Today : 1 Muharram 1430 H

Ada yang tahu hari ini hari apa ? Gak tau ? wah , , berarti perlu liat kalender juga . Udah liat kalender tp g liat sesuatu yang spesial ? Yah , , mesti liat kalender hijriyah nih . Udah habis ya tanggalnya ? Ya iyalah lha wong hari ini 1 Muharram . . ! ! Nyadar g ? Klo nyadar , ya Alhamdulillah . klo g nyadar , berarti harus lebih care lagi . Kenapa ? Karena kita lebih hapal tahun baru masehi daripada tahun baru hijriyah . Klo seandainya saya tanya , , 1 Januari 2009 kena pas hari apa ? pasti pada langsung tau klo jawabannya hari kamis . Bahkan ada yang udh rencana ntr taon baru ama sapa , ngapain , dimana , dsb .

Apa yang sebaiknya kita lakukan di malam tahun baru ? Bermuhasabah . ini adalah langkah yang patut d lakukan oleh setiap muslim . Karena hanya dengan muhasabah maka kita bisa menjadi lebih baik dari yang saat ini . Tentang muhasabah , ada satu artikel yang menarik untuk di renungkan .


Berikut isi dari artikel tersebut :

Sudahkah ku jauhkankah ku dari segala kekufuran? Sudah hijrahkah aku?

Sedangkan aku masih sering menunda sholatku, karena lebih mementingkan pekerjaanku, acara TV, membaca buku, tidur…

Bila ku bersedekah masih ada yang memberatkan dalam hati, masih ada rasa su’udzon kepada sang penerima sedekah. Dan juga masih sedikit, setitik garam dilautan… masih kuhitung rejeki ku, padahal kan rejekiku itu sudah Allah tetapkan untuk ku…

Membaca Al Qur’an? masih lebih banyak aku membaca majalah atau membaca buku.

Puasa sunnahku masih jarang dan selalu harus di ingatkan dan dimotivasi.

Qiyammul Lail ku? masih belum kudapatkan kekusyu’an itu…

Dan sampai hari ini, masih belum dapat kusenangi hati kedua orang tuaku, dan masih kubebani mereka dengan kewajiban mereka terhadapku.

Ya Allah kau ciptakan Manusia termasuk aku, dengan penuh kemuliaan, tetapi setelah ku tercipta, ku jalani hidupku dengan kenistaan.

Ya Allah aku memang tidak semulia pada saat engkau ciptakan aku, tetapi apakah aku dapat terus berusaha untuk mendapatkan kemuliaan itu kembali dihadapanmu nanti di akhir hidupku?

Ya Allah berilah aku kesempatan untuk memperbaiki diriku ini dan lebih dapat mendekatkan diriku padaMU

Dalam lisanku sering ku ucapkan bahwa KAUlah satu-satunya Sesembahanku, tetapi dalam keseharianku KAU sering ku tinggalkan demi sesembahan yang lain, dunia.. Astaghfirullah..

Ya Allah, jangan kau marah pada ku, jangan kau tarik hidayah ku…
Aku tak tau apa yang harus kuperbuat bila kudapatkan marah MU dan tak kupunya lagi hidayah MU


semoga dengan bertambah tahun , bertambah pula keimanan kita . Dan bertambah pula manfaat yang dapat kita berikan bagi sesama . akhir kata , saya mengucapkan :

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1430 H



Web Indonesia

Membangun Komunitas Link Web Indonesia

web indonesia

1.FREE-7.NET -
http://free-7.net
2.O-OM.com - http://www.o-om.com
3.Blog Firdaus A. - http://eosmate.blogspot.com
4.My Blog - http://ahmadsheva.blogspot.com

Ada sebuah Filosofi politik yang mengatakan "Tidak ada teman dan tidak ada musuh yang abadi, yang ada adalah kepentingan bersama" . Mungkin filosofi ini yang meng-ilhami perushaan IBM bekerja sama dengan komunitas open source untuk menghadapi dominasi Microsoft dalam aplikasi sever.



Ter-inspirasi dari filosofi itu dan dari membaca dan berusaha memahami masalah link building dari posting Darren Rowse di problogger.net-nya (12 Tools and Techniques for Building Relationships with Other Bloggers) juga dari membaca ebook link building secret yg saya temukan , maka saya mencoba menarik kesimpulan intinya dan mencoba membangun ide untuk mengajak para blogger Indonesia bersama-sama menciptakan suatu komunitas online bagi blogger indonesia , untuk saling mengenal dan membangun suatu kerjasama win and win bukan win and lose (menang dan menang bukan menang dan kalah) dalam hal traffic , untuk menghadapi apa? yah boleh kalau di bilang untuk menghadapi web-web full komersil yang memiliki budged cukup untuk membeli segala fasilitas mendatangkan traffic , atau paling tidak ini adalah suatu cara untuk berkenalan dan saling mengenal dengan para blogger Indonesia yang lain dan kelak bisa kita jadikan Katalog Pribadi Web/Blog Indonesia.

Yap, ini bicara promosi blog , yang saya rasa lebih efektif di banding sekedar bertukar link lalu memasangnya di sidebar sebagai blogroll, karena umumnya pengunjung blog kita tidak melirik sama sekali link-link dalam blogroll kita.

Oke, yang saya maksud di sini adalah menyebarkan posting saya ini secara berantai, karena posting utama akan paling menjadi perhatian pengunjung blog kita.

Yap ini ajakan suka-rela ,silahkan yang tertarik, dan yang tidak abaikan saja, bagi rekan-rekan senior yang trafficnya sudah tinggi juga silahkan jika ingin berbagi bersama, di bawah ini langkahnya: 1.Buat sebuah posting dengan judul Web Indonesia. 2.Copy-paste seluruh isi posting ini untuk isi posting anda. 3.Pada bagian atas kumpulan kode dalam teks area di atas ,masukan url-judul web anda di bawah url-judul web saya dan menambahkan nomor urut setelah web saya, jadi angka nomor urut anda adalah setelah no urut web saya....dan seterusnya secara berantai. 4.Setelah itu abadikan link url posting misalnya di letakan di sidebar, supaya kelak gampang di cari.

Salah satu tujuan utama saya adalah dalam rangka menyebarkan budaya ngeblog, saling mengenal dan membantu traffic bagi rekan2 pemula .

Anda tidak akan saya curangi untuk memasang anchor text atau link web saya atau web lain-nya, tak ada satu link pun yang menuju alamat web atau blog saya atau lain-nya , tapi hanya sekedar alamat dalam bentuk teks untuk saling mengenal. juga logo web indonesia di atas cuma sekedar logo bersama, tak ada link atau keyword yang saya sisipkan.

Dan jika masih ada pemikiran di akali karena web saya ada di urutan atas dari link anda , maka abaikan tulisan ini.

Jika berjalan lancar, saya rasa cara promosi ini tidak kalah efektif di banding berburu link dan mencari RSS submissions sebanyak banyaknya dengan melelahkan, bahkan RSS atau tukar link banyak kemungkinan link anda akan terhapus karena banyak sebab, tapi posting secara umum akan tetap ada sampai kapanpun .

Dan ini bisa menjadi acuan untuk pelacakan hubungan link secara berantai melalui dari mana anda mendapatkan posting ini.

Hasil dari copy-paste dan penyebaran posting ini seterusnya adalah persis seperti isi posting ini dengan daftar link di bawah logo Web Indonesia yang semakin bertambah.

Jika ingin copy-paste kode HTML secara langsung klik di sini (paragraf terakhir ini terserah anda mau di ikutkan atau tidak )




Labels:

Masihkah Anda Mengeluh ?

Well , , artikel ini berhubungan dengan sifat manusia yang amat manusiawi . Yaitu tentang mengeluh . Dan pertama kali baca di blog mbak restya dan mas indra , saya merasa tersindir . Hufh , , Sering kasih nasehat tapi malah diri ini patut di nasehati . Dan artikel ini bukan bertujuan untuk menggurui , karena saya lebih pantas untuk di guru-i . :-)

Tapi mungkin ini pantas untuk kita jadikan bahan renungan . Secara saat ini Indonesia dan dunia lagi di timpa krisis ekonomi yang hebat .

Mengeluh memang sifat yang manusiawi . Sehingga pantas jika kita mengeluh . Toh kita bukan malaikat yang tidak punya nafsu atau keinginan . Kita punya nafsu dan keinginan tersebut , maka kita akan mengeluh jika kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan . Atau jika kita mendapatkan suatu ujian .

Namun agaknya ayat berikut patut kita jadikan renungan .

Sunnguh manusia diciptakan bersifat suka mngeluh . Apabila ditimpa musibah dia berkeluh kesah . Dan apabila dia mendapat kebaikan (harta) dia menjadi kikir . (Q.S. 70 : 19-21)


Berarti wajar jika kita berkeluh kesah ? Bukankah itu sifat manusia sebagaimana telah disebutkan dalam Al-Quran ? Nah , , dalam ayat selanjutnya :

Kecuali orang - orang yang melaksanakan shalat . Mereka yang tetap setia melaksanakan shalatnya . Dan Orang - orang yang dalam hartanya disiapkan bagian tertentu . Bagi orang (miskin) yang meminta dan yang tidak meminta . Dan orang - orang yang mempercayai hari pembalasan . Dan orang - orang yang takut akan adzab dari Tuhannya . (Q.S. 70 : 22-27)


Masih shalat ? Masih menunakan zakat ? Masih takut akan adzab Allah ? Lalu masihkah kita berkeluh kesah jika kita termasuk golongan yang tidak patut untuk berkeluh kesah ?
Mungkin hanya Anda yang bisa menentukan jawaban terbaek bagi diri Anda .

Namun sebagai penutup , ijinkan saya menulis sebuah hadist yang bersumber dari Imam Muslim rahimahullah .

Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin bahwa semua urusannya baik, yang demikaian itu tidak terjadi pada siapapun, kecuali untuk orang mukmin, jika menimpanya sesuatu yang menggembirakan bersyukurlah ia maka adalah kebaikan baginya, dan jika menimpanya sesuatu yang menyusahkan bersabarlah ia maka adalah kebaikan baginya.”
(HR. Muslim )


Hadist yang cukup terkenal sebenarnya . Tapi sebagai pengingat kita kembali .

Semoga artikel ini bisa menjadikan semangat baru bagi kita (penulis terutama) . Bahwa apapun yang terjadi , kita tidak boleh mengeluh . Jika memang terpaksa mengeluh , maka mengeluhlah sewajarnya dan kembali ingat ayat dan hadist di atas .

thx for :
[+]mbak restya atas artikelnya
[+]mas indra untuk artikel yang serupa

untuk adekQ :
[+]sakit jangan jadi ajang untuk mengeluh . tapi ajang untuk berjuang . setuju ? :D

A Dream is A Wish Ur Heart Makes

Sambil nunggu shubuh (bisa juga klo di katakan g bisa tidur cz kena penyakit insomnia) , saya iseng blogwalking . Dan akhirnya mata saya tertuju pada blog yang sudah agak lama tidak saya kunjungi . Blog tersebut milik salah seorang mahasiswi IF ITB (kq bs nemu ya ? heran juga :D) . Nah , , karena artikel yang di tulis rata-rata menarik , maka saya menghabiskan waktu untuk membacanya . Hingga mata saya tertuju pada postingan yang berjudul A Dream is A Wish Your Heart Makes . Apa yang menarik dari artikel tersebut ? Bait lagu yang di ambil saya jawab . Judul lagu tersebut sesuai dengan judul artikel . Karena penasaran dengan lagu tersebut , saya putuskan untuk googling . Dan yatta . . ! ! Dapet full lyric + lagunya . Sebenarnya lagu tersebut tidak cukup untuk masuk dalam katagori well-listened bagi saya (terlalu mellow) , tp lyricnya saya liat lumayan bagus .



Berikut lyricnya :

A dream is a wish your heart makes
When you're fast asleep
In dreams you will lose your heartaches
Whatever you wish for, you keep

Have faith in your dreams and someday
Your rainbows will come smiling through
No matter how your heart is grieving
If you keep on believing
the dream that you wish will come true

A dream is a wish your heart makes
When you're feeling small
Alone in the night you whisper
Thinking no one can hear you at all
You wake with the morning sunlight
To find fortune that is smiling on you
Don't let your heart be filled with sorrow
For all you know, tomorrow
The dream that you wish will come true

A dream is a wish your heart makes...

A dream is a wish your heart makes...

You wake with the morning sunlight
To find fortune that is smiling on you
Don't let your heart be filled with sorrow
For all you know, tomorrow
The dream that you wish will come true

No matter how your heart is grieving
If you keep on believing
The dream that you wish will come true


Arti dari lyric ini cukup dalam . Bait yang saya suka adalah yang ini :

Have faith in your dreams and someday
Your rainbows will come smiling through
No matter how your heart is grieving
If you keep on believing
the dream that you wish will come true


Maka jika boleh saya berkata , cita-cita (berbeda dari mimpi) saya (membangun Indonesia dan Islam) akan bisa terwujud jika kita yakin . Bagaimana jika gagal ? Maka itu telah menjadi suatu perhitungan di sisi Allah . Karena Allah melihat proses , bukan hasil . So , , jangan ragu untuk bercita-cita berbuat sesuatu yang besar . Ketika kita sudah mempunyai mimpi tersebut , maka selalu akan ada tujuan dari setiap langkah , detik , serta menit yang kita jalani .

Akhir kata , , Selamat Bercita-cita , dan Bangun kembali peradaban Islam . . ! !

Santa Gave a Death for at Least 6 People

What did Santa give to you ? A death .

