukumnya. Sayalah tuan di pulau ini karena sayalah yang mengontrol uangnya.”

“Jiwaku penuh dengan antusiasme dan ambisi. Aku bisa mengenalikan seluruh alam semesta. Apa yang aku, Oliver, lakukan di sini bisa aku lakukan terhadap seluruh dunia. Oh! Andaikan saja saya bisa meninggalkan pulau ini, saya tahu pasti saya bisa mengendalikan seluruh dunia tanpa perlu mengenakan mahkota raja.”

“Kebahagiaan tertinggi saya adalah kalau saya bisa menerapkan filosofi ini di pikiran orang-orang yang akan memimpin masyarakat: bankir, industrialis, politisi, reforman, guru, jurnalis, dll, semuanya akan menjadi budakku. Publik akan merasa puas hidup dalam perbudakan di saat para elit di antara mereka akan menjadi pengawas mereka.”

12. Biaya Hidup Yang Tak Terjangkau


Situasi perlahan-lahan bertambah buruk di pulau ini. Produksi memang meningkat, dan aktifitas barter turun ke minimum. Oliver menerima bunga pinjamannya secara teratur. Yang lain harus berpikir bagaimana menyisakan uang untuknya. Dengan demikian, uang tidak benar-benar beredar dengan bebas.

Mereka yang membayar lebih banyak pajak memprotes. Mereka menaikkan harga jual barangnya sebagai kompensasi atas kerugiannya. Mereka yang tidak membayar pajak akhirnya harus menghadapi biaya hidup yang terus meningkat. Bila seseorang akhirnya bekerja untuk yang lain, dia akan terus-menerus meminta kenaikan gaji untuk memenuhi ongkos hidup yang terus meningkat.


Moral sudah sangat rendah, tidak ada lagi kesenangan dalam hidup. Tidak juga semangat dalam bekerja. Untuk apa juga? Penjualan sangat sulit. Kalaupun menjual, akhirnya harus membayar pajak. Ini benar-benar sebuah krisis. Dan kelima orang ini saling menuduh satu sama lain bahwa mereka menuntut terlalu banyak sumbangan dari yang lain.

Suatu hari, Harry, yang duduk merenungkan situasi mereka, akhirnya tiba pada sebuah kesimpulan akhir. Perubahan sejak kedatangan si perancang sistem moneter baru mereka telah merusak segalanya di pulau itu. Tentu saja, mereka berlima juga memiliki kesalahan, tetapi tetap saja sistem dari Oliverlah yang menyebabkan kerusakan terbesar.

Harry berhasil menjelaskan kepada teman-temannya. Satu demi satu dari mereka akhirnya paham, dan mereka pun memutuskan untuk mengadakan pembicaraan lagi dengan Oliver.

13. Diperbudak Oleh Oliver


Pertengkaran hebat pun terjadi.

“Uang benar-benar kurang di pulau ini kawan, karena Anda mengambilnya dari kami! Kami membayar dan membayar, dan tetap saja kami berhutang sama banyaknya seperti sebelumnya. Kami sudah bekerja dengan sangat keras, tetapi kondisi kami bahkan lebih buruk dibanding sebelumnya. Hutang! Hutang! Yang ada pada kami hanyalah hutang!”


“Oh, kawan, bicaralah yang masuk akal! Kehidupan kalian sudah lebih baik, terima kasih kepadaku. Sistem perbankan yang baik adalah aset terbaik sebuah bangsa. Tetapi supaya bisa berfungsi maksimal, Anda harus mempercayai bankirnya. Datanglah padaku seperti datang pada ayahmu. Apakah uang yang Anda inginkan? Tidak masalah, simpanan emasku masih cukup untuk menerbitkan ribuan dolar yang lain. Saya akan meminjamkan kepada kalian seribu dolar lagi, Anda tinggal menjaminkan aset Anda kepadaku.”

“Jadi sekarang hutang kami menjadi $2000! Dan kami harus membayar dua kali lipat bunga sepanjang sisa hidup kami!”

“Ya, benar --- Tetapi saya akan meminjami kalian lagi saat nilai properti Anda meningkat. Kalian tidak perlu membayar saya apapun selain bunga. Kalian bisa menggabungkan semua hutang kalian menjadi satu, kita akan menyebutnya konsolidasi hutang. Kalian bisa menambah hutang itu, tahun demi tahun.”

“Dan menaikkan pajak, tahun demi tahun?”

“Tentu saja, tetapi pendapatan Anda kan juga akan meningkat setiap tahun.”

“Jadi, semakin pulau ini maju karena usaha kami, semakin besar hutang publik kami!”

“Iya, emangnya kenapa! Sama seperti di manapun di peradaban yang lain. Tingkat peradaban sebuah komunitas selalu bisa dilihat dari seberapa besar ukuran hutang mereka kepada bankir.”

14. Srigala Memakan Domba


“Itukah yang namanya sistem moneter yang sehat, Pak Oliver?”


“Bapak-bapak, semua uang yang baik adalah berbasis emas, dan muncul dari bank dalam bentuk hutang. Hutang nasional adalah hal yang baik. Ini akan mencegah kalian merasa puas diri. Ini akan membuat pemerintahan manapun lebih bijak, yang diturunkan oleh bankir. Sebagai bankir, sayalah obor cahaya peradaban di pulau ini. Sayalah yang akan mendikte politik dan mengatur standar hidup kalian.”

“Pak Oliver, kami bukan orang berpindidikan, tetapi kami tidak ingin peradaban seperti itu di sini. Kami tidak akan meminjam satu sen pun lagi dari Anda. Tidak masalah uang baik atapun tidak baik, kami tidak ingin lagi bertransaksi denganmu.”

“Bapak-bapak, saya benar-benar kecewa dengan keputusan kalian. Tetapi bila kalian mengingkari perjanjian ini, ingat, saya punya tanda tangan kalian. Bayar saya semuanya – pokok pinjaman dan bunga.”

“Tetapi itu mustahil, Pak. Kalaupun kami mengembalikan semua uang yang ada di pulau ini, kami masih tidak bisa melunasinya.”

“Saya tidak bisa membantu. Kalian sudah menandatangani perjanjian ini sebelumnya, bukan?”

“Berdasarkan isi kontrak, dengan demikian saya berhak menyita semua properti kalian. Kalian harus mentaati apapun yang saya katakan sekarang. Kalian akan terus mengeksploitasi pulau ini, dan terus melayani saya. Sekarang kalian keluar! Dan tunggu perintah dari saya besok.”

15. Mengendalikan Media


Oliver tahu pasti siapa yang mengendalikan uang, dialah yang mengendalikan bangsa. Tetapi dia juga sadar, untuk mempertahankan kekuasaan, sangat penting untuk mempertahankan agar masyarakat tetap bodoh, dan terus mengalihkan perhatian masyarakat ke hal yang lain.

Oliver mengamati bahwa dari 5 orang itu, 2 termasuk konservatif dan 3 adalah liberal.

Harry, yang termasuk netral di antara mereka berlima, menyadari bahwa mereka semua memiliki kebutuhan dan aspirasi yang sama, menyarankan agar dibentuk sebuah perserikatan bersama, untuk memberikan tekanan kepada penguasa. Serikat semacam ini, tentu saja tidak diizinkan oleh Oliver. Ini akan berarti akhir dari kekuasaannya. Tidak ada diktator dan ahli finansial manapun yang sanggup menghadapi masyarakat yang bersatu, masyarakat yang terdidik.

Dan dengan demikian, Oliver pun mulai menciptakan perpecahan di antara mereka. Dia membiayai dua jenis Koran. “The Sun” untuk para liberal, dan “The Star” untuk para konservatif.


Topik umum “The Sun” adalah: Penderitaan terjadi karena kaum pengkhianat konservatif telah menjual kepentingan bersama kepada perusahaan besar. Dan topik umum “The Star” adalah: Hancurnya negara, bisnis pada umumnya, dan hutang publik adalah karena tanggung jawab para liberal.

(bersambung)

Teruntuk Orang Mulia

Salah satu dari beberapa nasihat abi saya yang masih saya ingat adalah perbedaan antara orang mulia dan orang biasa.

Apa yang dianggap biasa dilakukan oleh orang biasa, boleh jadi dianggap tercela jika dilakukan oleh orang yang mulia

Sebagian besar manusia ketika menganggap seseorang sebagai sosok yg mulia (atau jika dia belum sampai ke taraf mulia, anggap saja lebih baik dari kebanyakan orang) maka tidak mengharapkan adanya cela terhadap sosok tersebut. Sekalipun tak ada manusia yang tanpa cela.

Berkaca dari pengakuan salah seorang anggota DPR yang ketahuan membuka video porno, yang jadi masalah bukanlah apakah beliau sengaja atau 'tidak' sengaja untuk membuka video tersebut. Akan tetapi kapasitas beliau sebagai salah seorang kader dari partai yang mengaku sebagai bersih ini. Apapun alasan beliau, agaknya akan sulit bagi masyarakat untuk 'memaafkan' beliau. Pun jikalau 'termaafkan', stigma partai tempat beliau bernaung sudah tercoreng. Untuk kader partai, hal-hal seperti ini 'mungkin' tidak menggoyahkan keyakinan mereka untuk setia kepada partai. Akan tetapi bagaimana dengan pandangan orang awam? Apa yang mereka ketahui akan selalu berdasarkan informasi yang beredar di media. Maka bukan salah mereka jika nanti yang tertanam di dalam pikiran mereka adalah hal-hal semacam ini:

Ternyata semua partai sama saja ya. 'Bersih' itu hanya self-proclaimed.

Atau yang lebih menusuk lagi:

Orang yang katanya islami ternyata suka nonton video porno. Apa bedanya dengan orang biasa?

Dan saya yakin hampir seratus persen, sama yakinnya dengan ketika program saya sudah bug-free, bahwa itu yang kebanyakan orang pikirkan saat ini. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan? Well, saya bukanlah seorang yang cukup mulia untuk menasihati para asatidz di partai tersebut, hanya saja saya ingin mengulang kembali apa yang abi saya sampaikan di awal:

Apa yang dianggap biasa dilakukan oleh orang biasa, boleh jadi dianggap tercela jika dilakukan oleh orang yang mulia

Hal inilah yang harus dicamkan terhadap setiap kader partai tersebut, apalagi yang bukan kader 'grass-root'. Begitu Anda memutuskan bergabung dengan partai itu, berarti Anda harus sudah siap untuk 'dicap' sebagai orang mulia. Tolong berhenti berpikir bahwa apapun yang Anda lakukan itu adalah hak Anda. Sebaliknya, tolong pikirkan apa dampak atau efek jika Anda melakukan suatu hal. Jika Allah tidak cukup membuat Anda takut, cukup Anda ingat dampak dari perbuatan Anda untuk anak-anak Anda. Tidakkah mereka malu melihat bapaknya dicap sebagai seorang yang porno? Yang korup? Apabila itu tidak cukup membuat Anda sadar, maka saya meragukan niat Anda ketika masuk ke partai tersebut. Atau malah niat sebagian besar kader dari partai tersebut.