Actually , chrismas eve should be a nice moment for christian people . But not for this case . A man in santa's suit killed at least six person in Los Angeles and injured several others . Then this santa killed himself after doing such thing . Motive of this Santa maybe caused by bitter divorce between him and his wife . This is the summary of the news :

In a bizarre Christmas Eve rampage in a Los Angeles suburb, a 45-year-old man in a Santa Claus outfit opened fire on a gathering of his in-laws and then methodically set their house ablaze, killing at least six people and injuring several others, the authorities said on Thursday.

In addition, three people who were at the party in the suburb of Covina — including the couple who owned the home and the former wife of the suspect — were missing, the police said.

The suspect, identified by witnesses as Bruce Jeffrey Pardo, later killed himself in front of his brother's house in Sylmar, about 40 miles from the scene of the shootings, the police said.

Witnesses said Pardo, armed with cans of accelerant, went to the house looking for his former wife, Sylvia, with whom he had been entangled in a bitter divorce..

The frenzied shooting occurred just before midnight Wednesday at a two-story home on a cul de sac in Covina, a middle-class town about 22 miles east of Los Angeles. People who escaped the home, including one woman who broke an ankle as she leapt out of a second-floor window, said they had gathered for a family celebration.

At least three bodies were initially discovered inside the home, and coroners found "several" more bodies as they went through the rubble on Thursday morning, according to The Associated Press.

Investigators said that about 30 people, among them many children, were inside the home celebrating on Christmas Eve when Pardo knocked on the door. The gathering was a tradition for the family, an annual holiday party, and Pardo had apparently disguised himself as hired entertainment to gain access. When a guest opened the door, Pardo stepped inside the house, pulled out a handgun, and immediately started shooting, Lieut. Pat Buchanan of the Covina Police Department said in a telephone interview.


So , , what did u ask to santa ? I hope u did ask for the good one .

Postal Code

Ada beberapa hal yang sepele dan tidak kita perhatikan tapi ternyata itu berpengaruh terhadap bagian hidup kita . Seperti yang baru saja saya alami . Ketika hendak mendaftar di google Adsense untuk pendaftaran blog , di situ ada kolom yang membuat saya bingung . Karena apa ? Ya itu tadi , soalnya itu masalah sepele banget [dulu saya berpikir seperti itu] . Emang masalah apa yang saya dapat ?

It's simple . I have to write down my postal code address in surabaya . Tapi berhubung saya lupa berapa kode pos daerah saya , maka mulailah saya googling . Alhamdulillah akhirnya nemu juga . Nah , , dari pengalaman saya mendaftar ke berbagai situs nih , postal code adalah suatu hal yang penting dimana kebanyakan orang melupakan bagian ini . Ya iyalah , , secara sapa juga yang mau pake pos di jaman canggih begini .

Terus klo lupa postal code gmn donk ? Tenang aja . Saya akan menghadiahkan link untuk mencari postal code tersebut .

untuk yang berdomisili di Indonesia , situs ini sangat membantu . Cukup pke fasilitas search maka udah bisa mencari postal code yang ingin Anda temukan .

URLnya :

[+]http://indonesianewsonline.com/prangko/stamps/frame.htm

untuk yang berada di luar negeri :

[+]http://www.freesearching.com/

Semoga bermanfaat .

Labels:

Insomnia

Ada yang pernah ngerasain insomnia ? Atau bahkan Anda sendiri terkena insomnia ?

Insomnia , berdasarkan wikipedia1 mempunyai arti :

A symptom of a sleeping disorder characterized by persistent difficulty falling asleep or staying asleep despite the opportunity. It is typically followed by functional impairment while awake. Insomniacs have been known to complain about being unable to close their eyes or "rest their mind" for more than a few minutes at a time. Both organic and non-organic insomnia constitute a sleep disorder


Terjemahan bebasnya , suatu gejala dari penyakit tidur yang ditandai dengan susahnya untuk tidur atau tetap tidur walau mempunyai kesempatan yang berlanjut terus menerus . Hal ini akan diikuti oleh lemahnya fungsi tubuh pada saat bangun . Penderita insomnia akan mengeluh bahwa mereka tidak bisa menutup matanya ataupun mengistirahatkan pikiran mereka lebih dari beberapa menit dalam satu waktu . Baik organic maupun non-organic insomnia membentuk suatu penyakit tidur .

Di jelaskan lebih lanjut , ada pembagian jenis insomnia . Diantaranya :

1. Transient insomnia yang berlanjut dari hari ke minggu . Ini bisa di sebabkan oleh penyakit yang lain . Seperti berubahnya lingkungan tidur , waktu tidur , depresi , atau stres . Konsekuensinya akan berakibat pada kehilangan waktu tidur .
2. Acute insomnia adalah ketidak mampuan untuk tidur nyenyak secara konsisten untuk periode antara 3 minggu sampai 6 bulan .
3. Chronic insomnia akan berlangsung selama bertahun-tahun dalam satu waktu . Ini bisa disebabkan oleh gangguan lain , atau bahkan bisa menjadi pirmary disorder . Termasuk dalam bagian ini adalah tidak bisa tidur , keletihan otot , halusinasi , dan atau keletihan mental . Namun penderita chronic insomnia sering memperlihatkan peningkatan kewaspadaan . Orang-orang yang hidup dengan penyakit ini akan merasa akan merasa berada di slow motion , dimana object yang bergerak terlihat oleh mereka seperti bercampur .


Dari pengertian di atas , kita termasuk insomniac g ya ? Kalo aq pribadi sih pastinya masuk dalam katagori transient insomniac . Gimana enggak ? Akhir-akhir klo malam susah banget tidur . Yah , , walo ngantuk tapi rasanya klo tidur bakal g sholat shubuh . Cz biasanya aq baru ngantuk di atas jam 1 pagi . Telat banget kan ? Itulah makanya kenapa aq mengkatagorikan diriQ sebagai penderita transient insomniac . Berbahaya g ? Wah , , bagiQ sih g berbahaya . Hidup masih berjalan seperti biasa . Cuman aq harus menyediakan waktu tidur pas siang hari . Kalo enggak , , bakal g konsen pas kelas . Yah , , semoga bisa cepet kembali seperti semula . ^^


footnote:
[1]http://en.wikipedia.org/wiki/insomnia

Labels:

Tentang Perayaan Natal

Berkaitan dengan Hari Natal yang jatuh pada tanggal 25 Desember lusa dan berlaku setiap tahun , saya mendapat beberapa pertanyaan dari teman saya tentang hal ini . Dan pertanyaan tersebut selalu berulang setiap tahun . Diantara pertanyaan tersebut adalah :

1. Bolehkah seorang muslim mengucapkan selamat natal bagi umat nasrani ? Mengapa ?
2. Bukankah Islam menganjurkan untuk mengucapkan selamat Natal ? berdasarkan ayat :


"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali."
[QS. Maryam :33]

3. Bukankah Islam mengajarkan untuk menghormati agama lain ? Lalu kenapa tidak boleh mengucapkan selamat Natal ?
4 . Selama tidak ikut menyakini bahwa Yesus adalah tuhan , kan kita boleh aja mengucapkan selamat Natal ?
5. Bolehkah kita menerima hadiah Natal ?

Pertanyaan di atas adalah sedikit dari pertanyaan sejenis yang menyangkut perayaan Natal dan hukumnya bagi seorang muslim . Menjawab pertanyaan diatas , saya sadar bahwa saya bukanlah seorang ahli fiqh , hadist , maupun mempunyai kelebihan dalam ilum agama . Maka saya menjawab pertanyaan di atas berdasarkan jawaban para Ulama yang sudah lebih ahli dan insyAllah pendapat para Ulama tersebut dapat di pertanggungjawabkan .

Untuk pertanyaan pertama , ada 2 pendapat . Pendapat pertama adalah dari Ibnu Qayyim Rahimahullah , Ibnu Taimiyah , dan pengikutnya seperti Syekh Ibnu Baaz dan Syekh Ibnu Utsaimin .

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Ahkam Ahl adz-Dzimmah, beliau berkata,
Adapun mengucapkan selamat berkenaan dengan syiar-syiar kekufuran yang khusus bagi mereka adalah haram menurut kesepakatan para ulama, seperti mengucapkan selamat terhadap Hari-Hari besar mereka dan puasa mereka, walau sekadar mengucapkan, Semoga Hari raya anda diberkati atau anda yang diberikan ucapan selamat berkenaan dengan perayaan hari besarnya itu dan semisalnya .


Adapun alasan mengapa Ibnu Qayyim menulis seperti itu adalah disebabkan perayaan natal termasuk bagian dari syiar umat Kristen dan mengucapkan selamat Natal serta merayakannya termasuk dalam tasyabbuh . Tasyabbuh sendiri secara bahasa diambil dari kata al-musyabahah yang berarti meniru atau mencontoh, menjalin atau mengaitkan diri, dan mengikuti. At-Tasybih berarti peniruan. Dan mutasyabihah berarti mutamatsilat (serupa). Dikatakan artinya serupa dengannya, meniru dan mengikutinya. Tasyabbuh yang dilarang dalam Al-Quran dan As-Sunnah secara syar’i adalah menyerupai orang-orang kafir dalam segala bentuk dan sifatnya, baik dalam aqidah, peribadatan, kebudayaan, atau dalam pola tingkah laku yang menunjukkan ciri khas mereka (kaum kafir).

Pendapat kedua berasal dari jumhur ulama kontemporer seperti Syekh Yusuf Al-Qardhawi yang memperbolehkan mengucapkan selamat Natal . Namun pengucapan selamat Natal diperbolehkan apabila orang Nasrani yang bersangkutan itu termasuk dalam katagori cinta damai . Terlebih lagi jika ada hubungan khusus antara kita dan mereka , seperti kerabat , teman kerja , dsb . Dan seperti umat Nasrani mengucapkan selamat hari raya kepada umat Islam , maka umat Islam boleh mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani . Hal ini didasarkan pada ayat yang berbunyi :

Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86)


Senada dengan Dr. Yusuf Al-Qardhawi , Dr. Mustafa Al-Zarqa' menyebutkan dalam fatwanya (saya kutipkan sedikit dan lihat di sini untuk lengkapnya):

"Mengucapkan selamat/tahniah pada Hari Cristmas kepada kenalan mereka dari kalangan penganut Kristen, menurut pendapat saya adalah dari sudut mujamalah dan muhasanah (berbudi bahasa dan menjaga pergaulan yang baik). Islam tidak melarang kita mujamalah seperti ini terhadap mereka. Terlebih lagi al-Masih a.s. di dalam aqidah kita adalah salah seorang dari para rasul Ulul Azmi. Al-Masih juga manusia agung di sisi kita. Hanya, umat Kristen melampaui batas sehingga meng-I'tiqadkannya sebagai Tuhan."

Sebagai tambahan pula, kadangkala kaum muslimin didatangi oleh sahabat handai taulannya dari kalangan penganut Kristen pada Idul Fitri dan Idul Adha serta mengucapkan tahniah/selamat Hari 'Ied. Jika hal ini tidak dibalas pada hari Christmas, maka ini hanya akan menyokong lagi apa yang telah dituduhkan terhadap umat Islam, yaitu sikap kasar dan sikap tidak mau berkompromi dengan orang lain."

Adapun info tentang Dr. Mustafa Al-Zarqa' dijelaskan oleh Sheikh Kamin . Kutipan dari penjelasan beliau tentang Dr. Mustafa Al-Zarqa' (ulama fiqh kelahiran Syria, 1904-1999) adalah sebgai berikut :

Professor Mustafa Al-Zarqa’s high standing as a scholar was recognized throughout the Muslim world. He served for many years on the Islamic Fiqh Council (Majmaa’ Al-Fiqh Al-Islami) in Makkah and was a member of the Consultative Council of the Islamic University of Madinah. In 1984, he was awarded the King Faisal International Prize for his work on Islamic Fiqh. Later he was to serve on the award committee of this prize.

What is most significant in Mustafa Al-Zarqa’s work in the field of Fiqh is the fact that he looks at Islamic rules from a very broad perspective which is, to him, exceedingly important, since Islam is meant to be implemented in all societies and at all times. Hence, the flexibility and practicality of its laws in all human situations must be evident. It will not be so if Muslim scholars limit themselves to a certain social model, trying to recreate it in our modern times.

There could be many models of Islamic society to suit every age and every community. The important thing is that the basic rules and principles of Islam must be observed. Within this framework people may conduct their lives as they wish. Hence, it is the duty of scholars to consider new issues and give rulings on them to determine their permissibility from the Islamic point of view. Throughout his life, Mustafa Al-Zarqa continued to show his interaction with the social problems of the Muslims, considering solutions that are acceptable from the Islamic point of view.


Selain itu , berkaitan dengan fatwa Dr. Mustafa Al-Zarqa' , Sheikh Kamin (Cyber Fiqh al-Ahkam online) yang membahas hal ini juga tak kalah memberi penekanan bahwa:

"Namun demikian, sebagai orang Islam, ketika berkunjung di rumah orang tua yang beragama Kristen, kita haruslah menjaga kesucian agama kita. Sebagai contoh, kita dilarang menyertai acara-acara ritual mereka seperti menyanyikan lagu-lagu Natal, menjaga makan minum kita, menjaga waktu sholat, dengan arti kata bila masuk waktu sholat, kita akan mendirikan sholat walau dalam keadaan apa sekalipun. Tidak ada kompromi di dalam persoalan diatas. Kedatangan kita di majelis atau perayaan tersebut hanyalah bersifat berlaku ihsan (hormat dan menunjukkan sikap yang baik) kepada kedua ibu bapak dan menjalinkan silaturahim dengan adik beradik kita dan bukan karena untuk menyambut perayaan mereka."


Bagaimana berkompromi dengan hal ini ? Dalam artikel ini di jelaskan pendapat seoran sheikh pengasuh sebuah fiqh cyber Al-Ahkam . Jawaban dari sheikh tersebut menjawab kebingungan saya terhadap dua pendapat di atas .

Beliau mengatakan bahwa:

"Isu "mengucapkan Merry Christmas" ini adalah isu khilafiah. Pendapat yang melarangnya adalah dari madzhab ahli hadith yang berpegang dengan zahir nas. Adapun yang membolehkannya pula ialah dari aliran fiqih.

Yang amat keras melarangnya ialah dari madzhab Imam Ahmad, seperti Syaikhul Islam Ibn Taymiyah (Iqtidha') dan Lajnah Daimah, buhuth, ifta' kerajaan Arab Saudi. Sedangkah yang membolehkan ialah dari kalangan ahli fiqh tarjih dan muqaran, seperti Syaikh Dr al-Qardhawi, Dr. Mustafa al-Zarqa' dan Lajnah Mufti Islam Online."


Bagaimana kita berkompromi dari dua aliran ini? Maka menurut Sheikh tersebut :

"Pendapat yang paling benar ialah dari ahli hadith kerana itulah sikap salaf terhadap Yahudi dan Nasaraa. Adapun pendapat ahli muqaran seperti Syaikh Mustafa alZarqa' dan alQardhawi atau Mufti Islam Online adalah bersifat kasus demi kasus bagi umat Islam yang menetap di negara kristian, menjadi penduduk minoriti, hidup dalam sebuah negara modern yang komposisi kaum yang multiracial dan kehidupan antara kaum yang tidak bermusuhan dan mereka saling hidup aman dan damai."

Maka fiqih yang ini dinamakan Fiqh alAqalliyat atau Fiqh Minoritas.

Kemudian, beliau menambahkan lagi pendapatnya:

"Hukum dan Fatwa ini penting bagi orang Islam yang menetap di Mesir, di mana kaum Kristian Qibti adalah penduduk asal Mesir, juga penduduk Lebanon, Syria dan Palestine, di mana penduduk Kristian adalah penduduk asal di situ (hubungan antara Qibti dan Kristian di tanah Arab adalah amat baik) Juga orang Islam yang pergi ke Barat, menuntut ilmu dari dosen Kristian yang banyak menolong dan mengajar orang Islam akan ilmu dan teknologi, juga orang Islam yang berhijrah ke Barat dan menjadi warga EC dan USA. Juga orang Islam yang ada bisnis di sana, juga orang Islam yang mendapat rawatan dari dokter-dokter pakar kristian dan hospital tercanggih di Barat.

Maka umat Islam yang menerima kebaikan, ihsan dan ada hubungan kekeluargaan dan hubungan seperti dosen dan guru ini inginkan hukum, apakah boleh mereka mengucapkan 'Merry Christmas kepada dosen Kristian mereka, kepada dokter dan perawat Kristian yg merawat mereka, kepada rekanan perniagaan mereka yang beragama Kristian.

Maka hukum asalnya adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Taymiyah. [HARAM]

Tapi perkembangan dan adanya perkembangan keadaan dan realitas, maka keluarlah fatwa Qardhawi dan Mustafa alZarqa itu. Fatwa mereka ini bukanlah suatu yang aneh, kerana sahabat bernama Abdullah bin Abbas adalah sahabat yang pertama memberi salam, 'Assalamu'alaikum kepada orang Majusi.' "


Di akhir tanggapan, beliau menitipkan nasehat kepada saya, rasanya baik juga kepada ikhwah sekalian. Beliau yang semoga dimuliakan ALlah Ta'ala mengatakan,

"Maka nasehat saya adalah, persoalan Fatwa memang ada fatwa yang keras dan ada fatwa yang lembut bergantung kepada siapakah ahli fatwa tersebut, dimana ia dikeluarkan dan apakah situasi yang menyebabkan fatwa itu berubah dan juga aliran atau manhaj ahli fatwa tersebut."

Beliau kemudian memberikan contohnya yang lain (perbedaan fatwa):

"Sheikh atau muhadith al-Albani banyak berbeda pendapat dengan salafiyah Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Contohnya:

- al-Albani membolehkan wanita haidh dan orang berjunub menetap di mesjid; tapi salafiyah KSA memfatwakan haram wanita haidh menetap di mesjid.
- al-Albani tidak membolehkan wanita memakai emas yg melingkar (gelang dan cincin), tapi ulama' KSA membolehkan.
- al-Albani membolehkan wanita membuka wajah. Ulama' KSA melarang wanita membuka wajah.
- al-Albani membid'ahkan sedekap selepas i'tidal, ulama' KSA menyuruh bersedekap.
- ulama' KSA mengharamkan fotografi temasuk kamera pada handphone.
- ulama' Saudi mengharamkan pemberian license mengemudi kepada wanita Saudi.

Itu beberapa contoh variasi dalam fatwa."

Kembali pada bagaimanakah hukum Mengucapkan Selamat Natal, maka harus diperhatikan bahwa pendapat yang rajih (kuat) adalah melarang pengucapan tersebut.

Pendapat dari Sheikh Dr al-Qardhawi, sebagai ahli fiqh lebih kepada HUKUM ISTITHNA'IYAT (kasus-kasus yang jarang/terkucil) di mana kondisi ini terjadi pada orang-orang Islam yang perlu mengucapkan Selamat Natal (Merry Christmas) karena keperluan yang mendesak atau hanya strategi saja.

Pembahasan dari sheikh tersebut hanya berkaitan dengan pengucapan selamat Natal . Adapun perayaan Natal , mengikutinya adalah HARAM .

Menjawab pertanyaan kedua , ayat diatas TIDAK berarti kita harus mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani setiap tanggal 25 Desember .

Itu adalah doa Nabi Isa yang artinya semoga kesejahteraan dilimpahkan kepadanya pada hari/saat dia DILAHIRKAN (bukan setiap tanggal 25 Desember sekarang, di mana dia sudah tidak lahir lagi), pada hari dia meninggal, dan pada hari dia dibangkitkan kembali.

Jika itu adalah "perintah" mengucapkan selamat Natal, niscaya Nabi Muhammad SAW yang merupakan manusia terbaik akan melaksanakannya.

Pada pertanyaan ketiga , kita dianjurkan untuk menghormati agama di luar Islam . Tapi ingat , ada batasannya . Yaitu ayat :

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. Al Kafirun : 6)


Dengan demikian , penghormatan kita kepada non-muslim tidak boleh melanggar prinsip kita sebagai muslim . Pun dalam bentuk penghormatan tidak harus pengucapan selamat Natal dan ikut merayakan . Tapi salah satu bentuk penghormatan kita adalah dengan ikut menjaga ketentraman ketika mereka sedang merayakan Natal .

Sedangkan jawaban bagi pertanyaan terahir adalah kita tidak dilarang untuk menerima berbagai hadiah dari mereka karena sesungguhnya Nabi saw telah menerima berbagai hadiah dari non muslim seperti al Muqouqis Pemimpin al Qibthi di Mesir dan juga yang lainnya dengan persyaratan bahwa hadiah itu bukanlah yang diharamkan oleh kaum muslimin seperti khomer, daging babi dan lainnya.

Demikian sedikit penjelasan dari saya . Sekali lagi , saya bukanlah seorang ahli fatwa sehingga besar kemungkinan apa yang saya tulis terdapat kesalahan . Baik itu kesalahan redaksi maupun tulisan serta makna . Maka apabila ada kesalahan , mohon bersedia untuk membantu membenarkan . Akhir kata , menyikapi pengucapan selamat Natal , ada beberapa pendapat ulama yang berbeda , namun mempercayai bahwa peringatan Natal adalah peringatan kelahiran Nabi Isa AS adalah HARAM . Pun hukumnya sama dengan ikut merayakan Natal (sudah di jelaskan di atas) .


sumber :
[1] Al-Quran Al-Karim
[2] http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/hukum-mengucapkan-selamat-natal.htm
[3] http://malay.bismikaallahuma.org/hukum-ucapan-merry-christmas-selamat-hari-natal/
[4] http://www.mail-archive.com/is-lam@milis.isnet.org/msg01378.html
[5] http://aqidahislam.wordpress.com/2007/06/18/pemahaman-dasar-tentang-tasyabbuh/
[6] http://abuaufa.multiply.com/reviews/item/15
[7] http://www.arabnews.com/?page=5§ion=0&article=2728&d=11&m=6&y=2001

Sekadar Ucapan Maaf

Untuk mereka yang sedang berjuang mempertahankan jilbabnya .

Artikel ini tidak bermaksud men-judge siapapun . Maupun tidak dalam rangka menjelaskan tentang kewajiban jilbab bagi muslimah . Tapi artikel ini hanya berisi perasaan saya ketika ada salah seorang muslimah yang dikarenakan oleh peraturan harus melepas jilbabnya .

Jujur , setiap kali mendengar berita bahwa salah seorang teman saya harus melepas jilbab karena sekolah tidak memperbolehkan , hati saya terasa teremas . Betapa pengaruh dari barat sudah begitu mengakar pada regulasi negara-negara maju . Sehingga untuk muslimah yang hendak menjalankan perintah agama pun harus dilarang dengan keras . Suatu hal yang tidak akan kita jumpai pada pemeluk agama selain Islam . Saya sering membandingkan , mengapa muslim yang berjenggot dianggap sebagai teroris dianggap sebagai teroris sedangkan para rabi yahudi yang berjenggot dianggap sebagai pemeluk agama yang taat ? Mengapa memakai jilbab bagi muslimah dianggap memalukan sedangkan bagi suster memakai penutup kepala adalah suatu kebanggaan ? Mengapa menggunakan baju kurung bagi muslimah dianggap aneh sedangkan mereka yang memakai hot pants dan tank top justru dianggap modis ? Mengapa ? dan lagi-lagi saya hanya bisa bertanya mengapa .

Sekalipun dalam qur'an sudah dijelaskan bahwa :

Tidak akan ridha orang yahudi dan nasrani sebelum kalian memeluk agama mereka . (QS : 2 : 120)


tapi dalam hati ini masih timbul rasa ketidakpuasan atas ketidakadilan yang menimpa saudara - saudari saya . Saya hanya bisa menangis , ketika ada saudari yang terpaksa lepas jilbab dikarenakan peraturan . Pun ketika ada perawat yang tidak boleh bekerja lagi dikarenakan peraturan juga .

Saya tidak hendak menyalahkan pemerintah , perusahaan , maupun instansi yang memberlakukan regulasi tersebut . Karena bisa jadi mereka memberlakukan peraturan tersebut tanpa ada pertimbangan dari kalangan muslim sebagai pihak yang terkena regulasi , dan tentu saja , kepentingan yang berbeda . Saya juga tidak hendak menyalahkan saudari yang melepas jilbabnya karena regulasi tersebut . Karena setiap orang mempunyai pertimbangan yang berbeda-beda . Ada yang lebih mementingkan pekerjaan ataupun pendidikan dibanding agamanya , dan ada pula yang sebaliknya . Tapi saya lebih menyalahkan diri saya sendiri . Betapa diri ini lemah dan tidak berdaya . Ketika ada saudara muslim saya sedang di dzolimi , saya hanya bisa berdoa . Berdoa semoga diberi kekuatan dalam melewati fase hidup tersebut . Berdoa agar para pembuat regulasi berpikir ulang dalam menerapkan suatu undang-undang . Dan yang pasti , berdoa agar suatu saat nanti saya bisa memberikan kontribusi dalam hal ini .

Maka , sebagai akhir dari artikel ini , saya hendak menyampaikan pesan pada para muslimah yang memakai jilbab namun belum menjilbabi hatinya .

Sesungguhnya kalian harus bersyukur karena tidak diberi kesusahan dalam menjalankan perintah Allah . Sedangkan di belahan bumi yang laen , ada seorang muslimah yang terpaksa dikeluarkan dari kampus hanya gara-gara masalah yang sama . Jadikanlah jilbab bukan hanya sekadar mode , tapi sebagai suatu kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan . Dan jangan lupa , apabila Anda sudah memutuskan untuk berjilbab , tunjukkan bahwa Anda pantas dengan jilbab itu . Berperilakulah sebagaimana istri rasul memperlakukan jilbab mereka . Tidak sekadar menutupi kepala , tapi juga penutup hati . Pencegah kita jika kita hendak melakukan sesuatu yang melanggar aturan Allah . Dan jangan sampai kita menjadikan kecintaan kepada selain Allah diatas Allah itu sendiri .


Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah . Adapun orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah . Sekiranya orang yang berbuat dzalim itu melihat azab (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat siksaNya (nisacaya mereka akan menyesal) . (QS : 2: 165)


Didedikasikan bagi muslimah yang sedang berjuang untuk mendapatkan haknya kembali . Semoga Allah memberikan keringanan untuk kembali melaksanakan perintahNya .

Menghilangkan Navbar

Bagi para pengguna blogspot atau blogger , kadang kala kita merasa kurang nyaman dengan adanya navbar yang terletak di bagian atas blog kita . Apa pengertian navbar itu sendiri ?

The Blogger Navbar appears by default at the top of every Blogger-powered blog. 1


Jadi , berdasarkan pengertian dari help blogger , navbar akan terlihat pada bagian atas setiap blog untuk blogger yang menggunakan bogspot , blogsome , dan sejenisnya . secara otomatis jika kita tidak melakukan perubahan , maka navbar akan terus ada di bagian atas blog kita .

Berikut gambar dari navbar yang saya maksud :



Navbar menyediakan beberapa feature , diantaranya :
* [B]: membawa kita ke blogger home . jika kita sudah log in , maka kita akan di bawa ke dasbor blog kita .
* Search Blog: mencari blog yang akan kita lihat . hasilnya akan terlihat langsung pada halaman Anda .
* Flag Blog: memberi tanda apakah blog kita termasuk blog yang layak dibaca atau tidak .
* NextBlog: membawa kita kepada blogger blog secara random , berdasarkan update yang paling baru .
* [email address]: jika kita sudah log in , maka alamt e-mail akan terlihat di sini . alamat yang kit alihat adalah alamat e-mail kita sendiri . bukan alamat e-mail orang lain . jika belum login ke blogger , anda tidak akan melihat e-mail anda .
* Dashboard: jika kita sudah log in , maka tombol ini berfungsi mengembalikan kita ke dasbor blog kita .
* Sign In/Out: tampilan ini menunjukkan apakah kita sudah sign in atau belum . jika sudah , maka yang muncul adalah "sign out" dimana itu berfungsi mengeluarkan kita dari blogger . sedangkan apabila belum log in , maka tampilan yang muncul adalah "sign in" .