Kuala Lumpur, 11 April 2011
Di sela-sela waktu break lunch


----

[+] Untuk informasi, yang bersangkutan sudah mengundurkan diri. Dan saya salut kali ini. Semoga menjadi pelajaran bagi beliau.

Indonesia dalam Pandangan Investor Asing

Saya masih teringat dengan perkataan saya kepada ustadz saya tentang penduduk Indonesia yang menjadi 'sapi perah' tanpa sadar akibat pola konsumsi yang tak terkendali. Televisi menjadi salah satu media ampuh untuk menyebarkan virus konsumerasisasi ini. Ditambah dengan lemahnya pendidikan moral, etika, serta skala prioritas kepada remaja sekarang, maka jadilah penduduk Indonesia menjadi target dari para produsen baik luar maupun dalam negeri. Permasalahannya adalah, apakah kita sadar kalau selama ini investor asing melihat Indonesia sebagai target yang sangat potensial? Anda boleh percaya atau tidak, tapi berikut akan saya sertakan artikel yang ditulis oleh George Joseph (seorang konsultan strategi yang tinggal di Amerika Serikat) di Business Times, sebuah surat kabar berbahasa Inggris di Singapura, yang memfokuskan kepada masalah ekonomi dan bisnis yang juga diulas oleh Aris Ananta, ekonom Indonesia, di sini.

Indonesia a Land of Opportunity for S’pore Firms
George Joseph

Business Times, 7 Februari 2011


INDONESIA is one of the hottest markets for businesses looking at tapping Asia’s rapid growth, and Singapore companies which already know the country should start looking at its mineral-and energy-rich eastern islands.

That’s the view of Stephen Bailey, chief executive officer of the Frontier Strategy Group (FSG), a Washington- based political risk consultancy with offices in the major markets of the world. In an interview with BT, Mr Bailey pointed out that given the size of its population and steady increases in household income, Indonesia is catching up with many higher-profile markets in Asia.

‘At 230 million, its population is significantly larger than Brazil’s. Income per capita is still low, comparable to India’s,but we expect to see 2010 having registered a 25 per cent increase. That translates into a huge opportunity for consumer-facing industries, which we expect to grow at least 15 per cent per year over the next four years,’ he said.

However, Mr Bailey cautioned against looking at Indonesia as one vast country. Rather, it should be viewed as a diverse mix, with multiple languages, significant intra-country transportation costs, and a pervasive ‘insider’ culture. With that in mind, executives are being advised to take a staged approach to investment – that is, start in Jakarta and the island of Java and then move to the eastern islands.

But Mr Bailey suggested that Singapore companies which know Indonesia well should start looking at the eastern islands, where the discovery and production of natural gas and other resources is drawing investors and funds from the region. This is despite the eastern islands being currently underdeveloped and underserved. These islands have significant business potential that is currently untapped by foreign companies, he added.

Big investments in agriculture too can be expected over the next five years as Indonesia adds a range of food crops to its plantations to support its booming population. ‘We are encouraging companies to build relationships with key government players now to position themselves for investment incentives for seeds, fertilisers and other inputs.’

The business mentality too is changing in the country as a new generation takes over family-owned businesses, bringing new demands for professional and technical services. ‘The previous generation would own a portfolio of small businesses and maintain less profitable businesses for the sake of relationships or diversification. The younger generation now taking over is focused on the bottom line and is selling non-core assets, expanding regionally, and upgrading the infrastructure. We recommend that executives in ICT, banking and other professional services focus on these opportunities.’

The business environment is also being helped by a forward-looking government in Jakarta, he said. This latest call to look to Indonesia comes just as the populous country moves closer to attaining a top investment rating. Rating agency Moody’s recently upgraded Indonesia’s sovereign debt to within one notch of investment grade at Ba1, placing Indonesia just slightly below the BRIC nations (Brazil, Russia, India and China).

Indonesia has also found favour with foreign investors in the past two years for having handled the global financial crisis well. The stock market was among the world’s top performers last year and its inflation has been kept reasonably under control. ‘Indonesia’s economic resilience is accompanied by sustained macroeconomic balance,’ Moody’s said when announcing the rating upgrade.

For the Frontier Strategy Group – which has now opened offices in Shanghai and Chengdu in China – Indonesia-watching has taken on a higher profile with more of its Western clients showing interest in diversifying and seizing opportunities in Asia. ‘Based on our ongoing tracking of executive priorities, Indonesia is the sixth most-watched country across global markets, coming in just after the BRIC nations and Mexico. This is up from 10th place in 2009,’ Mr Bailey told BT. ‘In 2009, only 30 per cent of our clients were monitoring Indonesia through our proprietary Market- View software. In 2010, that number passed 40 per cent and it is only going higher. Today, most consumer- oriented businesses remain centred in Jakarta and on the island of Java. But we see opportunities being thrown up in the eastern areas as growth accelerates and the economy opens up.’

While highlighting the positive aspects of Indonesia as a lucrative investing opportunity, the corporate attorney-turned-business and political risk consultant acknowledges that there are some major challenges in tackling this huge market. Corruption, distribution and product localisation are the key risks, he said.

‘Some questions had been raised about the (Indonesian) president’s commitment to fighting corruption. Still, many of the executives I speak to believe that Indonesia’s level of corruption is lower than Thailand’s or the Philippines.’ ‘We think Indonesia is squarely in the middle of the road when you compare its risk levels to other emerging markets in the region. Though we have seen a number of highly publicised political challenges in 2009, Indonesia’s democracy appears to be strong, and it is not plagued by the currency challenges that have destabilised Vietnam.’

Distribution is another major hurdle, given the scale and physical complexity of the region. Many multinationals choose to take a staged approach to investment, starting in Jakarta and on Java island, where modern retail is an attractive distribution channel. To penetrate deeper in the market, many MNCs rely on local wholesalers and distributors, and often face challenges monitoring and incentivising their partners.

‘A common mistake I see companies make is not conducting due diligence around consumer preferences and product localisation,’ said Mr Bailey. He pointed out, for instance, that multinationals often enter the market offering large packages that are too expensive for Indonesian consumers. ‘The consumer market is large enough that it is well worth the investment to conduct extensive market research,’ he advised. (*)

Jika Anda sudah merasa 'sedikit' sadar setelah membaca tulisan uncle George di atas atau malah sudah menyadarinya jauh sebelum saya menulis artikel ini, apakah Anda masih tetap akan berpikir untuk membeli iPad 2 'hanya' demi gengsi? Harap diingat, dalam setiap hal yang hendak kita lakukan, ada efek secara tidak langsung bagi orang-orang di sekeliling kita pada khususnya.

Islam dalam Pandangan Demokrasi

oleh : Emha Ainun Najib

Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam - harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.

Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.

"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaiman yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.

Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.

Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan privilege dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.

Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.

Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu..."

Lho kok Arab bukan etnis?

Bukan. Nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.

Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib...", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.

Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhonn kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.

"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.

Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor - maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan, berhati jernih dan berfikiran adil. Sebab kalau tidak, berarti kita sepakat untuk menabuh pisau dan mesiu untuk peperangan di masa depan.

FPI atau Ahmadiyah ?

Beberapa hari ini portal berita Indonesia sedang hangat-hangatnya mewartakan tentang 2 hal. Demo yang terjadi di Mesir dan kerusuhan yang terjadi di Cikeusik yang berkaitan dengan Ahmadiyah. Kedua hal tersebut menarik perhatian saya dan disela-sela waktu belajar untuk final exam, saya menyempatkan untuk mencari informasi tentang Mesir dan Cikeusik. Pada kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas tentang demo di Mesir, sekalipun ada banyak hal dan pertanyaan yang ingin saya sharing. Akan tetapi saya lebih memilih untuk menyampaikan pendapat saya tentang hal yang kedua, yaitu Ahmadiyah. Asal mula kenapa saya memutuskan untuk membuat artikel sendiri tentang hal ini bermula dari diskusi di status FB salah satu adik kelas saya semasa SMA yang mendukung Ahmadiyah dan menyarankan untuk pembubaran FPI. Apa yang saya tulis disini adalah alasan yang dia kemukakan dan jawaban saya. Sebagai informasi, saya tidak berada di pihak FPI ataupun warga yang berbuat kekerasan di Cikeusik dan saya tahu bahwa kapasitas saya masih jauh dari seorang alim. Apapun yang saya share disini tidak lepas dari kesalahan dan saya berharap koreksinya.

Tentang Ahmadiyah

Agar kita berada dalam satu paham dan alasan mengapa Ahmadiyah dianggap sesat, ada baiknya saya memulai dari penjelasan singkat tentang ajaran Ahmadiyah. Penjelasan tentang paham mereka saya ambil langsung dari situs resmi mereka : http://www.alislam.org. Berikut adalah penjelasan singkat tentang Ahmadiyah oleh mereka sendiri.

The Ahmadiyya Muslim Community is a dynamic, fast growing international revival movement within Islam. Founded in 1889, it spans over 195 countries with membership exceeding tens of millions. Its current headquarters are in the United Kingdom.

Ahmadiyya Muslim Community is the only Islamic organization to believe that the long-awaited Messiah has come in the person of Mirza Ghulam Ahmad(as) (1835-1908) of Qadian. Ahmad(as) claimed to be the metaphorical second coming of Jesus(as) of Nazareth and the divine guide, whose advent was foretold by the Prophet of Islam, Muhammad(sa). Ahmadiyya Muslim Community believes that God sent Ahmad(as), like Jesus(as), to end religious wars, condemn bloodshed and reinstitute morality, justice and peace. Ahmad’s(as) advent has brought about an unprecedented era of Islamic revival. He divested Islam of fanatical beliefs and practices by vigorously championing Islam’s true and essential teachings. He also recognized the noble teachings of the great religious founders and saints, including Zoroaster(as), Abraham(as), Moses(as), Jesus(as), Krishna(as), Buddha(as), Confucius(as), Lao Tzu and Guru Nanak, and explained how such teachings converged into the one true Islam.

Ahmadiyya Muslim Community is the leading Islamic organization to categorically reject terrorism in any form. Over a century ago, Ahmad(as) emphatically declared that an aggressive “jihad by the sword” has no place in Islam. In its place, he taught his followers to wage a bloodless, intellectual “jihad of the pen” to defend Islam. To this end, Ahmad(as) penned over 80 books and tens of thousands of letters, delivered hundreds of lectures, and engaged in scores of public debates. His rigorous and rational defenses of Islam unsettled conventional Muslim thinking. As part of its effort to revive Islam, Ahmadiyya Muslim Community continues to spread Ahmad’s(as) teachings of moderation and restraint in the face of bitter opposition from parts of the Muslim world.