Cara Menghilangkan Navbar :

Jika Anda merasa terganggu dengan keberadaan navbar ini , Anda bisa mencoba cara berikut :

1. masuk ke bagian kustomisasi -> edit HTML .
2. copy paste code di bawah . sebelumnya , saya sarankan agar memback up dulu data template Anda dengan mendownload template yang sedang Anda gunakan [klik "download template lengkap " pada bagian backup /restore template] . Jadi jika terjadi kerusakan , Anda tinggal copas dari back up yang sudah tersedia .

#navbar-iframe {
height: 0px;
visibility: hidden;
display: none;
}

3. taruh code di atas di bawah nama blogskin yang Anda pakai . Misalkan , Anda menggunakan template lama , maka Anda akan dapati :

/*-----------------------------------------------
Blogger Template Style
Name: Minima Black
Designer: Douglas Bowman
URL: www.stopdesign.com
Date: 26 Feb 2004
Updated by: Blogger Team
----------------------------------------------- */


copas code pada nomer 2 di bagian bawah nama template seperti contoh di atas . hasilnya akan seperti ini :

/*
-----------------------------------------------
Blogger Template Style
Name: Minima Black
Designer: Douglas Bowman
URL: www.stopdesign.com
Date: 26 Feb 2004
Updated by: Blogger Team
----------------------------------------------- */
#navbar-iframe {
height: 0px;
visibility: hidden;
display: none;
}



4. klik simpan template .

sebagai catatan , sebelum Anda menghilangkan tampilan navbar ini , ada baiknya kita memperhatikan beberapa hal :

1. Pertimbangkan darimana Anda akan log in . Pada navbar ada link untuk log in ke blog kita . Jika itu dihilangkan , Anda akan kesulitan untuk log in . Maka ada baiknya Anda memberi link untuk log in ke blog Anda .
2. Tidak ada link untuk kembali ke dasbor kita . Setelah kita blog-walking , kadangkala kita ingin memposting sesuatu . Dan link untuk kembali ke dasbor sudah tidak ada . Maka sediakan satu tab yang berada pada blogger dasbor .

UPDATE :

setelah membaca postingan dari kang agus bahwa menghilangkan navbar itu termasuk pelanggara TOS (Term of Service) dari Blogger , maka ada baiknya code pada langkah ketiga di ganti dengan kode berikut :

#navbar-iframe{opacity:0.0;filter:alpha(Opacity=0)}
#navbar-iframe:hover{opacity:1.0;filter:alpha(Opacity=100, FinishedOpacity=100)}


Fungsi dari kode ini adalah auto hide . Jadi tidak menghilangkan navbar secara permanen . Jika Anda mengarahkan kursor pada bagian atas header , maka navbar akan muncul . Jika Anda alihkan , navbar akan menghilang .

footnote :
[1] http://help.blogger.com/bin/answer.py?hl=en&answer=42269

Labels:

Cara Membuat Read More pada Blogspot

Karena saya sudah janji kepada beberapa orang agar memberi tahu cara kasih "read more" pada blogspot , maka malem ini saya mw menepati janji buat kasih tahu caranya . Sebagai sumbernya , dapat dilihat di blog mas Fahmi . cara yang Anda lihat dsini hanya adaptasi dari artikel tersebut .


Cara Pertama:

1. Buka template -> Edit HTML -> Kasih tanda tik pada menu "expand widget tempate"
2. Letakkan kode berikut persis di atasnya kode </head> :

<style>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>
span.fullpost {display:inline;}
<b:else/>
span.fullpost {display:none;}
</b:if>
</style>


3.

<b:if cond='data:blog.pageType != "item"'>
<a expr:href='data:post.url'> Read More..</a>
</b:if>



Letakkan kode diatas di bawah kode

<p><data:post.body/></p>


4. Klik Simpan. Selesai.
5. Klik SETTINGS atau Pengaturan, terus klik FORMATTING atau Format. Di paling bawah ada kotak kosong di samping menu TEMPLATE POSTING. Isi kotak kosong tsb dg kode berikut:

<span class="fullpost">

</span>


Jangan lupa klik SIMPAN PENGATURAN.

Cara Memposting

Ketika memposting, klik EDIT HTML (bukan COMPOSE). Maka, secara otomatis akan tampak kode

<span class="fullpost">
</span>


Letakkan posting yg akan ditampilkan di halaman muka di atas kode sementara sisanya (yakni keseluruhan entry/artikel), letakkan di antara kode

<span class="fullpost">


dan

</span>


Cara Kedua:

1. Buka template –> edit HTML
2. Kasih tanda tik/cek menu “expand widget template”
3. Cari kode berikut di TEMPLATE blog Kamu:

<div class='post-header-line-1'/>
<div class='post-body'>


4. Kalau sudah ketemu, letakkan kode berikut DI BAWAH kode html di atas:

<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>
<style>.fullpost{display:inline;}</style>
<p><data:post.body/></p>
<b:else/>
<style>.fullpost{display:none;}</style>


5. Di Bawah kode di atas ada kode html sbb:

<p><data:post.body/></p>
<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->
</div>


6. Nah, di antara kode

<p><data:post.body/>



dan kode

<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->
</div>


pasang kode html ini:

<a expr:href='data:post.url'>Read More .. </a>
</b:if>


7. Jadi, susunan kode html di template setelah ditambah dg kode READ MORE akan menjadi seperti ini (yg warna biru adalah kode tambahan untuk READ MORE, sedang kode warna hitam adalah kode asli template):

<div class='post-header-line-1'/><div class='post-body'>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>
<style>.fullpost{display:inline;}</style>
<p><data:post.body/></p>
<b:else/>
<style>.fullpost{display:none;}</style>

<p><data:post.body/></p>
<a expr:href='data:post.url'>Read More......</a>
</b:if>

<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->
</div>


Klik Simpan Template. Selesai.

8. Klik SETTINGS atau Pengaturan, terus klik FORMATTING atau Format. Di paling bawah ada kotak kosong di samping menu TEMPLATE POSTING. Isi kotak kosong tsb dg kode berikut:

<span class="fullpost">
</span>

Jangan lupa klik SIMPAN PENGATURAN.

Cara Memposting

Ketika memposting, klik EDIT HTML. Maka, secara otomatis akan tampak kode

<span class="fullpost">
</span>


Letakkan posting yg akan ditampilkan di halaman muka di atas kode sementara sisanya (yakni keseluruhan entry), letakkan di antara kode

<span class="fullpost">

dan

</span>


Catatan Penting:

(A) Artikel yg diposting sebelum pemasangan kode READ MORE di atas akan tetap tampil penuh di halaman muka, Kamu bisa mengeditnya dg cara sbb:

1. Klik menu EDIT POSTS
2. Klik EDIT di artikel yg akan diedit.
3. Pasang kode

<span class="fullpost">


di bawah paragraf yg akan ditampilkan. Dan pasang kode

</span>


di akhir artikel.
Ingat hanya ada SATU kode

<span class="fullpost">


dan

</span>


Apabila terdapat lebih dari satu, dan biasanya numpuk di bagian paling bawah artikel, maka dibuang saja.

Permasalahan :

1. Saat mengklik “Simpan Perubahan” kita sering mendapat pesan demikian:

XML error message: The element type “style” must be terminated by the matching end-tag “”.

Jangan panik. Itu artinya tanda petik / kutip buka tutup (quote/unquote) yakni tanda ‘ dalam kode tidak cocok dengan font template. Yang perlu dilakukan adalah buang tanda kutip ['] itu dan kasih tanda kutip yang baru di tempat yang sama. Dan coba klik lagi SIMPAN.

2. Anda sudah berhasil memasang seluruh kode di atas, tetapi ‘read more’ gak berhasil; posting tetap panjang? Solusi: klik “Pengaturan” -> klik “Format” -> buang semua tanda kutip buka/tutup di “fullpost” dan ganti dengan tanda kutip yang baru. Jangan lupa klik “Simpan”.


Lebih jelas silahkan liat di sini .

UPDATE :


Ada cara yang lebih 'elegan' dalam membuat Read More . Dimana ketika kita mengklik 'Read More' , maka full post akan muncul dalam halaman utama itu sendiri . Tidak dalam Tab yang baru .

Mengenai caranya , silahkan liat di sini .

Labels:

Award yang Tertunda

beberapa hari yg lalu aq terkaget-kaget . ada award nyasar ke blog ini . . ! ! waduh , , antara susah , senang , ama bahagia deh . susah cz ini tugas yg mesti d posting [hiks , , kq g gratis aja y mas ?] . senang dan bahagia cz ini berarti blogQ makin berwarna . hehe .

sebelumnya ini ada pertanyaan beserta jawaban [d jawab sendiri pertanyaannya] yg nangkring d otakQ sebelum mengerjakan award ini .

Q : award tu gunanya bwt apa sih ?
A : yah , , klo bagiQ award tu cmn bwt ngerekatkan hubungan kita ama blogger laen .

Q : dapet hadiah g ?
A : aduh , , hadiahnya ya award ini .

Q : trz klo gtu award tu apaan ?
A : apaan ya ? kagak tw . tp kyknya sama seperti yg d katakan mas robin deh , award ini cmn gambar ama tulisan doank .

Q : gmn caranya dapet award ?
A : yg mw q kasih dah . tinggal sebutin alamat blognya . eits , g blh copy paste award sebelum d tag ye . g sesuai etika perbloggeran . hehe .


Berikut award yg d dapet blog ini :





thx bwt yg udh kasih ni award :
mas robin

oiya , , hampir lupa . karena award ini g cuma-cuma , ada PR yg msti d kerjain . ini tugas yg q dapet .

tugas buat cute award :

1. Put the logo on your blog --> udah

2. Add a link to the person who awarded you --> link g cuman satu tuh :)

3. Nominate at least 7 other blogs --> ada d akhir artikel ini

4. Add link those blogs on your ---> menyusul

5. leave a message for you nominees on their blog. ---> akan d kerjakan hbs nulis artikel ini

tugas buat smile award :

10 hal yg bqn km tersenyum hari ini .

1. format komentar d blogQ kembali lagi .
2. vistalize my XP udh 50% .
3. midterm DS lancar jaya [moga aja dapet bagus] .
4. mikir ntr istriQ kayak gmn .
5. baca artikel lucu di sini .
6. dapet award yg g nggenah [g bermaksud menghina mas :)]
7. komputerQ kembali seperti semula .
8. mikir jawaban yg lucu buat jawab award ini .
9. sudah mikir lama g nemu2 .
10. akhirnya tugas selesae juga . :)

sekian aja deh kyknya . eh , , ampir kelewat . buat yg berhak dapet 2 award di atas :

Mas Very

Mas Kanip

Indiar

Kiki

Hakim

Mas Faisal

Mas Deady

Labels:

College Could Become More Expensive

I got my feeling in writing about this stuff after I read Mas Fahmi’s article .

Nowadays, educational cost in America is more expensive than before. A report said that the cost of attending colleges has risen nearly three times the cost of living. It means that even we live in America, we also think twice to attend class in colleges. Maybe we’ll probably choose to get some works than register in any colleges.

What is the connection between Indonesia? There is a big connection between America and Indonesia, especially in economical policy. Both America and Indonesia use capitalism as their economic strategy. In Indonesia, we can see the capitalism in many ways. Industry, education, even politic also. However, if America as the biggest capitalism country could suffer because of this system, we have to think better solution in order to grow our country up.

Back to topic, when I read this news, I started thinking what will happen with my country (Indonesia). How many times the cost of attending colleges will rise? Once? Twice? Three times? Or worse than that, more than three times. No matter how many it will be rise, we need only once rising of the cost of attending colleges to choose not to register in nest year class. And if it happens, we will get lack of scholar. If we get lack of scholar, then we will lost of our future youth. And if so, who will build our nation when our generation die? So, I suggest us to discuss about this problem seriously. Because this is not just a simple problem to solve. It can be the biggest one.

I find that at least there are 2 options to pass this condition. First, government has to subsidy our cost of education so there will be not rising cost, especially in colleges. I don’t say that our government didn’t do the same until this time. But I want to say that they (government) did corruption in every subsidy. If there will be no corruptor during the implementation of this kind of subsidy, I can guarantee that we must not rise our cost.

Second, we have to think about cross subversion between rich people and poor people. What I say with cross subversion is we charge upon rich people to pay twice tax of education while the poor people is free of this tax. Until this time, I see many rich people get easiness in many taxes. They are the one who get subversion. In the same time, many poor people can’t get their chance to get education because rich people has taken theirs. In order to grow up our nation, I assume that if rich people pay theirs twice consciously, automatically the poor people will get their opportunity in education.

Actually, I just can think these ways to prevent raising cost of attending colleges. As I said before, if we don’t think this seriously, we will not be able to grow up our nation. Because of our lack of education.

I’ve said my opinion, so what's yours?

Tak Perlu Menjadi Seperti Barat

Jika umat Islam ingin maju seperti Barat, maka ia akan menjadi seperti Barat dan bukan seperti Islam .