Similarly, it is the only Islamic organization to endorse a separation of mosque and state. Over a century ago, Ahmad(as) taught his followers to protect the sanctity of both religion and government by becoming righteous souls as well as loyal citizens. He cautioned against irrational interpretations of Quranic pronouncements and misapplications of Islamic law. He continually voiced his concerns over protecting the rights of God’s creatures. Today, it continues to be an advocate for universal human rights and protections for religious and other minorities. It champions the empowerment and education of women. Its members are among the most law-abiding, educated, and engaged Muslims in the world.

Ahmadiyya Muslim Community is the foremost Islamic organization with a central spiritual leader. Over a century ago, Ahmad(as) reminded his followers of God’s promise to safeguard the message of Islam through khilafat (the spiritual institution of successorship to prophethood). It believes that only spiritual successorship can uphold the true values of Islam and unite humanity. Five spiritual leaders have succeeded Ahmad(as) since his demise in 1908. It’s fifth and current spiritual head, Mirza Masroor Ahmad, resides in the United Kingdom. Under the leadership of its spiritual successors, Ahmadiyya Muslim Community has now built over 15,000 mosques, over 500 schools, and over 30 hospitals. It has translated the Holy Quran into over 60 languages. It propagates the true teachings of Islam and the message of peace and tolerance through a twenty-four hour satellite television channel (MTA), the Internet (alislam.org) and print (Islam International Publications). It has been at the forefront of worldwide disaster relief through an independent charitable organization, Humanity First.

Bagian-bagian yang saya bold adalah bagian penting untuk pembahasan selanjutnya. Untuk memudahkan, saya akan merinci point-point tersebut:

  1. Di Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Penyelamat yang telah lama ditunggu.
  2. Ahmad mengklaim dirinya sebagai titisan Jesus dan utusan Tuhan yang kedatangannya telah diramalkan oleh Nabi Muhammad (red: Imam Mahdi).
  3. Dia juga menerima ajaran-ajaran kebaikan dari pendiri ataupun pemuka agama termasuk di dalamnya penyembah api, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Krishna, Buddha, COnfucious, Lao Tzu, dan Guru Nanak dan menjelaskan bagaimana ajaran-ajaran tersebut disatukan menjadi Islam yang benar.
  4. Dia juga dengan tegas menegaskan bahwa jihad dengan pedang tidak ada dalam ajaran Islam dan sebagai gantinya adalah jihad dengan pena.

Kebebasan Beragama

Banyak orang mendengung-dengungkan kebebasan beragama ketika isu Ahmadiyah ini terangkat ke permukaan. Saya pribadi menghargai keputusan seseorang dalam memilih agama mereka, karena Allah SWT sendiri telah berfirman dalam Surat Al-Kafirun ayat 6:

Bagimu agamamu dan bagiku agamaku

Ayat diatas merupakan panduan bagi seluruh muslim bahwa urusan antara manusia dengan Tuhan adalah hak setiap orang. Apakah dia hendak menjadi seorang Majusi, Nasrani, Yahudi, atau bahkan Atheis sekalipun tidak ada larangan. Akan tetapi ini menjadi salah kaprah ketika hal tersebut diterapkan di dalam agama yang sudah ada. Semisal seorang muslim berkata bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir. Pada saat dia meyakini hal tersebut, maka seketika itu pula status dia sebagai muslim sudah tercabut. Karena sebagaimana yang telah kita ketahui, syarat mutlak seorang muslim adalah Rukun Iman dan Rukun Islam. Lantas bagaimana dengan mereka yang meyakini bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir ? Mereka wajib memperbarui syahadat mereka. Lalu apakah Ahmadiyah masih pantas dianggap sebagai muslim ? Secara garis besar, Mirza Ghulam Ahmad mengakui sebagai Imam Mahdi. Adapun kriteria dari Imam Mahdi sudah dijelaskan dengan rinci dalam hadist dimana salah satunya adalah merupakan keturunan dari Rasulullah dan merupakan seorang dari bangsa Arab[1]. Dan secara otomatis, Mirza Ghulam Ahmad tidak sesuai dengan kriteria tersebut, dikarenakan dia terlahir di Punjab, India.

Pluralisme

Ketika kebebasan beragama tidak lagi bisa menjadi hujjah yang kuat, maka muncullah alasan berikutnya, yaitu asas Pluralisme dimana secara garis besar mempunyai pemahaman bahwa semua agama adalah sama benarnya. Dengan alasan ini, maka kehadiran Ahmadiyah adalah sesuatu yang 'diperbolehkan' karena dalam pluralisme tidak ada satu agamapun yang dianggap salah.

Sebagai seorang muslim, kita harus bisa membedakan antara pluralitas dan pluralisme. Pluralitas berarti terdapat keberagaman agama dalam satu tempat. Dengan kata lain, kita tetap mengakui bahwa terdapat agama-agama lain selain Islam dan tetap menghormati mereka. Berbeda dengan pluralisme ketika kita menganggap tidak ada satu agamapun yang salah. Suatu hal yang mustahil sebenarnya. Karena dalam silogisme matematika, jika seseorang beragama Islam, maka dia akan meyakini bahwa agama dialah yang paling benar. Kalau di saat yang sama dia juga meyakini bahwa Kristen juga benar, maka silahkan saja menjadi seorang agnostic.

Madzhab

Adapula anggapan bahwa pada dasarnya Ahmadiyah itu hanyala sebuah madzhab. Anggapan ini tentu saja keliru. Sebab munculnya madzhab-madzhab adalah dikarenakan perbedaan penafsiran atau pendapat mengenai ayat dalam Al-Quran ataupun hadist. Selama dalam tahap yang diperbolehkan (tidak menyangkut tauhid), madzhab-madzhab tersebut diperbolehkan. Perbedaannya dengan Ahmadiyah adalah ajaran dalam Ahmadiyah sudah melewati batas yang diperbolehkan, yaitu sudah masuk dalam ranah tauhid. Maka secara otomatis status dari Ahmadiyah tidak bisa dikatakan sebagai madzhab.

Islam dan Kekerasan

Pada akhirnya, semua ini bermuara pada kekerasan yang dilakukan oleh warga Cikeusik terhadap jemaat Ahmadiyah. Dalam kasus ini, Ahmadiyah sebagai pihak yang teraniaya, tentu saja mendapatkan porsi simpati yang lebih besar. Sehingga rakyat umum pun langsung mencela warga (kalau di media disebutkan sebagai FPI) dan mendukung Ahmadiyah. Buntutnya, mereka menolak pembubaran Ahmadiyah dan lebih mendukung pembubaran FPI. Memang, saya pribadi kurang setuju dengan dakwah dengan kekerasan, sekalipun ada tuntunannya. Akan tetapi saya lebih tidak setuju lagi dengan adanya aliran sesat. Jika kita mau berpikir rasional, anggaplah FPI bersalah dengan melakukan kekerasan. Itu tidak akan menyebabkan mereka keluar dari Islam. Berbeda dengan Ahmadiyah. Apa yang mereka yakini, itu sudah menyebabkan mereka keluar dari Islam (dengan alasan yang telah disebutkan di atas). Ketika anda mampu bersikap objektif, maka anda akan mengetahui siapa yang mempunyai tingkat kesalahan paling besar dalam Islam.

Propaganda

Mungkin karena saya terlalu banyak baca tentang teori konspirasi, maka saya pun tidak langsung menentukan sikap ketika saya membaca kerusuhan Cikeusik untuk pertama kalinya. Di saat orang lain sibuk menghujat dan mencerca FPI, saya lebih memilih untuk melihat lagi apa yang sebenarnya terjadi. Karena berita yang ditampilkan hanya merupakan suatu akibat, maka harus ada sebabnya. Dan saya beruntung mendapatkan catatan dari seorang wartawan senior antv tentang kejanggalan pada peristiwa Cikeusik disini.

Kesimpulan

Secara garis besar, point penting dari apa yang saya bahas diatas adalah:

Melakukan tindak kekerasan atas nama agama itu bisa jadi salah. Akan tetapi penodaan agama itu jelas salah.

Sebagai tips, apabila tidak ingin terjadi tindak kekerasan lebih lanjut, ada baiknya Ahmadiyah mengikuti anjuran banyak orang yaitu dengan mendeklarasikan sebagai agama baru. Dengan begitu maka tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk ikut campur tentang keyakinan mereka.

----
[1] Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam Shifah al-Mahdi. Lihat ‘Iqd ad-Durar hlm. 36.

F for Free Lunch



After watching the video, you would reconsider again the idiom of “There is no such thing as free lunch”. By using this program, India could reduce the number of children out of school from 1 million to 70thousands. And it has fed around 120 millions students across the country. Considering the impact from such a simple program, when will government of indonesia start conducting the similar program?

The Answer to Problematic Age of Aisha (RA)

Do you still remember Yusha Evans ? The one who gave lecture in this video and a former Christian Youth Minister. Today I stumbled across his website. It was coincidence though, I was searching for references for my project and suddenly saw his website's link from one of my mates. Once I came to his site, I read his article about Aishah's age. It draws my attention. Why? Because about 2 years ago there was a big phenomenon where a considered-old chaplain married with around 16-years old girl. It is uncommon in indonesia recently. That's why press competing to raise this issue. This chaplain, aside from his wealthy and influence, argued to those who oppose him by giving the fact that even our prophet, Muhammad SAW (may peace be upon him) married with Aisha at such a young age. Because of that matter, I discussed with my ustadz and he gave me an article which I posted here later on.

Back to Mr. Yusha. He has his own opinion regarding this problem. If you wish, you may read here. He explained that, during that time, marrying a young girl was not against the rule. Either his (the Prophet) opponent or his believers did not object the marriage between the Prophet and 'Aishah. If they objected with Zaynab's marriage because it is against the culture, then why did not they object with 'Aishah's marriage? Based on this fact, it does make sense that 'Aishah's marriage was not against the culture and surely it breaks down what Non-Muslims accuse nowadays. Quoting his words,

We are responsible for acting in accordance with our conscience, and our own societal norms may well factor into this, but it may be a bit presumptuous to pass judgment on people of the past and future, and those of other cultures. People in the future may well look on some of our mores as bizarre.

In the end, Allah knows best about all the details of things. And, it remains well-established that Islam’s central message is one of monotheism, decency and morality. It is to this that our energies can be more profitably devoted.