Itu adalah satu tulisan yang saya temukan dalam salah satu artikel di sini . Artikel yang cukup 'menyentil' saya tentang umat muslim negara saya [indonesia] . Selama ini , dalam berbagai kesempatan kebanyakan orang berkata dan berperilaku sebisa mungkin mirip dengan Barat [Amerika] . Dalam berpakaian , berjalan , gaya hidup , hingga masalah kecil seperti makan produk Barat . Apakah tidak ada produk dalam negeri yang tidak cukup bersaing dengan produk Barat ? Jika kita mau menelusuri , ada banyak produk dalam negeri yang sebanding kualitas dengan produk Barat . Dalam masalah pakaian misalnya . Batik buatan Indonesia terkenal akan kebagusan bahan dan motif yang indah . Tapi mengapa orang Indonesia sendiri malu untuk memakai batik dan lebih memilih jas ? Masalah gengsi saya kira . Pun begitu dalam hal makanan . Masih adakah orang yang lebih senang dengan gado-gado sebagai makanan khas surabaya daripada junk food semacam burger , dll ? kebanyakan orang akan lebih memilih junk food tersebut . Alasannya ? Simpel . Lagi-lagi terkait dengan gengsi . Lebih bergengsi makan di McDonald daripada Ayam Bakar Wong Solo . Lebih bermartabat katanya . Itu baru dalam pakaian dan makanan . Belum lagi aspek kehidupan yang laen .

Dalam masalah gaya hidup pun orang muslim di Indonesia lebih menyukai yang bergaya Barat daripada yang bergaya Nabi . Padahal apa jaminan dari keikutsertaan mereka dalam bergaya western seperti itu ? Apakah orang Barat akan memberi uang ketika kita ikut gaya hidup mereka ? Absolutely NOT . Sedangkan apa jaminan ketika kita ikut cara hidup Nabi ? Sesuatu di atas segala kenikmatan yang ada di dunia ini , SURGA ALLAH . Apakah itu tidak cukup bagi kita ?

Maka , melalui artikel ini saya ingin menekankan bahwa jika ingin maju , jangan menjadikan Amerika dan teman-temannya sebagai contoh . Kebenaran menjadi relatif , teologi tanpa metafisika, agama tanpa spiritualitas atau bahkan religion without god . Seperti artikel yang saya jadikan sumber di atas , saya menggarisbawahi satu pengertian yang sangat penting .

Barat adalah alam pikiran pandangan hidup

Seperti juga Islam , Kristen , Hindu , maupun Buddha termasuk dalam pandangan hidup tersebut . Dan setiap dari pandangan hidup tersebut tidak bisa dicampur adukkan . Barat adalah Barat . Islam adalah Islam . Kristen adalah Kristen . Jika kita nekat ingin mencampurkan kedua elemen yang berbeda tersebut , maka yang terjadi hanyalah kebingungan [confusion] . Muslim tidak lagi Islam , karena sudah mencampur Barat dalam perilakunya . Pun begitu dengan Christian maupun buddhist . Sebagai hasil , Tuhan yang Maha Kuasa akan menjadi tuhan yang maha lemah . Hukum Allah yang sudah ditetapkan menjadi hukum yang dapat diputarbalikkan . Dan Al-Quran akan menjadi bacaan tanpa spirit bagi jiwa .

Sebagai penutup , saya akan mengutip tulisan bapak Hamid Fahmy Zarkasyi dalam artikel yang sama bahwa :

"Jika ummat Islam ingin maju seperti Barat maka ia akan menjadi seperti Barat dan bukan seperti Islam. Dan suatu hari nanti akan ingat keluhan David Thomas atau tangisan Tertulian yang sudah lapuk “Apalah artinya Athena tanpa Jerussalem”

Selamat Hari Umi

Selamat Hari Umi

Umi..
Di saat ku melihat dunia,
Kau tersenyum menangis gembirra,
Tatkala ku dibesarkan,
kau berikan segunung kasih sayang,
Selaut belaian..

Umi..
Akan ku gapai kejayaan biarpun tanah tak ku pijak,
Akan ku cari kejayaan untuk kau umi,
Itu lah yang mampu membuatkan kau tersenyum gembira melihat ku,
Akan ku jadikan bunga-bunga di taman,
tempat lebah mencari madu,
Agar madu yang manis membuatkan hidupmu lebih bererti..

Umi..
Pengorbananmu akan ku balas,
Pengajaranmu sentiasa jadi pegangan,
Biarpun ombak merobek dunia,
Kau tetap umiku yang satu.


sebuah puisi yang q peruntukkan buat umi untuk memperingati hari Ibu tanggal 22 Desember besok . maapkan anakmu ini jika sudah terlalu banyak kesalahan yang d perbuat . maapkan anakmu jika belum dapat membahagiakanmu . semoga suatu saat nanti aq dapat membalas semua jasamu .

NB : umi = ibu

Labels:

Benturan Peradaban

shev : artikel di bawah adalah kiriman dari seorang ustadz saya . semoga bisa bermanfaat .


BENTURAN PERADABAN

Oleh: Suharsono



Pengantar

Ada dua hal yang menarik dan sekaligus tragis, berkenaan dengan fenomena umat Islam di Indonesia. Pertama, keberadaannya dalam sejarah Indonesia sebagai pelaku yang aktif dan sangat banyak berkorban demi kemerdekaan dan masa depan Indonesia. Kedua, di tengah keberadaannya sebagai mayoritas mutlak, umat Islam nyaris tidak memiliki konsep dan pemikiran representatif --yang didasarkan pada nilai-nilai dan ajaran Islam--bagaimana mestinya mengantarkan dan mendesain Indonesia masa depan.

Marilah kita mengkaji sejarah, terutama dekade-dekade awal abad XX, terutama melihat peranan pergerakan Islam di Indonesia. Di belahan mana pun di bumi Indonesia ini, sejauh ada gerakan perlawanan terhadap kehadiran penjajah dan kolonialisme, maka hamper bisa dipastikan bahwa di situ yang ambil peranan aktif dan banyak berkorban, dalam rangka melakukan perlawanan adalah para tokoh Islam atau organisasi Islam. Tetapi setelah kebebasan dan kemenangan diperoleh, maka kita pun bisa bertanya kembali, apakah bentuk kontribusi pemikiran yang diberikan umat Islam di Indonesia dan bagaimana cara mereka mengawal konsep-konsep pemikiran itu agar bisa diterima oleh rakyat?

Kasus paling kontroversial dari bentuk ‘kerendah-hatian’ itu adalah dicabutnya 7 kata dalam Piagam Jakarta; “kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi para pemeluknya.” Banyak sejarawan dan para tokoh Islam menyebutkan bahwa 7 kata yang dicabut itu adalah wujud dari pengorbanan umat Islam demi persatuan Indonesia. Tetapi benarkah demikian? Apakah hilangnya 7 kata itu benar merupakan pengorbanan dan kerendah-hatian umat Islam. Apakah juga benar jika 7 kata dalam Piagam Jakarta itu tetap dicantumkan, kelompok-kelompok non Islam akan memisahkan diri dari Indonesia. Lalu, jika mereka benar-benar memisahkan diri dari Indonesia, kerugian seperti apakah yang akan diderita umat Islam?

Marilah kita renungkan secara komparatif tentang Indonesia hari ini. Seperti yang kita simak dan kita alami, keterpurukan Indonesia hari ini adalah akibat dari degradasi akhlaq yang terus berlanjut dan membuat negeri ini praktis kehilangan seluruh harga dirinya. Apakah yang akan terjadi jika 7 kata dalam Piagam Jakarta itu diterapkan? Dapatkah kita merumuskan secara konsepsional, Indonesia seperti apakah yang kita harapkan? Jika kita diminta untuk memimpin Indonesia kebijakan apa sajakah yang penting untuk dijalankan dalam satu tahun pertama, sehingga dampaknya bisa dirasakan langsung oleh mayoritas umat?

Itu adalah berbagai persoalan dalam pergumulan sejarah umat Islam di Indonesia, yang terjadi di masa lalu dan mungkin saja bisa terjadi kembali di masa-masa yang akan datang, bahkan bisa lebih buruk lagi. Kenyataannya, Realitas-realitas keumatan di Indonesia yang terjadi dalam dekade-dekake terakhir ini justru menunjukkan suatu trend yang memburuk, baik itu bersifat jama’i (organisasional) maupun individual. Organisasi-organisasi Islam di Indonesia berkembang pesat, dalam aspek perangkat keras, infrastruktur dan keanggotaannya. Tetapi dalam ketika sama, spirit untuk mengubah atau mentransformasikan kehidupan sosial ke arah yang lebih Islami, ternyata tidak menunjukkan suatu prestasi yang memadai. Banyak kasus terjadi, para tokoh dari organisasi Islam itu justru menjadi agen dalam menghambat perkembangan Islam itu sendiri, dengan gencarnya mereka membawa pesan dan wacana yang menyulut kontraversi di tengah-tengah umat.

Begitu juga halnya dalam kehidupan individual umat Islam. Kenyataan dapat dilihat, bahkan dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak orang Islam yang justru memiliki kehidupan menyimpang; antara pilihan Islamnya dengan tema-tema pemikiran, gaya hidup dan tradisi yang dikembangkannya. Ada anak-anak muda bergerombol di pinggir jalan, rambutnya dicat warna-warni, telinga dan hidungnya ditindik atau dilobangi. Ada pula generasi akademis Muslim, yang fasih dalam mengurai berbagai aspek kehidupan, baik sosiologi, ekonomi, politik maupun lainnya dalam kerangka interpretasi keilmuan sekuler, sementara terhadap ajaran agamanya sendiri cenderung melecehkan.

Bahkan, hal yang sama juga bisa terjadi bahwa keganjilan-keganjilan itu juga telah memasuki bilik rumah tangga dan menginjeksi sistem kesadaran keluarga Muslim. Meskipun tidak menyadarinya secara persis, mungkin saja kita adalah Sya’labah baru yang hidup di zaman modern ini; semua tindakan yang kita lakukan berorientasikan pada materi. Untuk apa berjihad jika kita tetap miskin. Untuk apa berdakwah jauh ke seberang pulau, jika di sana kita tidak mendapatkan penghormatan yang layak. Untuk apa berkorban dengan waktu, tenaga dan pikiran jika tidak ada imbalannya yang layak. Semua dimensi tindakan yang kita bangun selalu bertumpu pada materi. Ketika ada seseorang mengarahkan telunjuknya ke arah kita dengan tudingan seperti itu, kita pun menjawab; “Apakah kita salah dengan pernyataan tersebut?” Di sinilah masalahnya! Ukuran tentang salah dan benar, logis dan tidak logis, layak dan tidak layak adalah berkenaan dengan standar atau nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Dan bagaimanakah nilai-nilai kehidupan itu, sangat tergantung pada orientasi dan keyakinan hidup yang manifest dalam peradaban manusia. Artinya, ketika kita menyatakan apakah sesuatu itu layak atau tidak, benar atau salah, logis atau tidak, sangat tergantung pada nilai-nilai peradaban apa yang kita miliki dan dijadikan standar untuk menilai sebuah tindakan atau prilaku.

Prilaku kemanusiaan adalah fenomena peradaban. Dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia adalah wahana pertarungan peradaban, dalam pengertian yang sesungguhnya. Artinya, manusialah yang senyatanya dan satu-satunya makhluk yang bisa membangun peradaban. Ketika para ibu meninggalkan bayinya atau menitipkannya pada pihak lainnya, sementara ia memilih pekerjaan profesional yang secara langsung mendatangkan uang adalah fenomena peradaban. Menyusui dan mengasuh bayi dianggap sebagai pekerjaan domestik perempuan yang tidak berarti dan tidak mendatangkan uang, menjadikan para perempuan memilih untuk mencari pekerjaan sebagai buruh maupun pekerjaan profesional, yang menurut pandangan nilai-nilai kehidupan peradaban tertentu lebih terhormat. Sebuah keluarga muda yang berpikiran efisien, mengambil kebijakan untuk menitipkan orang tuanya yang sudah renta di panti jompo, adalah suatu tindakan yang dibenarkan karena merawat orang tua sendiri yang sudah lanjut hanya pemborosan waktu dan tidak produktif. Lalu apakah peradaban itu?

Generasi Muslim yang begitu fasih mengurai berbagai aspek kehidupan dalam frame sekuler tetapi sekaligus melecehkan superioritas ajaran Islam adalah fenomena peradaban. Atau lebih tepatnya fenomena pertarungan peradaban, di mana ajaran Islam yang “disubyektifikasi” sebagai sesuatu yang inferior akhirnya lenyap dalam kepribadiannya digantikan oleh sesuatu yang disubyektifikasi secara superior. Al-Qur’an menyebutkan fenomena kemanusiaan seperti ini dengan pernyataan yang sangat tegas;

"Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur’an), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya." (Q.S. 43: 36)

Makna Peradaban

Istilah peradaban telah banyak kita gunakan, tetapi apakah arti peradaban itu? Jika makna peradaban ini kita tanyakan kepada para akademisi di Indonesia, mungkin tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan, kecuali sekadar rabaan dengan kata-kata bahwa peradaban itu lebih luas ketimbang kebudayaan. Sebuah jawaban, yang secara epistemik, tidak menjawab apapun. Begitu juga sekiranya hal ini kita tanyakan pada para ilmuwan asing, yang memiliki background epistemologi sekuler, tentu jawabannya juga tidak signifikan karena nilai-nilai kehidupan sekulerisme atau materialisme justru bertentangan dengan Islam. Apa yang dipandang substansial dalam Islam justru disikapi sebagai sesuatu yang tidak berarti, begitu juga sebaliknya.

Cara yang cukup memadai untuk mendapatkan makna peradaban ialah dengan melacak secara leksikal. Pertama: Peradaban dirujuk dari kata addaba, yang berarti memperbaiki dan meluruskan (ashlahahu wa qawwamahu). Secara terminologis, menurut Muhammad Qutb memiliki makna seni membentuk orang secara konstan menuju kesempurnaan (fannu tasykilil insan tadrijiyyan ilal kamal). Sebagaimana sabda Nabi saw: Addabani Rabbi fa ahsana taadiibi (Tuhanku telah mendidikku dan Ia telah mendidikku dengan sebaik-baiknya).