Sepenggal Kisah Idul Adha

Topik yang disampaikan Mr. Najib di khotbah jumat tadi benar-benar menarik. Dan lebih menarik lagi karena mirip dengan apa yang saya dan meru diskusikan sebelumnya. Ada 2 bahasan yang bisa saya garis bawahi dari khotbah tersebut. Yang pertama, tentang perbedaan pelaksanaan sholat ied di kebanyakan negara. Di arab saudi dan negara middle east lainnya, sholat ied dilakukan pada hari selasa, berdasarkan fakta bahwa wukuf juga dilaksanan pada hari itu.Sedangkan bagi beberapa yang lain, mereka merayakan pada hari rabu, dengan asumsi bahwa pada hari itu hilal benar-benar sudah terjadi. Perayaan pada hari rabu (di malaysia dan di indonesia) ditetapkan oleh pemerintah.

Ada beberapa alasan yang (menurut saya) menjadikan alasan bagi pemerintah untuk menetapkan hari rabu sebagai hari raya idul adha. Yang pertama, saperti yang sudah saya katakan di atas, hilal sudah jelas terjadi baik berdasarkan perhitungan ataupun observasi. Yang kedua, berdasarkan hadist bukhari dan muslim tentang hari raya dan awal puasa, kedua event tersebut dilakukan berdasarkan terlihatnya hilal di daerah masing-masing. Sedangkan terlihatnya hilal merupakan hal yang 'tidak' pasti. Saya katakan 'tidak' karena bisa saja pada saat terjadinya hilal tertutup oleh awan ataupun kejadian lainnya. Sehingga ketika pemerintah mendasarkan pada terjadinya hilal, itu berarti hari libur tidak bisa ditetapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Dan bisa berakibat pada aspek-aspek lainnya. Maka ditetapkanlah hari 10 Dzulhijjah berdasarkan penghitungan yang boleh jadi pada kenyataannya 10 Dzulhijjah itu sendiri sudah berganti menjadi 11 Dzulhijjah. Alasan ketiga, agar masyarakat Islam tidak bingung menentukan hari raya mereka.

Alasan-alasan tersebut memang cukup kuat, namun hal itu justru menimbulkan polemik tersendiri bagi umat Islam. Sebagai permisalan, jika 10 Dzulhijjah adalah hari rabu, maka tanggal 13 hari jumat dan merupakan hari tasyrik. Hal yang berbeda jika 10 Dzulhijjah adalah hari selasa. Dan tentu saja perbedaan satu hari ini akan terus berefek pada event-event selanjutnya (jika konsisten berpatokan pada tanggal yang kita yakini). Efeknya ? Besar sekali. Bisa jadi ketika kita berniat puasa 10 Muharram, ternyata sudah 11 Muharram. Itu hanya satu contoh kecil, selebihnya bisa Anda cari sendiri. Polemik terbesar muncul yang cukup membuat saya pusing adalah ketika arab saudi melaksanakan sholat ied pada hari selasa, maka sebagai daerah yang perbedaan waktunya lebih dulu daripada arab (time zone arab saudi itu GMT +3 sedangkan daerah asia tenggara +7 atau lebih) seharusnya kita juga melaksanakan sholat pada hari selasa. Nggak masuk akal banget klo perbedaan hilal bisa sampai 24jam.

Disamping itu, ada satu kalimat yang disampaikan oleh Mr. Najib yang amat sangat saya setujui. Beliau berkata bahwa, boleh-boleh saja kita berhari raya berbeda. Namun pernahkah terpikir oleh kita umat Islam bahwa jika kita tidak bersatu pada hal yang kecil, bagaimana kita akan bersatu pada hal yang lebih besar ? Adapun pemersatunya mudah saja, kembali ke Qur'an dan Sunnah. Jika panduannya adalah hilal, maka hilal lah yang jadi panduan. Begitupun seterusnya.

Ada satu hal yang membuat saya tersenyum mengingat perbedaan hari raya ini. Salah seorang teman mengatakan bahwa dia berpuasa pada hari minggu dan senin namun ikut sholat ied pada hari rabu. Alasan yang dia berikan adalah karena dia ikut pemerintah. Saat itu saya hanya bisa tersenyum manggut-manggut. Kalau ditanya saya bagaimana ? Sebenarnya saya tidak berniat sholat ied pada hari rabu, karena saya puasa pada hari senin. Dan meyakini bahwa 10 Dzulhijjah itu hari selasa. Namun karena tidak ada yang sholat pada hari selasa (atau setidaknya yang saya tau) dan daripada tidak sholat sama sekali, yaudah mau gak mau ikut yang hari rabu.

Topik kedua menyangkut hari tasyrik. Pada 3 hari setelah sholat ied, umat muslim disunnahkan untuk memperbanyak bertakbir kepada Allah atas segala kekuasaannya. Allah Akbar, Allah Akbar, Allah akbar walillahil hamd. Allah Maha Besar, Alllah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagiNya segala puji. Dengan bertakbir, secara tidak langsung kita mengakui bahwa hanya Allah yang Besar, yang lain kecil. Final Year Project ? Kecil ! Certified Ethical Hacker exam ? Mudah ! Jika Dia sudah menghendaki, siapa yang bisa menghentikan ?

Bersamaan dengan itu pula timbul pertanyaan besar. Apakah kita sudah benar-benar meyakini bahwa Allah itu Maha Besar ? Apakah kita masih menganggap bahwa bantuan teman pada saat ujian lebih besar daripada bantuan Allah ? Jika belum, maka boleh jadi hal itu mengisyaratkan bahwa iman kita masih jauh dari tahap ihsan. Karena sebagaimana dikatakan oleh sahabar Ali bin Abi Thalib RA ketika ditanya mengenai iman, maka beliau menjawab :

Al imaanu an tashdiqu bil qalb, wa iqra'u bil lisa, wal 'amalu bil arkan.

Artinya :
Iman ialah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan perkataan, dan mengamalkan dengan rukun-rukunnya.

Jadi, masih pantaskah kita bergantung kepada selainNya ketika kita bertakbir dan menyembah kepadaNya ?


-----

PS: ditulis dengan perubahan seperlunya dari khutbah jumat di Multimedia University Mosque pada hari ini

Hebatnya Akademi Khan, Keblingernya Kemenkominfo

Bukalah: www.khanacademy.org, Anda akan menyimak di sebuah kiri sebuah logo sosok sebelah jari tangan abu-abu dan 21 helai daun hijau mengitari. Di sampingnya tulisan Khan Academy. Inilah situs internet diprakarsai Salman Khan, memuat semua materi pelajaran berbentuk visual, memanfaatkan youtube.com. Setiap hari kini setidaknya 50 ribu murid sejagad belajar materi ajar “mahaguru” online, termasuk anak-anak SD negeri Cina. Ini semua dilakukan gratis sosok muda Salman Khan. Bandingkan dengan laku Kemenkominfo ingin menenderkan pinjaman lunak JICA senilai Rp 38 miliar untuk membuat materi ajar online khusus untuk daerah Jogjakarta tok? Komunitas open source di Bandung seperti Crayonpedia.org, sudah lebih dulu memulai. Gratis pula. Uang Rp 38 miliar pinjaman lunak JICA bisa dialihkan mendukung pengembangan konten dan aplikasi Indonesia go global, jika cerdas, tentu!.

JAKARTA masih bersuasana lebaran. Rabu pagi , 15 September 2010, saya hendak menyalakan komputer desktop tua. Seorang kenalan bergerak di dunia programing menyapa.

“Apakah Anda sudah pernah membuka Khan Academy?”

Saya jawab belum.

Melalui komputer i-pad-nya, saya diperlihatkan khanacademy.org.

Amboiii! Betapa telatnya saya baru tahu hal luar biasa telah dilakukan sosok Salman Kahn.

Ya, namanya Salman Khan!

Ia mendirikan Akademi Khan bertujuan menggunakan teknologi informasi bagi mendidik dunia.

Peraih gelar MBA dari Harvard Business School, meraih Master di bidang teknik listrik dan ilmu komputer, gelar BS (Bachelor of Science) di bidang teknik listrik dan ilmu komputer, dan gelar BS dalam matematika dari Institut Teknologi Massachusetts Intitute of Technology (MIT), Amerika Serikat (AS), itu seharusnya gamblang saja mendapatkan kerja di perusahaan papan atas AS.

Tetapi ia lebih memilih memanfaatkan www.youtube.com untuk menayangkan materi pelajaran. Kini jumlah video pelajaran telah digarapnya tak kepalang tanggung. Sudah lebih 18 ribu video. Saktinya, semua dikerjakannya sendiri, mulai dari menyusun materi, memvideokan, menjadi guru sekaligus. .

Kini dalam sehari tak kurang dari 50 ribu muridnya mengkases khanacademy.org, termasuk anak-anak SD dari negeri tirai bambu, Cina,mengikuti pelajarannya secara online.

Sosok bocah dari Korea menuliskan komentarnya:

“I’m from Korea, a small country and I’m eleven. Your lecture is so famous so we could know your skill! I’m loving this alot~ :), ” him204@naver.com, yang diposting lima hari lalu, di mata pelajaran video aljabar.

Dalam tutorial online-nya, Khan menyajikan berbagai materi pelajaran memudahkan pelajar memahami. Di antara pelajaran itu; matematika, kimia, biologi, sejarah, probabilitas, trigonometri, permainan asah otak, aljabar, ekonomi, perbankan dan uang, keuangan, geometri, statistik, kalkulus, fisika, persamaan diferensial. Tentu masih banyak lainnya.

Ada pula komentar orang tua murid, “Saya tidak tahu siapa Anda. Tapi dalam pikiran saya, Anda adalah penyelamat. Anak-anak saya benar-benar bersemangat dengan matematikanya. Terima kasih.”

Pria kelahiran New Orleans, Louisiana, AS, dengan orang tua imigran India dan Bangladesh, ini hanyalah mengawali Khan Academy untuk membantu keponakannya belajar matematika dengan menggunakan Yahoo! notepad pada tahun 2004. Lalu berkembang hingga seperti hari ini. Kini di bagian kanan situs internetnya, Salman Khan sudah berani menarok ikon donasi, dapat diklik bagi pengunjung yang mau menyumbang bagi upaya mulia itu.

Ketika orang lain melamar pekerjaan menjadi guru, Khan memilih menjadi guru praktis mendistribusikan tutorial di YouTube.

Hingga kini Salman Khan telah menerima 2009 Tech Award untuk Pendidikan. Tech Award merupakan program penghargaan internasional menghormati inovator dari seluruh dunia menerapkan teknologi bagi manfaat kemanusiaan.

Pada Desember 2009, Khan YouTube-host tutorial dilihat oleh 35.000 orang per hari. Setiap video Khan rata-rata berdurasi sepuluh menit. Hingga kini, versi offline video-video Khan telah didistribusikan secara gratis ke daerah-daerah pedesaan Asia, Amerika Latin, dan Afrika

SosokKhan, pernah tampil di jaringan teve CNN. Pada event Aspen Ideas 2010, sosok Bill Gates pendiri Microsoft, sengaja memaparkan keberhasilan prestasi Akademi Khan pada pada forum bergengi ajang bergengsi yang berlangusng pada Juli 2010 lalu di Kolorado, AS.. Upaya Salama Khan menjadi perbincangan hangat di forum itu.

Untuk skala nasional, khuisusnya lingkup komunitas open source di Bandung, pembuatan materi ajar baik sekadar dibaca, lengkap dengan audio visual itu sudah dimulai oleh www.crayonpedia.org. Melalui basis mesin wikipedia, para guru di seluruh tanah air dapat mengisi berkolaborasi materi ajar terbaik. Para murid di seluruh Indonesia dapat mengakses gratis.

Untuk upaya ini diperlukan energi melibatkan guru-guru berkenan mengisi konten.

Maka ketika di Kementerian Informasi dan Komunikasi saya dapatkan data ada rencana pengadaan materi ajar, hanya untuyk lingkup satu propinsi Jogjakarta. Saya lalu bertanya, mengapa bisa anggaran linjaman lunak dari JICA, harus mencapai Rp 38 miliar. Tak sampai separuh dana itu itu, seharusnay sudah mampu untuk melangkapi seluruh materi ajar tampil di crayonpedia. Misalnya.

ADALAH seorang kawan lainnya mengirim email kepada saya. Ia mengabarkan ada dugaan pemborosan anggaran negara berpeluang mengarah KKN terkait Pengadaan Materi Ajar (Paket 4) Yang Diselenggarakan Direktorat e-Government, Dirjen Aptel, Kemkominfo.

Ia memaparkan berdasarkan analisa Dokumen Pelelangan Umum, Pengadaan Jasa lainnya Untuk Pengadaan Materi Ajar (Paket 4) Yang Diselenggarakan Direktorat e-Government, Dirjen Aptel, Kemkominfo.

Judul Pelelangan : Pengadaan Materi Ajar Nama Proyek: Proyek Pemanfaatan TIK Untuk Peningkatan dan Pemerataan Mutu Pendidikan di DI Yogyakarta JICA Loan No. IP-542 Nilai Proyek : Rp 38 Milyar Dokumen Diterbitkan pada : 26 Agustus 2010, No : 01/PAN/PAKET-4/EGOV/8/2010

Perincian Sebenarnya Pelelangan:

1. Pengadaan Authoring Tools Sebanyak 130 Paket (110 Paket di Sekolah + 20 di IDC) di Yogyakarta dan 480 Paket di Kemkomifo, sehingga total menjadi 610 Paket

2. Pengadaan Mater Ajar Digital 9 Paket (Matematika Kelas 4, 5, 6, dan Matematika & IPA Kelas 7, 8, 9)

3. Pengadaan Materi Uji Digital 9 Paket (meliputi Materi Uji : Harian, Semesteran, Setara Ujian Nasional, Berstandar Internasional)

4. Implementasi ( Integrasi Materi Ajar & Uji ke dalam Sistem e-Learning (LMS/LCMS), Instalasi Authoring Tools di 110 Sekolah dan di IDC, Replikasi Sistem e-Learning (LMS/LCMS) ) di 110 Sekolah

5. Training Untuk 3 Kelas (1 Kelas 30 Orang) yi kelas : SD, SMP Matematika dan SMP IPA,

6. Dokumentasi Dalam Bentuk Hard & Soft Copy (Buku Panduan, Dok Pengembangan, dan Source Code)

7. Layanan Purna Jual (Hingga 31 Desember 2012)

Alasan pemborosan menurut kawan saya itu:

1. Diknas Sudah Membeli Hak Cipta 400 Buku Materi Ajar 400 (Informasi Terakhir Telah Mencapai 800 Buku Matei Ajar) Yang Pengadaanya Menelan Anggaran Rp 40 Milyar melalui Program/Proyek BSE (Buku Sekolahy Elektronik).

2. Apabila dibutuhkan Rp 40 Milyar untuk sekitar 400 Buku Materi Ajar, maka harga rata-rata pengadaan buku materi ajar adalah Rp 100 Juta per buku materi ajar. Sehingga biaya untuk pembuatan materi ajar seperti dalam proyek kominfo, untuk 9 materi ajar, seharusnya sekitar Rp 900 Juta. Bila diasumsikan biaya pembuatan materi uji adalah setara dengan biaya materi ajar, maka total biaya pengadaan materi ajar dan materi uji hanyalah sekitar Rp 1,8 Milyar)

3. Biaya Pelatihan dengan Asumsi Rp 5 Juta per orang untuk satu minggu pelatihan hanya dibutuhkan biaya Rp 450 Juta dan Paling Mahalnya Rp 900 Juta (untuk 2 minggu pelatihan).

4. Dokumentasi Hardcopy rasanya sudah bukan eranya dan cukup Softcopy yang biayanya maksimum Rp 900 Juta.

5. Implementasi (termasuk instalasi dan Integrasi) dan Support Untuk di Yogyakarta, untuk 110 sekolah dibutuhkan cukup 20 Orang. Untuk masa support selama satu setengah tahun dibutuhkan biaya biaya maksimum Rp 3,6 Milyar

6. Perhitungan hingga point 5) untuk sementara hanya dibutuhkan pendanaan sebesar Rp 7,2 Milyar . Lalu Apa yang Membuat Mahal ?

7. Karena LMS/LCMS (seperti Moodle) bisa didapat/download secara gratis, maka yang berpeluang menjadi mahal adalah Aplikasi AUTHORING TOOLS yang sudah dikunci spesifikasinya ?

8. Pantaskah Proyek Senilai Rp 7,2 Milyar, nilainya dibesarkan hanya untuk AUTHORING TOOLS sehingga menjadi senilai Rp 38 Milyar ?

Bagaimana jika melirik Crayonpedia?

1. Sempurnakan fitur Crayonpedia saat ini yang fokus hanya penyusunan Materi Ajar secara kolaborasi, sehingga Crayonpedia memiliki fitur penyusunan MATERI AJAR & MATERI UJI SECARA KOLABORASI Plus pengembangan fasilitas Sinkronisasi Program & Database antara Server Sekolah dengan Server di IDC, agar akses Materi Ajar & Materi Uji dari Sekolah tidak memerlukan koneksi internet yang besar, sehingga siswa cukup akses server lokal dari sekolah masing-masing, untuk pengembangan ini maksimum perlu anggaran Rp 1 Milyar

2. Belikan Laptop untuk 1.100 guru (satu sekolah 10 guru, dan untuk 110 sekolah pilot project) + pelatihannya (untuk menyusun materi ajar dan materi uji selama satu minggu dan gunakan materi ajar yang sudah ada BSE (dari diknas) sebagai referensi) untuk guru-guru di 110 sekolah dalam pilot project, bila harga laptop Rp 5 juta dan pelatihan Rp 5 juta … maka dibutuhkan anggaran Rp 11 Milyar. Wajibkan guru-guru tersebut (dengan insentif laptop (Rp 5 juta)) untuk menyusun materi uji minimal materi uji harian dan cukup per guru satu atau 2 materi uji harian (karena materi ajarnya sudah ada dari BSE). Untuk Materi Uji Semesteran dan Unas cukup diambil dari Materi Uji Sekolah/Unas yang pernah ada.

3. Support selama 1 tahun di IDC dan di Yogyakarta Maksimum Rp 3 Milyar

Hanya dengan Maksimum Rp 15 Milyar, bisa mendapatkan sesuatu yang dapat membawa dampak besar bagi seluruh Sekolah dan Pelajar di Indonesia, karena materi ajar dan materi uji disiapkan bisa dimanfaatkan oleh Seluruh Guru, Siswa, dan Sekolah di Indonesia dan yang paling penting adalah :

Materi ajar dan materi uji dapat disempurnakan secara berkesinambungan oleh guru-guru se Indonesia. Ingat ada 2,5 juta guru, dosen, dan dapat diakses bebas dan gratis oleh semua siswa - - lebih dari 50 juta siswa dan mahasiswa.

Tulis kawan itu pula: imajinasikan kelanjutannya, yaitu: dampak Kolaborasi & Interaksi Antara 2,5 Juta Guru dan 50 Juta Siswa !

Kesimpulan kawan saya itu:

Pelelangan yang ada adalah solusi pendidikan tidak cerdas dan berpeluang pemborosan anggaran negara - - hutang dari Jepang, meskipun berbunga murah tetap harus dibayar oleh rakyat.

Proyek tersebut berpeluang merupakan indikasi modus KKN canggih - - terutama untuk produk AUTHORING TOOLS - - dan atau kita dibodohin Jepang, bila spesifikasi teknologi Authoring Tools hanya dimiliki oleh Software Provider dari Jepang .

Sidang Pembaca Sketsa yang Budiman,

Begitulah Sketsa kali ini. Anda tentu dapat menyimak bagaimana Salman Khan, juga upaya anak negeri di Crayonpedia, dan langgam sebuah departemen terindikasi mengedepankan proyek, yang bukan mencerdaskan. ***

Iwan Piliang, literary citizen reporeter, blog-presstalk.com, posted in kompasiana

She is Just an Exception

I just came from CEH course and found out that Ayoub had sent me an offline message through ym. What he said is unexpected. He read a news related to Julia Perez who is gonna go for upcoming regent election in Pacitan. Soon after he read the news, he gave me his comments. Here it is:

ayoub : what the ..........
"but Perez says people with deeply held religious beliefs still see sex as sinful"

ayoub : the most hilarious quoted
"’ I say, ‘No, I don’t agree about that.’ But if you don’t want to get sick, if you don’t want HIV, if you don’t want to have more kids, you use condoms."

ayoub : how about this
"People say I’m too young, that I don’t have the right to run because I’m too sexy. But politics is about honesty, it’s about having a good team. I can be like Barack Obama also."


As he asked me, I will give my comments here, instead of in the news. Since I think that there is a possibility there will be another similar case so I don't have to write the same comment again. According to the case, here are my opinions:

From the first time I heard this issue up until now, I do not agree with her decision to go for election, with any reasons. There are some reasons why I refuse to support her:
  1. She does not have any experience in people problems, in any fields. This is the main thing in order to proceed as a regent. How do you want your region to be developed if it is governed by a know-nothing person? Oke, there is a possibility that the team is great. However, the decision maker is still the head, which is going to be Julia Perez. Is she capable of it? To be honest, I really doubt it. What is she going to decide if she doesn't understand the problems at all? In the end, it will be her surrounding giving the influence.