Kedua, secara semantic peradaban Islam berasal dari akar kata Al-hadharah al-islamiyah.” Hadhara bermakna hadir dengan membawa pesan spiritual yang diekspresikan dalam format ideologi, politik, sosial, budaya dan dimensi kehidupan yang lain. Jadi tidak sekedar ada. Kebalikannya adalah badawah (nomaden), belum bisa mengungkap, mengklasifikasikan dan mengkomunikasikan isi hatinya dalam konsep yang baik. Dalam kamus Lisanul Arab, kata hadhara memiliki arti syahida (menyaksikan). Dari akar kata ini kemudian berkembang menjadi syahadat (menyaksikan Allah), syahid (mati sebagai syahid), dan syuhada ‘alaa an nasi (sebagai saksi atas manusia).

Cara lain, yang tidak kurang menariknya untuk mencari tahu makna peradaban ialah dengan jalan mengelaborasi sejarah kehidupan Rasulullah saw dan pengalaman hidup kita sendiri yang berusaha merujuk dan meneladani beliau. Dapat dikatakan di sini bahwa kita, yang hidup di Hidayatullah, pada skala tertentu sesungguhnya hidup dalam sebuah peradaban, yakni peradaban Islam. Tetapi ada sedikit dilemma di sini, yakni apa yang kita alami dan rasakan ternyata tak terkatakan. Hal ini seperti ‘ikan-ikan kecil’ yang tentunya hidup di air tetapi tidak pernah tahu secara definitif, apakah “air” itu. Oleh karena itu langkah penting untuk mendapatkan makna definitif, ialah dengan mengambil jarak (distansi), sehingga kita dapat berbicara “tentang” dan memberikan makna secara definitif terhadap sesuatu.

Dengan metode yang sama kita pun akhirnya bisa mendefinisikan secara lebih baik tentang apa itu peradaban dan apa yang dimaksudkan dengan peradaban Islam. Peradaban, secara definitif, adalah manifestasi keyakinan dalam kehidupan manusia. Definisi ini bisa diperluas lagi, bahwa peradaban adalah manifestasi keyakinan dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dengan demikian peradaban Islam juga dapat didefinisikan, yakni manifestasi keyakinan Islam (tawhid) dalam setiap aspek kehidupan Muslim.

Jika seluruh aspek kehidupan manusia, seperti ekonomi, politik, hukum, seni, teknologi, sosial dan lain-lain dapat dianalogikan sebagai titik-titik dengan membentuk lingkaran, maka keyakinan adalah titik pusatnya. Bagaimana lingkaran itu akan terbentuk dan meluas, sangat tergantung pada intensitas pancaran titik pusatnya. Keyakinan membentuk lingkar spiritual, intelektual, prilaku, sikap, interaksi sosial bahkan sampai model-model bangunan dan artefak serta infrastruktur lainnya. Bangunan-bangunan megah yang berasal dari peradaban Islam, tercermin pada masjid-masjid yang merupakan tempat peribadatan umat Islam dalam mengembangkan spiritualitasnya. Sebaliknya, peradaban-peradaban berbasis materialisme dan atau sekulerisme dicerminkan oleh bangunan-bangunan besar, yang seluruhnya didekasikan untuk aktivitas bisnis atau materi, seperti pabrik, pasar dan rumah-rumah mewah. Begitu juga ketika pusat keyakinan bertumpu ‘kehidupan dan kematian’ raja-raja, seperti terjadi di Mesir masa para Fir’aun, maka bangunan-bangunan megahnya adalah kuburan raksasa atau piramid.

Dengan perspektif inilah kita dapat menyaksikan, bagaimana kelahiran peradaban Islam yang berawal dari “satu titik,” kemudian berkembang pesat, mempengaruhi gaya berpikir, wacana, prilaku dan akhlaq masyakarat dan mencapai puncaknya dengan Madinah sebagai pusatnya. Awalnya adalah kehadiran Rasulullah saw, setelah menerima wahyu pertama kali (al-‘Alaq: 1-5), kemudian dari seorang diri itu menyebar ke rumah tangga beliau, dengan titik tekan keyakinan yang sama, tawhid. Ada transmisi keyakinan yang kuat, disertai dengan peningkatan spiritualitas dan aktivitas intelektual dalam pembelajaran di rumah Arqam bin Arqam.

Selama 13 tahun periode Mekkah, para sahabat itu telah mengalami pencerahan (englightenment), menjadi pribadi-pribadi dengan integritas spiritual, intelektual dan akhlaq yang tinggi. Ciri-cirinya terletak pada visi hidupnya yang jauh ke depan, seperti tercermin dalam al-Qalam, integritas personalnya seperti al-Muzammil dan tanggung jawab kemanusiaan seperti al-Muddatstsir. Karena itu ketika terjadi interaksi peradaban antara Islam dengan Kristen yang pertama, yakni saat sejumlah sahabat hijrah ke Abbesyinia, terasa sekali superioritas Islam dalam suatu “dialog peradaban” yang direpresentasikan oleh Ja’far ibn Abi Thalib dengan para pembesar kerajaan itu.

Peradaban Islam lebih menekankan pada manusia; bagaimana cara membangunnya terutama dimensi esoteriknya, spiritual dan intelektual, dan bukan menekankan pada hal-hal yang bersifat fisik atau material. Karena itu, ketika syahadah telah dideklarasikan maka upaya-upaya selanjutnya, sebagaimana tercermin dalam surat-surat awal turunnya Al-Qur’an, sepenuhnya diupayakan untuk membangun integritas manusia, dari asfala safilin menjadi ahsanu taqwim. Tentu saja untuk mencapai kondisi demikian, juga menggunakan prasyarat utama dalam diri manusia itu sendiri, sejauhmanakah ia bersedia dan tidak membatasi diri terhadap doktrin-doktrin tauhid dengan segala konsekwensinya dalam hidup.

Dalam hal ini interiorisasi ajaran Islam pada masing-masing pribadi, apabila harus dirinci lebih lanjut, maka akan ditunjukkan citra yang lebih kurang merupakan “transformasi” atas diri manusia itu sediri dari asfala safilin ke jenjang ahsanu taqwim. Tahap awal bagi seseorang untuk melaju ke jenjang muttaqien, didahului oleh keberanian untuk memutuskan (decider). “Memutuskan “ ini meliputi keberanian melakukan perencanaan, pemilihan dan motivasi secara tuntas, dari kekacauan dan disintegritas hidup serta pecahnya tujuan, menuju tujuan dan integritas, serta secara teleologis mengacu kepada Tuhan. Apa yang dalam Islam disebut syahadah,1 adalah sebuah “proklamasi” yang ternyatakan dari diri manusia dari keadaan semula yang tiada menuju keadaan yang ada.

Tahap berukutnya adalah melakukan (act). “Melakukan” dalam artinya yang fundamental adalah mengerakkan (to act) setiap aspek insaniahnya sehingga menghasilkan pragma (amal). Islam mempunyai doktrin tentang amal yang menjadi kewajiban umum (fardhu’ain) bagi muslim yang digelar dalam; amr bin ma’ruf wa ‘I nahy ‘an-il-munkar). Dalam konteks “melakukan“ sudah barang tentu setiap konsepsi “dualisme” dalam diri manusia harus ditolak.

Tahap terakhir meliputi (consentir) yang dapat dimengerti sebagai “manerima,” membuat “setuatu” menjadi miliknya sendiri. “Menyetujui” itu meliputi keniscayaan universalitas Islam (doktrin dan aturan) yang bukan dalan kerangka “penerimaan obtektif” belaka tatapi terhayati; Keniscayaan universal yang melekat dalam subjetivitasnya. Al-Qur’an menggambarkan keadaan manusia yang demikian itu dalam suatu pernyataan;

Mereka apabila diseru Allah dan Rasul-Nya supaya Rasul mengadili diantara mereka, mereka datang dengan ucapan, sami’na wa atho’na, “kami dengar dan kami taat”(Q.S. 24: 51).
Mereka inilah yang menerima Islam dengan sepenuh hati (Q.S. 2: 208; 4: 125)
dan mereka orang-orang yang menerima Al-Qur’an secara keseluruhan, tanpa ragu-ragu dan mengambil sebagiannya dengan meninggalkan sebagian yang lain (Q.S. 13: 36).
Mereka cukupkan perilakunya dengan Al-Qur’an dan bukan memanipulir Al-Qur’an untuk mengumbar hawa nafsunya sendiri.

Seluruh proses penahapan ini pada akhirnya akan bermuara pada “kebebasan,” bukan dalam arti yang absolut, tetapi berpijak pada dataran manusiawi. Manusia yang bebas secara sadar dapat menyalurkan inisiatif dan kreasinya serta mampu mengkonstantir pada setiap transformasi natural, dan terutama transformasi sosÙ‡al. Dengan demikian mereka adalah manusia-manusia yang secara representatif mampu memerankan diri sebagai pemegang amanah khalifah fil ard. Dari dataran inilah umat Islam mampu menggelar tata kehidupan dan peradaban baru yang dinamis dan ekspansif.

Keadaan-keadaan yang demikian itu telah ada pada pribadi-pribadi sahabat, tabi’in atau katakanlah umat Islam yang awal. Sehingga ketika mereka melakukan ekspansi (atau lebih tepatnya dakwah) terlihat suatu mobilitas dan semangat juang yang tinggi. Kenyataan umat Islam yang demikian itulah yang mendatangkan sanjungan dari Al-Qur’an:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik." (Q.S. Ali Imran [3]: 110)

Itulah mengapa, jika ditelusuri secara seksama bagaimana wujud peninggalan peradaban Islam yang paling agung itu, dengan perspektif materialis, tetap tidak diketemukan apa-apa kecuali Masjid Nabawi di Madinah. Warisan peradaban Islam pada zaman itu tidak terdiri atas bangunan-bangunan mati, tetapi keberadaan manusia-manusia shaleh, seperti kehidupan para sahabat, yang melalui buah pikiran, akhlaq dan sejarahnya orang-orang yang hidup di zaman ini tetap mendapatkan pelajaran dan hikmah darinya.

Peradaban-peradaban Manusia

Sebagaimana telah dikemukakan di depan bahwa peradaban adalah manifestasi keyakinan dalam kehidupan manusia. Dengan definisi ini maka, dapat disaksikan bahwa dalam kehidupan dunia ini, secara historis kita dapati peradaban-peradaban manusia yang pernah ada dan bahkan, banyak di antaranya masih tetap bertahan hingga sekarang ini dan masa-masa yang akan datang. Bagaimanakah peradaban-peradaban itu berkembang dan mencapai puncak keagungannya, dapat kita telusuri dalam fenomena sejarah yang dilaluinya.

Mesir purba yang terkenal dengan piramida-piramida raksasa yang tetap menarik sebagai obyek wisata sampai hari ini, adalah warisan dari suatu peradaban yang keyakinan dasarnya menyembah dewa-dewa. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah posisi raja-raja (Fir’aun) yang diperankan sebagai anak dewa atau mewarisi otoritas dewa dalam mengatur rakyat dan menguasainya. Dari keyakinan ini kemudian muncul pendukung, yang terdiri atas orang-orang yang dianggap pintar, untuk menyebarkan keyakinan tersebut ke tengah-tengah masyarakat, membangun kesadaran publik sekaligus “menyandranya,” sehingga seluruh rakyat terbelenggu olehnya. Pendukung berikutnya adalah teknolog dan para militer yang siap mengantisipasi, jika ada sebagian rakyat melakukan perlawanan terhadap keyakinan itu, yang pada kenyataannya dimanifestasikan dalam kehendak raja-raja.

Kita tahu bahwa tindakan manusia pada dasarnya adalah buah dari kesadaran yang dimilikinya sendiri. Karena itu ketika kesadarannya telah tersandra oleh keyakinan seperti ini, maka tindakan-tindakan rakyat yang dimungkinkan adalah ketundukan total atas kehendak raja. Jika ada satu bentuk perlawanan yang paling sederhana sekalipun, mungkin akan diredam oleh sebagian rakyat yang lain, karena takutnya mereka kepada raja. Dari sini segera kita tahu nilai-nilai kemanusiaan apa yang dapat berkembang dari keyakinan seperti ini, selain dari perbudakan itu sendiri. Raja adalah sumber kehendak, dan seluruh rakyat yang harus bertanggung jawab untuk mewujudkannya. Karena itulah dapat disaksikan bahwa dalam kebesaran pyramida yang dibangun para Fir’aun tersebut, selalu berarti pengorbanan ribuan manusia dan para budak. Jasad dan tulang-belulang manusia diaduk bersama pasir dan material lainnya untuk dijadikan perekat batu-batu, sehingga jadilah pyramid itu. Dan ketika Fir’aun menghendaki setiap anak-anak laki yang lahir untuk dibunuh, maka tak ada seorang pun yang bisa menolaknya.

Apa yang terjadi di Mesir, dalam skala yang berbeda juga terjadi di Arab, di mana peradaban Arab jahiliyah lahir dan perkembang. Di Daerah ini, meskipun terdapat maqam Ibrahim dan ajaran tawhid yang dibawanya dan Ka’bah yang berdiri tegak, namun realitas sosial selanjutnya menunjukkan bahwa orang-orang Arab lebih suka terhadap berhala-berhala yang dibuatnya sendiri. Fenomena keyakinan dan penyembahan berhala yang ada di Arab, justru berawal dari suatu kasus yang sederhana dan terkesan ikut-ikutan. Tetapi begitulah yang terjadi, ketika berhala telah di buat dan sejumlah tokoh mengakui otoritasnya, katakanlah sebagai pelindung rakyat, pemberi kemakmuran dan hujan serta penolak segala bentuk bencana, maka dengan cepat keyakinan seperti ini akan menyebar, baik secara aktif maupun pasif ke tengah-tengah kehidupan masyarakat. Berbagai bukti pendukung, baik berupa keajaiban (sihir) maupun keberuntungan dalam proses penyembahan berhala ini akan terus diproduksi untuk membangun sistem kesadaran publik terikat kepadanya. Ketika keyakinan seperti itu sudah tegar, maka sejumlah elite sosial yang ada akan mengawalnya dengana sepenuh hati, karena mereka dalam berbagai hal diuntungkan dengan paganisme ini. Nilai-nilai hubungan sosial yang terbangun pada gilirannya juga melahirkan perbudakan. Nilai etika, kehormatan, seni dan semua mengarah pada muara yang sama yakni materialisme. Seseorang membunuh anak perempuannya, karena itu merasa aib bagi keluarga yang didasarkan pada nilai-nilai materialisme di mana anak perempuan tidak menghasilkan materi apapun.

Dalam satu situasi kehidupan, di mana elite penguasa dibantu oleh kelompok ilmuwan (tukang sihir, penyair atau akademisi), kelompok militer dan orang-orang kaya (seperti Qorun) dalam menghadapi mayoritas rakyat yang tak berdaya dan sendirian, maka seberapa lama pun sejarah yang dibuatnya, tak lebih dan tak kurang adalah sejarah perbudakan manusia atas manusia.

Nilai-nilai kehidupan yang tumbuh subur adalah kemungkaran, penindasan, ketidakadilan, kebohongan, hilangnya prikemanusiaan dan tak ada lagi harga kehidupan manusia. Mungkin saja dalam situasi ini ada beberapa orang yang kesadarannya masih sehat dan tidak terlibat kenistaan tersebut, tetapi mengharapkan rakyat untuk memberikan perlawanan, jelas tidak mungkin, karena sistem kesadarannya telah berubah menjadi mental-mental budak. Dalam hal ini, Al-Qur’an memberikan catatan sejarahnya, bahwa akhir dan untuk mengakhiri kehidupan seperti itu ialah dengan diutusnya para rasul atau bangsa (kaum) tersebut menerima azab mematikan.

Pola kejahiliyahan dan peradaban yang dibangun di atas keyakinan ini tidak hanya berlaku pada zaman dahulu, tetapi juga bisa terjadi pada zaman modern ini. Bagaimanakah peradaban modern dibangun, apa yang menjadi keyakinan dasar dari peradaban modern ini, elite mana saja yang memberikan dominasi atas kehidupan manusia. Nilai-nilai apa saja yang diperkenalkan kepada masyarakat internasional dan sekaligus berfungsi untuk membelenggu kesadarannya. Siapa-siapakah yang menjadi korban dan siapa-siapa pula yang akan mampu menjadi pembebas.

Jauh sebelum Barat menampakkan diri sebagai peradaban modern seperti yang kita saksikan sekarang ini, manusia di belahan bumi bagian Timur dan Selatan sebenarnya telah meninggalkan bekas –bekas peradaban yang cukup penting. Pada sekitar lima abad SM, Tiongkok menpunyai Kong Fu Tse (551-478), Lao Tse (604 SM), yang dianggap orang sebagai penulis Tao Te ching, sebuah canon yang menjadi dasar filsafat dan keyakinan hidup bagi masyarakat di China dan Asia Timur lainnya. Dalam era yang hampir sama, di India melalui tangan-tangan emas para brahmana muncul kitab Upanishad yang bersifat filosofis religius. Begitu juga dengan Iran yang kokoh dengan Zaratrustra (Zoroaster); sebuah ajaran Dualisme awal yang menganggap dunia ini sebagai medan pertempuran terus-menerus antara kebajikan (Dewa Ormuzi) melawan dengan kejahatan (Dewa Ahriman), yang berakhir dengan kemengan Ormuzi. Tetapi perkembangan yang bersifat keagamaan, yang justru lahir lebih awal terjadi di Palestina, ketika Irmia melalui risalah kenabiannya menyerukan dokrin-dokrin tawhid yang tidak saja merupakan hasil renungan, melainkan berkenaan dengan otorisasi mutlak Allah. Fenomena yang terjadi di Palestina ini, meskipun dikategorikan sebagai dualisme antara Irmia (yang cenderung berpaham pesimis) dengan oposisi klasik Hanania (yang cenderung berpaham optimis), tetapi jelas mempunyai kebedaan esensisal.

Fenomena keagamaan yang tumbuh di berbagai belahan dunia, diangkat melalui renungan-renungan subjektif. Sementara di Palestina didasarkan pada dan bersumber langsung kebenaran mutlak. Akan tetapi sebuah perkembangan baru yang terjadi di Yunani abad V SM, memang harus diakui sebagai keajaiban terhadap pola umum perkembangan peradaban yang berlangsung pada era itu. Keajaiban itu terletak pada kemampuan Yunani mengabstrasikan segala sesuatu ke dalam kesatuan pengertian, yang belum pernah dilakukan oleh peradaban klasik lain. Perkembangan peradaban di Yunani yang merupakan keajaiban itulah yang selalu menjadi sandaran dasar bagi paradaban Barat di Eropa dan peradaban modern pada umumnya.

Yunani mulai debutnya sebagai peradaban ajaib dimulai oleh penolakan masyarakat Athena yang “berani menggugat segala bentuk keajaiban.” Kemengan prinsipil yang merupakan peletak dasar peradaban Barat, dibangun oleh masyarakat Yunani dengan tiang pancang intelektual. Mereka mulai bertanya-tanya tentang “sesuatu” di balik rahasia dan keajaiban, mereka tidak mau menelan begitu saja keajaiban sebagai “keajaiban.” Didukung oleh situasi alam yang bersahabat, memungkinkan masyarakat Yunani tidak harus merasa takut dan tunduk terhadap alam, sebagaimana pada masyarakat lain dengan alamnya yang keras. Tetapi sebaliknya, mereka mengantisipasi alam dengan sikap bebas dan tanpa wasangka terlebih dahulu. Perubahan-perubahan pada alam yang menghasilkan panorama yang indah, dalam alam pikiran Yunani diterima sebagai media observasi yang mengasyikkan. Nafsu ilmiahnya yang menggelora, menyebabkan dalam waktu yang relatif singkat terjadi perkembangan-perkembangan penting, terutama di lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Hasrat insani untuk menaklukan alam, lambat laun mempengaruhi perubahan persepsional manusia tentang “dirinya” dan posisinya terhadap alam. Karena itulah maka, ketika Timur berkembang menjadi “peradaban pesimis” dan menolak dunia, sementara Barat tumbuh sebagai “peradaban optimis” dan menolak selain dunia. Penghormatan akan diri sebagai eksistensi yang mulia, dikemukakan oleh Protogoras, seorang sofis dengan statemennya yang terkenal; ”Manusia menjadi ukuran segala yang ada.”

Kelahiran manusia “ajaib” dalam suatu peradaban yang ajaib, seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, adalah musibah awal bagi tradisi animistik Yunani yang masih tersisa. Ketiga orang itu, yang merupakan Trinitas di bidang filsafat telah menancapkan tiang pancang pranata-pranata kehidupan. Socrates dalam gaya yang intrinsik adalah seorang pembangun di bidang etika, moral dan norma sosial bagi masyarakat beradab. Plato, mistikus klasik ini memiliki semangat yang kokoh sebagai bapak idealis. Begitu juga dengan Aristoteles, dalam kapasitas intelektual yang cemerlang, mampu membangun tonggak-tonggak materialisme, juga melangkapi pemikiran-pemikirannya dengan produksi ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin. Karya-karya monumental dari ketiga orang ini saja, sebenarnya telah cukup bagi Barat-Yunani untuk membangun mercu peradabannya, apalagi jika harus ditambah dengan sederet filosof lain dan saintis. Oleh sebab itu menjadi tidak mengherankan ketika para sejarawan membongkar sampai ke akar-akarnya dari peradaban klasik ini sebagi studi komparasi yang mengasyikkan.

Pergeseran-pergeseran kekuasaan, dari Yunani kepada Romawi walaupun banyak ditandai dengan pertempuran-pertempuran konvensional, tetapi justru merupakan era perkawinan yang suplementatif. Eropa di bawah Romawi bertambah dewasa, karena dalam masa kekaisaran Romawi, hukum telah diterapkan meskipun dalam batas-batas yang masih sulit dari kanibalisme. Tetapi perkembangan ini lebih menarik, karena adanya suatu pemerintahan yang teratur. Bahkan boleh dikatakan, bahwa dunia pada saat itu sudah mempunyai suatu pemerintahan yang berpusat di Roma.

Kandungan psikologis peradaban klasik Barat yang sedikit banyak tertanam benih-benih sekulerisme dan materialisme ini, untuk pertama kalinya disentakkan oleh umat Islam yang datang secara mencengangkan. Meskipun Barat telah terpermak oleh Nasrani (yang pesimis terhadap dunia), tetapi watak sekulerisme dan materialisme telah terlanjur dewasa, sehingga ketika umat Islam datang dengan prilaku religiusnya masyarakat Barat terheran-heran. Luas dan kecepatan ekspansi Islam itu sendiri, sesungguhnya suatu rangkaian pristiwa paling menakjubkan dalam sejarah peradaban manusia.

Setelah kekalahan Bizantium dalam perang Yarmuk tahun 636, Islam membedah Palestina dan Syiria. Berlanjut dengan pertempuran Qodisyiyah, tahun 537, Iran (Persia) ditaklukkan Islam. Perluasan wilayah berkembang ke arah selatan, antara 639 smpai 642 pasukan Islam menduduki Mesir, sedangkan Babylon jatuh pada tahun 642. Sementara itu penaklukan merembes terus kepesisir Afrika utara, Cyrenaica, Tripoli dan Tunisia bobol tahun 647. Bangsa Barbar Maroko, yang meskipun pada awalnya sangat menyulitkan ekspansi, tetapi akhir tahun 709 umat Islam juga sampai ke selat Giblatar, karena jendral Tarikh berhasil membujuk hati bangsa Barbar tersebut sebagai pasukan. Tujuan utama memasuki Eropa pertama adalah mengusai Spanyol, tak seberapa setelah Spanyol dapat ditundukan dengan melalui perang yang menentukan dekat Jabl al-Tarikh, razia dilanjutkan keToledo. Kemudian tahun 713 orang Islam dapat mengalahkan raja Got-Barat (Rodrogo), maka berakhirlah pemerintaha Jerman Got yang menguasai Spanyol selama tiga abad.

Sementara itu dari Syria umat Islam menaklukan Asia kecil dan Armenia. Konstanitopel diblokade tahun 673 namun Byzantium dengan “api Yunaninya” dapat bertahan dan mempertahankan kotanya. Tetapi pada tahun 717, melalui selat Bosporus umat Islam mengepung kembali secara ketat, meskipun dmikian Konstatinopel baru benar-benar dapat dikalahkan pada tahun 1453, ketika umat Islam dipimpin oleh bangsa Turki. Sedangkan di Eropa Barat umat Islam menyerbu ke Perancis, dengan melalui pegunungan Pyrenia. Tahun 752 mengadakan razia ke Bordeux, Soveye dan Swiss. Dalam batas itu komposisi pertempuran kemudian berbalik ketika Karl Martel, mangkubumi Perancis dapat mempecundangi Abburahman dalam pertempuran 732 antara Tours dan Poiters. Sejak itu timbul perayahan kembali (reconquista) dan mencapai puncaknya ketika pertahanan umat Islam di Grenada, jatuh ke tangan orang-orang Katholik.

Ekspansi besar ini bagi dunia Barat, bukanlah peristiwa tragis yang harus diratapi, melainkan akibat peperangaan itu sendiri yang perlu disimak. Umat Islam melakukan ekspansi ke Barat tidak berniat untuk menjarah tetapi menyebarkan Islam dalam membawa peradaban baru yang lebih manusiawi. Di samping itu Barat selayaknya berterima kasih kepada umat Islam lantaran pendidikan yang diprolehnya selama ekspansi itu. Dan tidak kalah pentingnya adalah kesanggupan cendekiawan-cendekiawan Muslim mengupas peradaban Yunani klasik, yang akhirnya dapat dikunyah Barat pada abad ke XV. Tanpa melalui tangan-tangan emas seperti al-Kindi (w. 783), al-Farabi (w. 961), Ibn Sina dan Ibn Rusyd (1198), barangkali Barat tetap sebagai “peradaban bisu.”

Sebagai suatu pengertian yang benar, hal demikian adalah penting. Karena karya Yunani klasik yang merupakan dan hampir seluruhnya adalah docmatica dicta, tak pernah disentuh oleh maysarakat Barat sendiri sampai abad ke VII. Tetapi ketika al-Kindi, Ibn Sina, al-Farabi dan terutama Ibn Rusyd mampu menghargai karya Aristoteles dan Plato yang kemudian ditransfer ke dalam bahasa Arab, Barat baru belajar menulis “namanya” sendiri, dan berhasil menikmati karya-karya tersebut jauh setelah abad XV, ketika beberapa sarjana berhasil meloloskan diri ke kota Florence dengan membawa naskah-naskah klasik nenek moyangnya, peradabn Yunani. Artinya, Barat membaca karya Yunani klasik melalui “mata” para ilmuwan Muslim. Di samping itu instrumen pengetahuan lainnya terutama matematika yang tersusun secara agak terinci dalam peradabn umat Islam, adalah pendorong yang efektif bagi lahirnya peradaban Barat baru yang spektakuler.