  2. She is a sex symbol and allows free-sex. It is well-known in Indonesia that Julia Perez is an actress who is used to be in semi-sexual movies. Indonesia is a country having moslems as majority. So it does make sense if we act based on Al-Qur'an and Hadist. If Julia Perez becomes a regent, I have a feeling that prostitution will be increasing as well as raping. The leader represents the people under him/her. If the leader is bad, you can imagine what his/her people are going to be. And take note of this madam,
    FREE SEX IS PROHIBITED IN ISLAM WHETHER YOU ARE USING CONDOMS OR NOT.
    It is already stated clearly in AL-Qur'an and there is no objection among ulama'. Hence, why did you give a statement as if free sex is allowed as long as we use condom? It is not about HIV, it is about the foundation in our religion !!!

  3. She is a woman. Even there are some of ulama said that women are allowed to sit as a leader as long as it is in small scope, I prefer to follow another who said the opposite. It is not that I refuse to be ruled by a woman. However, if there are men who are still more capable of being such a leader, why should we choose a woman? Men are born to be a leader of women after all.

So, those are my opinions. Even I think it won't be satisfy him, I hope Ayoub will understand that she is not representing all of Indonesians. There are many Indonesians who still can think clearly not to support that woman during the election. And I really pray that she is not going to win.

Anyway, I am still an Indonesian, not a Hindonesian. :))

Surat Kartini 2010

Surat Kartini 2010
Gemala Putri - Bogor


*) Apa yang akan ditulis Kartini kepada sahabatnya Stella Zeehandelaar jika beliau lahir pada abad ini, mungkin bukan surat yang diantar dengan kapal laut dan memakan waktu berbulan bulan, tapi mungkin sudah berupa email.

Emansipasi perempuan bukan lagi menjadi subyek keluhannya, karena sekarang perempuan sudah bebas bersekolah dan berkarir setinggi tingginya. Tapi mungkin kini ia mengeluhkan tingginya biaya bersekolah, karena pemerintah menarik subsidi pendidikan. Mengeluhkan penyelewengan yang berseliweran di negerinya.


Seperti inilah kurang lebih dalam imajinasi saya :

Bagiku Stella,.. masalah yang dihadapi oleh bangsaku kini adalah tingginya biaya pendidikan. Bayangkan Kalau dulu bangsamu perlahan membuka sekolah sekolah untuk para pribumi, ....kini para pembesar negeriku menutup kesempatan itu. Mereka merampas kesempatan satu satunya yang dimiliki saudaranya yang miskin dan melarat untuk merubah nasib melalui pendidikan. Pemerintahku mencabut subsidi yang sangat diperlukan oleh anak anak miskin untuk melanjutkan pendidikannya.

Kini perguruan tinggi kembali menjadi milik para pembesar dan kaum berpunya. Dengarlah Stella,.... keluhan orang tua tak berpunya yang membanting tulang siang malam demi biaya kuliah anak mereka. Berapa banyak tangan tengadah untuk memanjatkan doa di malam sepi, meminta agar diberikan sedikit rejeki demi sang anak.

Kini STOVIA hanya membuka pintunya sedikit saja untuk yang tidak ber-uang. Oh ya, STOVIA kini sudah berganti menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia jika kau belum tahu, tidak cukup otak pintar untuk menuju ke sana, tapi juga uang yang banyak.

Karena biaya pendidikan yang mahal itu, aku tidak heran jika para dokter menerapkan tariff mahal yang tidak mampu dijangkau oleh sebagian besar rakyat kami. Sementara penyakit penyakit aneh mulai bermunculan. Aku ingin bercerita tentang bayi berkepala besar yang terkatung katung di kampungnya. Orang tuanya tidak mampu membawanya berobat karena ketiadaan biaya. Surat miskin yang dikeluarkan oleh kepala desa tidaklah bermanfaat. Rumah sakit penuh dengan pasien melarat, pemerintah kami hanya mengeluarkan pernyataan tanpa tindakan.

Ingatkah kau akan Tjipto Mangoenkoesoemo? Betapa ia dulu dengan sukarela memberantas wabah pes yang merebak di seantero negeri, tanpa imbalan. Aku berharap akan ada Tjipto Tjipto lain, walaupun dengan rasa pesimis.

Duhai sahabatku,.. kini hatiku pedih oleh rintihan para pedagang, pengrajin dan petani kecil negeriku. Mereka orang orang yang tabah, membangun usahanya tanpa bantuan pemerintahku.

Berusaha mandiri dan tidak bersandar menjadi orang gajian semata. Tahukah kau Stella,.... setelah mereka memeras peluh memproduksi kebutuhan kami, sekonyong pasar diserbu oleh barang barang dari negeri seberang lautan. Pemerintah kami yang membuka pintu lebar lebar. Mereka tidak ingin bersusah payah mengurusi para petani dan pedagang kecil itu.


Bukankah rakyat negeriku sangat rajin Stella? Mereka berjuang beratus tahun, dari perang ke perang, dari tanam paksa, menjadi romusha sampai mengantar nyawa putra putra terbaik kami untuk meraih kemerdekaan.

Apakah kami sudah merdeka? Memang tidak ada lagi cambuk yang menggelegar menghantam tubuh kami. ....Tapi cambuk itu sudah berganti menjadi perjanjian perjanjian dagang bebas tarif antar Negara yang dengan cepat mencekik kami hingga sekarat.

Tapi kami masih tetap tegar tidak berputus asa, jika keadaan disini tidak tertahankan mengembaralah para lelaki dan perempuan kami ke negeri seberang. Apa pun kami lakukan demi mempertahankan daya hidup. Ketahuilah Stella kami bukan bangsa pemalas, saat rakyatmu masih bergelung dalam selimut di pagi buta, kami telah terjaga dan berjuang di jalanan, melawan situasi yang tak bersahabat.

Dulu, dibawah kekuasaan bangsamu ..kami masih mempunyai tanah untuk ditanami, sekarang semua musnah. Kau akan kaget... Sahabat, negeriku yang dulu hijau permai, kini penuh gedung tinggi. Di tanah kamilah gedung gedung itu berdiri, tidak semua untuk gedung, ada tanah kami yang terendam lumpur tanpa tahu apa dan siapa penyebabnya sehingga sebagian dari kami terlunta lunta kehilangan mata pencaharian.

Duh, sahabat, kini tanah kami mulai meranggas, namun masih tetap kaya raya. Kini orang orang asing itu kembali bukan untuk tanaman tapi untuk tambang...... Para pembesar negeri yang mengundang mereka. Mereka mengaduk ngaduk tanah kami untuk emas, tembaga, batu bara, minyak bahkan gas. Kami hanya bisa menonton tanpa menikmati. Kekayaan negeri tidak lagi digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Pasal pasal kesejahteraan rakyat yang susah payah dirancang oleh para Bapak bangsa kini tinggal arsip usang yang terabaikan.

----

Stella, aku tidak menyesal tidak jadi bersekolah di Belanda, di sini aku bisa tetap dekat dan melihat kondisi rakyatku. Aku akan berkeliling dari Sabang sampai Merauke mencoba bersama sama membangun industri rumah tangga yang nyaris binasa. Kau masih ingat kerajinan rakyat dari Jepara, tanah kelahiranku? Betapa indah bukan motif motif ukiran itu?

Ukiran itu adalah kekayaan rakyatku sejak ratusan tahun yang lalu, namun seakan belum puas masih ada bangsa asing yang tergiur dengan motif motif itu dan berusaha mengakui itu sebagai miliknya.

Stella, kenapa negeriku yang indah tak permanai ini terus menerus dirundung malang? Apa dosa kami.,,,, Mengapa anugerah yang kami terima selalu ingin dirampas oleh bangsa lain.

Tapi aku yakin, Tuhan tidak tidur. Ia tahu dan Ia menunggu.

Jika kau sempat ke Indonesia, kau akan kuajak menikmati hari hari di negeriku. Bangun pagi buta, memasak, pergi bekerja, berdesak desakan dalam kendaraan umum yang jauh dari nyaman sambil menghirup asap beracun dari saluran pembuangan kendaraan bermotor. ,,,,Sungguh berbeda dengan negerimu yang serba teratur.,,,, Di sini keringat kami biasa terperas tanpa mengeluh.


Datanglah sahabat, aku menunggu.

Rembang, 21 April 2010

footnote :
jika tidak bisa memperbaiki negara, perbaiki lingkungan, jika tidak bisa memperbaiki lingkungan, perbaiki diri sendiri. dan itulah hal yang paling mendasar yang harus kita lakukan.

Hilangnya Etika di Public Sphere

Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, ada beberapa hal yang sering di ucapkan oleh guru PPKn saya mengenai ciri-ciri masyarakat indonesia. Salah satunya adalah sifat santun sebagai salah satu ciri masyarakat Indonesia. Lalu setelah itu guru saya pun akan menjelaskan mengapa kesantunan bisa menjadi salah satu ciri dari bangsa Indonesia beserta contohnya.

Saat itu saya menganggap hal itu benar adanya. Karena selain merujuk pada realita di lingkungan sekitar saya, kesopanan dan kesantunan masih dijunjung tinggi. Menghina guru adalah tindakan yang tabu. Mencemooh kawan sendiri akan berakibat pada pengucilan, apalagi pada orang lain yang tidak kita kenal sebelumnya. Ada semacam barrier yang menghalangi kita untuk berperilaku di luar batas-batas sosial yang sudah ada.

But thanks to recent technology, hal-hal semacam itu yang dahulu dianggap melanggar norma dan etika yang berlaku, sekarang menjadi suatu hal yang lumrah. Psychological barrier yang sebelumnya menjadi dinding pembatas antara kita dengan orang yang tidak kita kenal sehingga mendorong kita untuk bersikap sopan, menjadi hilang ketika sudah berhadapan dengan dunia social networking seperti Facebook, Twitter, Plurk, Google Buzz. Dengan register sebuah account, kita sudah bisa menjadi siapa saja. Maka jangan heran ketika anak SMP berani menghina gurunya. Bahkan seorang siswa sekarang tidak segan-segan mengancam akan membunuh kepala sekolahnya melalui jaringan youtube. Saling menghina dan mengejek menjadi hal yang biasa saja. Tak perlu alasan yang jelas untuk menyudutkan seseorang. Hanya dibutuhkan sentimen pribadi dan sedikit waktu untuk berpikir hinaan mana yang kira-kira paling kasar.