Tentu saja kita dapat mengatakan bahwa umat Islamlah, yang memberikan kontribusi terbesar dalam membangkitkan Eropa. Sebab-sebab lainnya masih banyak, misalnya kesatuan etnis yang melahirkan “ghirah” dalam wujud balas dendam, berbagai tekanan dan penindasan yang pada akhirnya melahirkan kesadaran baru. Yang jelas kebangkitan Barat pada abad XVI itu, yang dilukiskan sebagai Renaisance (kelahiran kembali), bukan suatu peristiwa besar yang datang secara tiba-tiba. Kelahirannya ditandai dengan pergumulan psikologis dan berubahnya pandangan hidup manusia tentang dunia.

Pandangan hidup Barat era pertengahan, pada umumnya terpusat pada pencapaian kesejahteraan akhirat semata-mata, serta menunjukkan sikap permusuhannya pada dunia. Kutukannya terhadap dunia terutama sekali berkat suntikan ajaran Nasrani ortodoks, yang memang sarat dengan cinta kasih dan pengobanan. Bangunan mitos kemanusiaan yang disusun oleh imam Gereja, St. Augustinus, berdasarkan Injil yang mereka susun; awalnya sejarah manusia di surga sebagai simponi kesejahteraan; manusia jatuh ke bumi ke dalam lembah penuh dosa, yang pada dasarnya baru dapat ditolong karena “Tuhan mengorbankan anak satu-satunya, Kristus (Isa Al-Masih), sebagai penebus dosa dan juru selamat,” adalah sebuah ajaran “penantian” yang juga merasuk ke dalam kesemua ajaran agama dan doktrin hidup. Karena itu masyarakat Barat abad pertengahan dengan sabar menanti kedatangan kembali Yesus Kristus, untuk mengusir iblis makhluk terkutuk dari dunia.

Tetapi kapan sebuah penantian akan berakhir, sehingga Yesus dapat mendirikan kerajaan tuhan (civitas dei) di muka bumi? Pertanyaan-pertanyaan ini barangkali tidak akan muncul pada otak-otak beku seperti Bishop dan Hirarki kegerejaan. Tetapi bagi Francis Bacon atau Erasmus atau bahkan pada diri seorang seniman Leonardo da Vinci, pertanyaan itu adalah wajar dikemukakan. Karena manusia berhadapan dengan realitas secara langsung yang tak sepi dari berbagai ancaman dan bencana, sementara “menanti” bukanlah tindakan yang tepat dalam menghadapi tantangan-tantangan hidup.

Masa menanti datangnya sang Juru Selamat yang turun ke dunia, katakanlah mulai jatuhnya Konstantinopel ketangan umat Islam tahun 1453 sampai dengan usia kematangan Bacon (w. 1626), bukan lagi dapat disebut sebagai penantian. Oleh sebab itu menjadi wajar apabila Bacon mulai melancarkan kecaman-kecamannya terhadap pandangan hidup abad pertengahan. Bacon membongkar konsepsi pengetahuan yang berlangsung abad pertengahan dengan selubung mitos, digantikannya dengan tiang pancang eksperimen dan akal budi sebagai dasar baru bagi ilmu pengetahuan.

Begitu pula dengan Erasmus, ketajaman pena yang menukik jantung peradaban gelap abad pertengahan, tidak saja dirasakan oleh kalangan sosial tertentu, tetapi juga menjebol dinding gereja. Erasmus dalam kecaman-kacamannya menyerang secara langsung kepada pendeta-pendeta Nasrani; “Di antara pendeta-pendeta itu banyak yang sangat berpegang pada upacara-upacara yang mereka lakukan dan berpegang kepada kebiasaan yang bersifat kekanak-kanakan, yang dibuat manusia sendiri. Satu surga saja belum cukup sebagai atas perbuatan mereka yang sangat hebat itu. Mereka lupa, bahwa pada hari perhitungan Yesus Kristus akan menanyakan kepada mereka, apakah menjalankan perintahnya yang terpenting, yakni mencintai sesama manusia. Kristus tidak akan menanyakan upacara-upacara, yang hanya bersifat lahir saja.” Kritik-kritik tajam ini bukan saja sekedar membongkar bangunan lama, tatapi Erasmus juga menawarkan bangunan baru yang lebih tegar, dengan jalan merekontruksi peradaban Yunani klasik, dalam bentuk karya tulis yang mudah dinikmati. Di samping itu jasa yang cukup besar di bidang keagamaan adalah, intrepretasinya yang orisinil terhadap Injil.

Jiwa-jiwa yang memberontak terhadap era pertengahan ini, semula hanyalah letupan-letupan kecil yang tidak mempunyai gaung. Tetapi kondisi era pertengahan yang sedang sekarat, mengharuskan masyarakat Eropa berlomba memperoleh ide-ide spektakuler tersebut, sebagai sebuah komoditi baru dalam ‘pasaran bebas’ untuk menginjeksi tata gelar kehidupan yang diseubungi mitos-mitos penantian. Barat sebagai sebuah gunung yang akan meletus, telah menunjukkan semburan-semburan api dipuncaknya, suhu yang semakin panas dan adanya pergeseran-pergeseran batuan dalam perut gunung yang bekerja semakin hebat. Masyarakat di kota Florence yang kaya raya itu di tangan kaum Borjuis berkomentar; hidup bukanlah pengabdian kepada tuhan, tetapi untuk dinikmati. Lukisan tentang surga, pederitaan Kristus berubah watak, menjadi lukisan diri sendiri, yang gila terhadap pengakuan dan penghormatan. Leonardo da Vinci dalam protesnya kepada Tuhan mengatakan; “Engkau wahai Tuhanku, hargailah kami sesuai dengan jerih lelah kami.” Sikap dan pandangan hidup yang sama sekali berubah terhadap dunia ini, pada intinya adalah sikap protes terhadap penyelesaian abad pertengahan yang fatalis. Seorang penulis berkabangsaan Italia, Guarcciardini melalui keyakinannya yang realistik, ia menulis dalam tema-tema yang sekuleristik.

Perubahan pandangan hidup dan sikap, pada akhirnya membawa pula perubahan-perubahan tingkah laku manusia. Dan pandangan Barat sekitar abad XVI yang memusat pada orientasi-orientasi materialis dan egoisme, telah membuktikan diri sebagai manusia-manusia yang mengembangkan wawasan ilmu dan pengetahuan yang lebih Progresive. Instrumen-instrumen teknologi sebagai penunjang kehidupan sehari-hari, yang mula-mula diimpikan oleh Bacon menjadi realitas yang menandai era renaisans. Mula-mula penemuan itu adalah suatu kebetulan, tetapi dari kebetulan itu dikembangkan serta didaya gunakan untuk keperluan industri. Maka dalam waktu yang ralatif singkat Barat melakukan ekspansi besar-besaran kearah Selatan dan Timur, yang hampir seluruhnya berpenduk muslim, mistisime atau campuran antara keduanya.

Kekuatan ekspanisonisme Barat yang laksana muntahan lahar dari gunung meletus ini, didahului oleh ekspedisi-ekspedisi kecil dalam jumlah yang tidak berarti. Misalnya petualangan Colombus menemukan benua Amerika tahun 1492, Vasco da Gama dengan mengelilingi Afrika, menemukan India tahun 1494. Kemudian petualangan ini semakin besar dalam gelombang-gelombang manuisa Portugis dan Spanyol, akhirnya bangsa-bangsa Eropa utara yang bergerak lebih cepat. Selama empat abad proses ini tidak pernah berhenti, tetapi semakin berkembang dan meluas ke daerah-daerah lain. Orang-orang kulit putih begitu yakin dengan kemenangan-kemenangan yang telah diperolehnya, bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama, mereka akan “menelan” dunia. Pandangan hidup demikian didukung oleh rasa superioritas ras Nordik, pengalaman-pengalaman pahit ketika dijajah oleh umat Islam, dan faktor yang tak kalah pentingnya dalam ekspansi itu adalah kesempurnaan instrumen-instrumen teknologis, terutama persenjataan. Hanya pertempuran Rusia-Jepang pada tahun 1904 yang dimenangkan Jepang, anggapan demikian mulai bergeser dan tidak seberingas sebelumnya.

Hegemoni Peradaban Barat

Peradaban Barat modern yang kita kenal sekarang ini, jika dikaji secara cermat adalah suatu peradaban yang menempatkan materi, suatu simplifikasi atas pandangan Aristotelian tentang materia prima, sebagai titik tolak keyakinannya. Keyakinan material inilah yang kemudian dimanifestasikan dalam berbagai bentuk, seperti sumber motivasi (n-ach), verifikasi keilmuan, gaya dan standardisasi hidup bahkan secara vulgar menuding bahwa kemiskinan (ketiadaan materi) adalah sumber kejahatan.

Dalam verifikasi keilmuan peradaban material ini memberikan otoritas tertinggi pada model-model pengujian tentang benar tidaknya sesuatu atau ada tidaknya sesuatu, secara indrawi dan laboratoris. Jika obyek-obyek yang dikaji itu berkenaan dengan fisika, sudah barang tentu merupakan kontribusi yang cukup besar, sekalipun model verifikasi ini tidak mungkin menjangkau asal mula sesuatu (prima causa) dan juga fungsi proporsional tentang obyek yang diuji tersebut, selain dari memperturutkan ambisi manusia. Tetapi jika model verifikasi yang sama digunakan untuk menguji hal-hal yang bersifat metafisis, seperti adanya fitrah manusia yang berdasarkan tawhid, hati nurani, adanya kebangkitan kembali pasca kehidupan ini dan hal sejenisnya, maka jelas model verifikasi material ini sama sekali tidak membantu. Tetapi masalahnya adalah bahwa bagi peradaban Barat yang materialis ini ketika hendak menguji atau memverifikasi segala sesuatu, apapun itu, jika tidak berhasil, mereka menyingkirkan obyek tersebut dari ruang publik dan melarang siapapun untuk membawa persoalan tersebut sebagai persoalan publik. Kegagalan dalam menguji sesuatu, menjadikan sesuatu itu justru disingkarkan, sekalipun itu adalah kebenaran yang hakekatnya sangat dibutuhkan manusia. Doktrin sekuler, yakni pemisahan urusan agama dengan dunia, sedikit banyak dipengaruhi oleh model verifikasi keilmuan yang dikembangkan peradaban Barat modern ini.

Begitu juga halnya dalam aspek gaya hidup dan penghargaan manusia yang satu atas manusia yang lain jelas ditunjukkan seberapa besar asset yang dimilikinya. Siapakah kamu? Pertanyaan ini, dalam “bawah sadar” orang-orang Barat modern, berarti berapa uang yang anda miliki, luas tanah, perhiasan, kendaraan dan hal-hal material lainnya. Semakin banyak anda memiliki itu, maka penghormatan besar akan diberikan. Begitu juga sebaliknya, jika anda tidak memiliki hal-hal material tersebut, maka itu berarti anda bukanlah siapa-siapa; eksistensi diri anda dinafikan. Ketika orang-orang miskin meratap dan berusaha mempertahankan hak-haknya untuk hidup, misalnya dengan cara berjualan, maka dapat kita saksikan betapa beringas dan kejamnya “kaki tangan” pemilik modal ini dalam menghardik dan mengusir mereka. Tentu semua itu mereka lakukan berdasarkan dari aturan yang sudah dibuat, tetapi mengapa aturan dibuat seperti itu, itu juga merupakan kepanjangan dari pemodal sendiri. Dalam kapitalisme tidak ada nilai-nilai kemanusiaan atau kasih sayang, tetapi menguntungkan atau tidak, karena materi adalah ukuran yang utama.

Di atas keyakinan dan orientasi hidup dengan nilai-nilai turunannya itulah, secara global dapat kita lihat Amerika Serikat menempatkan diri sebagai raja atau patron peradaban Barat ini, seperti Fir’aun di era Mesir kuno. Fenomena peradaban material ini juga sama dengan masa jahiliyah dulu, yakni tersutrukturisasi dalam pola hubungan patron-klien. Amerika adalah patronnya, maka dapat kita lihat bahwa World Bank, IMF, G-7 dan sejenisnya ibaratnya seperti Qarun. Sementara NATO memainkan peran sebagai tentara-tentara yang siap melayani keputusan Amerika, maka perguruan tinggi di Barat, para ilmuwan dan peneliti berperan sebagai tukang sihir yang menjungkirbalikkan nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan dalam kehidupan. Dalam hubungan patron-klien ini, kedua belah pihak saling memperoleh keuntungan dan, sebaliknya, yang dirugikan adalah mereka-mereka yang tidak memiliki koneksi dengannya, yang mayoritasnya adalah masyarakat Muslim.

Materialisme adalah inti peradaban barat madern ini, tetapi bagaimana inti ini dapat terlindung dari gempuran, maka dibuatlah orbit yang berupa wacana-wacana, isu dan tema-tema yang terasa manusiawi, tetapi sebenarnya menjebak. Misalnya, isu tentang hak azasi manusia, demokrasi, gender, lingkungan hidup dan sebagainya. Isu-isu ini seperti sarana untuk menjebak dan memburu, masyarakat mana yang tidak mengikuti jejaknya atau mencoba mengganggu status quo yang dinilikinya. Apa itu hak azasi, jelas antara satu peradaban dengan peradaban lainnya berbeda. Islam misalnynya, menekankan bahwa hak azasi adalah ketika seseorang bisa secara bebas memanifestasikan fitrahnya, terbebas dari belenggu paganisme. Sebaliknya, dalam Barat materialisme, hak azasi bisa juga berarti ekspresi bebas untuk porno aksi, bahkan kini perkawinan sejenis pun, yang merupakan tiruan dari kaum Nabi Luth yang diazab itu, juga disebut sebagai hak azasi.

Negara-negera Muslim seringkali dihujat karena tidak menerapkan demokrasi, karena siapapun yang mempelajari Islam akan pahak bahwa kebenaran dan kekuasaan Tuhan tidak identik dengan suara mayoritas. Tetapi dalam sebuah kasus yang terjadi di Aljazair, ketika rejim militer