Ketika kesopanan yang seharusnya kita terapkan sekalipun dalam dunia maya sudah terlanggar, maka sebagus apapun isi dan penyampaian akan dianggap sebagai angin lalu. Salah satu contoh yang paling membuat saya trenyuh adalah fenomena di kaskus. Memang saya mendapat banyak info berguna melalui forum tersebut. Akan tetapi dalam beberapa hal seperti perseteruan antara indonesia - malaysia, sedikit kritikan kepada rakyat indonesia akan disambut dengan ejekan. Penyebutan kata binatang dan kata-kata yang tidak pantas berulang-ulang diucapkan. Entah oleh orang yang sama dengan username yang berbeda, atau memang berbeda orang dalam setiap username, who knows. Bagaimana ketika yang mengkritik itu sesama orang Indonesia ? Jangan harap akan dibalas dengan santun, tidak dicap sebagai pengkhianat aja sudah termasuk keberuntungan. Untuk tulisan berbobot sekalipun, tetap saja di jadikan bahan ejekan, walau ejekan itu out of context dari isi artikel itu sendiri.

Setiap kali membaca kata cemoohan yang dilontarkan di forum ketika menanggapi artikel tertentu terutama yang berkaitan dengan indonesia, membuat saya tersenyum sendiri. Ternyata demokrasi yang selama ini kita agung-agungkan, tidak terwujud dalam pengaplikasian. Jika memang konsisten dalam demokrasi (bagi para pejuang demokrasi), seharusnya setiap kritikan diterima dengan lapang dada. Karena yang mengkritik sekalipun sama-sama mempunyai hak yang sama dalam demokrasi. Dan ini harus diterapkan sekalipun di Internet. Bukan karena tidak ada lagi psychological barrier lalu kita bisa menghina orang yang tidak sependapat dengan kita. Jika memang tidak setuju atas point-point yang disebutkan dalam artikel, beri argumen. Bisa jadi kita yang salah atau author yang salah. Atau bisa jadi dua-duanya salah. Dan kesalahan itu bisa diketahui ketika kedua belah pihak mengungkapkan apa yang menjadi dasar pemikirannya. Maka ketika hinaan, ancaman, cemoohan lebih diutamakan daripada beradu argumen secara sehat, tidak akan ada ilmu yang didapat. I'm sure of it.

Well, social networking bisa jadi peluang yang luar biasa untuk menjalin hubungan dengan orang lain, tapi tidak berarti nilai kesopanan akan kita tinggalkan begitu saja. Mengutip apa yang disampaikan oleh Alfito Deannova di artikelnya:

Manusia akan bisa begitu berbeda di dunia maya. Mereka yang sesungguhnya minderan, introvert, kikuk di dunia nyata, bisa begitu artikulatif, luwes dan supel dalam pergaulan di negeri cyber. Mereka yang tadinya tak punya keberanian menyampaikan protes, dapat meledak – ledak dan menjadi begitu militan dalam menyampaikan ide. Tentu selalu ada dampak positif dan negatifnya. Tetapi lagi – lagi akomodasinya atas aspirasi begitu besar. Anda yang tadinya tidak akan didengar jika berbicara di alam nyata, bahkan bisa menjadi ‘nabi baru’ yang mencerahkan buat para follower anda, sekalipun sesungguhnya anda adalah no one. Begitu berkhasiatnya wahana komunikasi baru ini, tak jarang bahkan membuat kita melakukan pengabaian atas komunikasi konvensional. Kita lebih asyik berbicara dalam senyap melalui internet, ketimbang beradu bunyi dengan orang – orang disekeliling kita.

Jika selama ini, media massa konvensional, tidak bisa menghadirkan ruang publik (public sphere) secara sempurna, maka media baru (internet salah satunya) menjamin itu. Ada semangat leberalisme yang begitu kuat, sekat – sekat kasta dan strata menjadi begitu cair dan lepas. Faktor – faktor ini menyebabkan dari situs jejaring sosial merupakan wahana yang mungkin dalam berbagai upaya pergerakan sosial pula. Apakah philanthropic sifatnya, sampai politik revolusioner.

Melawan Amerika ala Jepang

oleh : Ust. Ahmad Sarwat, Lc

Jepang pernah diratakan dengan tanah oleh tentara Amerika. Tahun 1945, tidak kurang dari 140 ribu nyawa bangsa Jepang hilang sia-sia ketika bom Atom dijatuhkan di Hiroshima. Dan 70 ribu lainnya mati sia-sia ketika bom Atom satunya lagi dijatuhkan di Nagasaki.

Praktis Jepang lumpuh. Tentaranya yang sedang menjajah negeri lain meluaskan sayap, pulang kampung. Negeri itu bangkrut, bubar dan tidak berbentuk lagi.

Apa yang pernah dialami Jepang di masa itu kira-kira mirip dengan yang dialami Iraq, Afghanistan dan negeri-negeri muslim lainnya. Bahkan mungkin penderitaan Jepang jauh lebih dahsyat. Sebab bom Atom itu bukan cuma menghancurkan gedung dan infrastruktur, tetapi efek radiasinya masih berbahaya untuk beberapa waktu.

Berbeda dengan sikap bangsa Jepang, ketika melihat negeri Islam dihancurkan oleh tentara Amerika, banyak pemuda muslim dari seluruh dunia yang marah dan bertekad membalas serangan itu dengan serangan yang sama.

Bahkan Usamah bin Ladin menyerukan jihad kepada Amerika, dan memerintahkan untuk membunuh semua bangsa Amerika, dimana saja bertemu. Kemarahan Usamah itu kemudian disambut gegap gempita oleh banyak kalangan muslim di dunia.

Tidak sedikit Kedutaan Besar Amerika di berbagai negara yang menerima ancaman bom dan peledakan. Warga Amerika sendiri pun tidak jarang menerima ancaman penganiayaan hingga pembunuhan di berbagai negara. Sampai pemerintah Amerika seringkali mengeluarkan travel warning demi keselamatan warganya.

Sebuah reaksi yang cukup membuat pemerintah Amerika kalang kabut.

Bom Teroris

Tapi yang rada aneh justru terjadi di negeri kita. Alih-alih membunuh bangsa Amerika, justru yang terbunuh malah bangsa sendiri. Serangan demi serangan dilancarkan oleh para pengebom, namun lebih sering salah sasaran.

Meski pun penjelasannya untuk menyerang kepentingan Amerika, tetapi yang jadi korban malah bukan warga negara Amerika. Justru bangsa kita yang nota bene umat Islam, malah lebih sering terkena sasaran pengeboman yang dilancarkan secara membabi buta oleh orang yang tidak bertanggung-jawab.

Sayangnya, semua pengeboman itu masih memakai judul besar : jihad fi sabilillah. Padahal, yang mati bukan orang Amerika. Tempatnya pun bukan di medan peperangan yang sesungguhnya.

Serangkaian peledakan bom terus terjadi hingga hari ini. Catatan yang kita miliki antara lain :

1 Agustus 2000 : Ledakan bom terjadi di depan kediaman Duta Besar Filipina untuk Indonesia di Jakarta. Ledakan bom itu menewaskan dua staf rumah tangga kediaman serta puluhan orang lainnya mengalami luka cukup serius.

13 September 2000 : Bom mengguncang lantai parkir Gedung Bursa Efek Jakarta. Dengan bahan peledak TNT, ledakan bom menewaskan 10 orang, melukai 15 orang, serta dua mobil hangus, dan 20 mobil rusak.

25 Desember 2000 :Bom meledak di berbagai tempat di Indonesia saat malam Natal, yakni Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Mojokerto, Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam, dan Pekanbaru. Rangkaian ledakan ini mengakibatkan belasan orang tewas, seratus lebih lainnya luka-luka dan puluhan mobil rusak. Tercatat hanya 16 dari 31 bom yang meledak.

Agustus 2001 : Bom meledak di Plaza Atrium, Senen, Jakarta Pusat. Ledakan melukai enam orang.

23 September 2001 : Ledakan di lantai parkir Atrium Plaza menghancurkan beberapa mobil, walau tidak ada korban jiwa.

12 Oktober 2002 : Tiga ledakan bom mengguncang Bali. Ledakan pertama dan kedua mengguncang kawasan di Jalan Legian, Kuta. Sedangkan ledakan lainnya terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar. Di Manado, Sulawesi Utara, bom rakitan meledak di pintu gerbang masuk Kantor Konjen Filipina, tapi tidak ada korban jiwa.

Ledakan di Jalan Legian, mengakibatkan setidaknya 187 tewas dan 400 lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan kerusakan parah dalam radius 100 meter dari pusat ledakan. Polisi mengidentifikasikan bahwa ledakan berasal dari bom mobil yang diletakkan di dalam Mitsubishi L-300. Tiga terpidana mati, Amrozi cs, sudah dieksekusi.

5 Agustus 2003 : Ledakan hebat mengguncang Hotel JW Marriott, Jakarta. Dengan bahan peledak, antara lain berupa CLO3, aluminium powder, TNT, detonator dan sumbu peledak. Bom menewaskan 11 orang, melukai 152 orang dan menghancurkan 22 mobil.

Pada 9 September 2004 : Pengeboman di depan Kedubes Australia, Kuningan, Jaksel. Jumlah korban jiwa tidak begitu jelas. Pihak Indonesia berhasil mengidentifikasi sembilan orang, namun pihak Australia menyebut angka 11. Peledakan itu dipercayai dilakukan oleh seorang pengebom berani mati bernama Heri Kurniawan alias Heri Golun dengan menggunakan van mini. Heri berhasil diidentifikasi melalui tes DNA.

1 Oktober 2005 : Terjadi tiga pengeboman di Bali, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.

Jepang Tidak Membalas Teror

Ketika negerinya diporakporandakan, bangsa Jepang pasti marah. Namun menarik untuk dikaji, mereka sudah tidak bernafsu lagi untuk membalas dengan serangan militer yang hanya akan menumpahkan darah.

Pembalasan yang dilakukan oleh bangsa Jepang cukup intelek dan elegan. Bukan mesiu atau peluru yang mereka kirim ke Amerika, tetapi rombongan mahasiswa genius yang sengaja diperintahkan untuk `mencuri` ilmu dan teknologi dari mantan lawannya.

Berbeda dengan mental terjajah bangsa Indonesia yang ke Amerika malah belajar ilmu-ilmu keislaman dari Yahudi, mahasiswa Jepang justru belajar teknologi yang memang belum mereka miliki. Karena dikerjakan dengan tekat yang serius, maka dalam waktu singkat nyaris hampir semua teknologi dan kekayaan ilmu pengetahuan yang tadinya dimiliki Amerika, sekarang sudah menjadi milik Jepang.

Saya diceritakan bagaimana saat itu Amerika agak pelit berbagi teknologi. Sampai akhirnya Jepang terpaksa membeli mobil Ford utuh untuk dibawa pulang ke Jepang. Di Jepang, mobil itu tidak untuk dipersembahkan buat para pejabat yang makan uang rakyat, tetapi untuk dibedah, dipreteli satu per satu isi perutnya, dipelajari dan . . . ini yang menarik, ditiru, dikembangkan, disempurnakan dan diproduksi massal.

Hasilnya?

Semua orang tahu bahwa Amerika pun akhirnya mengimpor mobil dan motor dari Jepang. Sebab industri otomotif Jepang melesat maju meninggalkan industri otomotif Amerika. Bahkan sepeda motor yang dipakai patroli jalan raya California (ingat film CHIPS), mereknya Honda.

Bahkan kini General Motor sebagai induk industri otomotif Amerika terpaksa merumahkan ribuan karyawannya. Teknik perakitan kendaraan roda empat memang tidak diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih cepat dan murah.

Di bidang elektronik, Akio Morita mengembangkan Sony Walkman yang melegenda itu. Meski pita kaset ditemukan patennya oleh Phillip Electronics. Tapi walkman berhasil dikembangkan dan dibudling sebagai sebuah produk yang booming Sony tidak kurang dari 150 juta produk.

Bangsa Jepang Gemar Berkarya

Berbeda dengan umumnya bangsa-bangsa muslim yang senang berdebat, saling menjelekkan dan jarang akur, alias lebih sering bertikai, bangsa Jepang kelihatan lebih kalem. Mereka tidak terlalu banyak cakap, tapi rajin bekerja.

Mas Romi Satria Wahono, teman saya yang menggondol doktor di Jepang dan 10 tahun bermukim disana bercerita. Menurut beliau, rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam per tahun.

Jam kerja ini terbilang sangat tinggi, bila dibandingkan dengan jam kerja bangsa-bangsa lain yang juga maju. Konon jam kerja orang Amerika sebanyak 1.957 jam per tahun. Kalau orang Inggris jam kerjanya 1.911 jam per tahun. Orang Jerman bekerja sebanyak 1.870 jam setahun. Orang Perancis bekerja sebanyak 1.680 jam setahun.

Sayangnya, saya tidak punya data PNS di negeri kita, berapa ya kira-kira jumlah jam kerja mereka?

Kalau mau iseng-iseng coba yuk kita hitung. Misalnya, PNS kita yang makan uang pajak rakyat itu datang ke kantor jam 09.00 pagi dengan badan lelah berjam-jam naik angkot dengan lalu lintas yang macet parah. Sampai di kantor harus istirahat dulu sambil baca koran atau minum teh. Kerja betulannya baru dimulai kira-kira jam 10.00 pagi.

Jam 11.30 sudah repot mau ke Masjid, sebab alasannya kan mau menunaikan ibadah shalat Dzhuhur. Balik dari masjid sekalian makan siang, jam 14.00. Kerja sebentar kira-kira 1 jam, itu pun kalau ada yang dikerjakan, kalau tidak ada, ya main game, chating, catur, atau ngobyek. Praktis sehari kerja yang beneran cuma 3 jam.

Kalau seminggu kerja 5 hari, berarti seminggu hanya 15 jam. Setahun? Kalikan saja dengan 52 minggu, hasilnya hana 780 jam setahun. Itupun sudah tidak dihitung tanggal merah, cuti bersama dan `HARPITNAS` (Hari Kejepit Nasional).

Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.

Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan `agak memalukan` di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk `yang tidak dibutuhkan` oleh perusahaan.

Tekun dan Ulet

Bumi Jepang sebenarnya tidak terlalu berlimpah dengan kekayaan alam. Tapi barangkali justru faktor itulah yang memicu orang-orang Jepang menjadi tekun dan ulet, akhirnya malah sukses.

Sesungguhnya untuk kebutuhan warganya, Jepang sangat mengandalkan negara lain, termasuk Indonesia. Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia.

Sampai ada yang bilang seandainya Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi ke Jepang, maka 30% wilayah Jepang akan gelap gulita. Bandingkan dengan negeri kita yang berlimpah dengan bahan-bahan alam, ada minyak bumi, batu bara, bijih besi, emas dan lainnya. Seharusnya kita lebih maju dari Jepang. Bahkan bisa menekan Jepang dengan menghentikan ekspor minyak bumi.

Tapi itulah bangsa Jepang, alamnya yang sering dilanda gempa bukan bikin bangsanya jadi peminta-minta belas kasihan negara lain.

Nasionalisme dan Loyaliltas

Hal yang menarik lainnya dari bangsa Jepang, mereka punya rasa nasionalisme yang patut dibanggakan. Kedutaan Besar Jepang di berbagai negara selalu terbuka untuk memberikan bantuan sepenuhnya buat warganya.

Berbeda dengan ulah para pejabat KBRI dan konsulat kita di negeri lain, alih-alih membela bangsa sendiri, yang sering saya lihat mereka malah rada bermusuhan kepada WNI sendiri. Hubungan renggang antara pejabat kedutaan dengan bangsa Indonesia yang tinggal di negara yang bersangkutan, lebih sering kurang serasi.

Bangsa Jepang juga dikenal punya loyalitas yang tinggi. Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan sampai
pensiun.

Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.

Di negeri kita, loyalitas adalah barang basi. Loyalitas biasanya diberikan kepada pihak yang mau bayar lebih tinggi. Termasuk dalam urusan memilih partai dan pejabat. Siapa yang uang `serangan fajar`nya lebih tinggi, biasanya dia yang menang.

Tidak Bergantung Bangsa Lain

Berbeda dengan negeri-negeri yang mayoritas muslim, bangsa Jepang punya kebiasaan untuk tidak bergantung kepada bangsa lain.

Ini pengalaman saya sendiri waktu berangkat ke Jepang. Kebetulan charger hp saya tertinggal di Jakarta, dan itu saya sadari ketika sudah masuk ruang tunggu bandara. Saya berpikir, alah gampang, nanti saja di Tokyo saya beli yang baru atau pinjam teman. Toh hp saya bermerk Sony Ericsson, Sony kan merk Jepang. Masak sih tidak ada yang jual, begitu pikir saya.

Ternyata saya salah besar. Di Jepang bukan hanya tidak dijual chargernya, bahkan hp yang semerk dengan milik saya pun tidak dijual. Dari belasan toko elektronik yang saya masuki, semua menggeleng dan bilang, hp seperti itu belum pernah dia lihat seumur hidupnya.

Rupanya bangsa Jepang punya hp sendiri, yang tidak ada di negara lain. Mereka bikin sendiri dan hanya bisa dipakai di Jepang saja. Merk-merk hp terkenal seperti yang ada di negeri kita, justru tidak dikenal di Jepang.

Colokan listrik Jepang pun beda dengan yang umumnya berlaku di berbagai negara. Bentuknya pipih berbentuk lempengan, alat-alat elektronik yang kita punya sudah pasti tidak bisa dicolok disana, kecuali bila kita beli adapter.

Tegangan listriknya saja `aneh` dalam pandangan saya. Dimana-mana kan seharusnya 220 volt. Ternyata di Jepang cuma 110 volt.

Teman-teman panitia yang mengundang saya di Jepang berkomentar,`Ustadz, orang Jepang itu merasa Jepang adalah pusat dunia. Mereka merasa tidak butuh dengan negara lain. Jadi mereka ciptakan teknologi sesuai dengan selera mereka saja`.

Membangun Peradaban Mengalahkan Amerika

Dari semua hal di atas, yang paling mengesankan saya sendiri adalah balas dendam dan perlawanan bangsa Jepang terhadap gempuran Amerika dilakukan bukan dengan menumpahkan darah.

Barangkali bangsa Jepang sudah belajar cukup banyak tentang makna kemanusiaan, walau pun bangsa Jepang tidak mengenal agama. Bahkan di Jepang tidak ada hari libur keagamaan. Bandingkan dengan kita bangsa-bangsa muslim yang sepanjang tahun semarak dengan berbagai perayaan hari besar agama, tetapi rajin berbunuhan sepanjang tahun.

Iraq, Palestina, Afghanistan, Pakistan adalah contoh dari sekian banyak negeri yang harga nyawa manusia terasa sedemikian murah. Harta benda milik manusia sama sekali tidak ada jaminan keamananya, karena setiap saat bisa saja dicuri, dirampok, dikorupsi oleh pejabatnya, digelapkan bahkan dijarah.

Lepas dari siapa pelaku dan pihak yang salah, tetapi gambaran tentang peradaban Islam yang aman, sesuai dengan akar kata `islam`, rasanya masih jauh di alam mimpi. Kita tidak bisa dengan mudah menemukannya di negeri-negeri muslim.

Seandainya bangsa-bangsa muslim membangun teknologi yang unggul, tidak mengandalkan kepada bangsa lain, saya yakin Amerika pun akan hormat kepada kita. Saya tahu persis bahwa mahasiswa Indonesia di luar negeri cukup banyak yang sudah menguasai berbagai teknologi. Bahkan bikin reaktor nuklir pun bisa dilakukan dengan mudah. Ilmunya sudah dikuasai, tapi good will dari pemerintahnya yang tidak ada.

Apalagi bila kita mampu menguasai dan mengolah sendiri kekayaan alam yang berlimpah, tidak digadaikan buat kepentingan bangsa lain, maka Amerika pasti semakin takut dengan kita. Tapi sekali lagi, niat baik dari para pemimpin yang langka.

Dan yang lebih fantastis lagi, seandainya bangsa-bangsa muslim di dunia ini mengakhiri pertikaian di tengah mereka, lalu bersatu menjalin kekuatan bersama, saya tambah yakin kalau Amerika tidak akan bisa jualan senjata. Industri persenjataan Amerika itu bisa untung besar, selama negeri-negeri Islam sibuk berperang. Artinya, perang adalah ladang penghidupan buat Amerika.

Jadi kita ini sebenarnya tidak perlu boikot makanan Amerika. Cukup hentikan perang, insya Allah industri senjata Amerika akan gulung tikar. Dan rasanya aneh, mosok kita perang lawan Amerika, tapi pakai M-16? Mosok kita perang melawan Israel tapi pakai Uzi?

Kalau pun nanti kita berjhad fisik suatu hari, sebaiknya senjata yang kita pakai bukan M-16 atau AK47, tetapi merknya Paijo 77, Paimin 85, Tugiran 2000 atau Wakijan 21. Maksudnya, kita pakai senjata yang kita bangun sendiri industrinya.

Tulisan saya ini bukan berarti membesar-besarkan Jepang yang pernah menjajah kita 3,5 tahun dan memperkosa wanita-wanita kita (Jugun Ianfu). Tapi sekedar mengambil pelajaran. Biar bagaimana pun Jepang pasti punya kekurangan dan kelemahan juga.

Semoga Allah SWT membuka hati-hati kita dan meneranginya dengan cahaya-Nya yang tidak pernah padam, agar kita semua dapat mengambil pelajaran berharga.

Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai wawasan. (QS. Al-Hasyr : 2)

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists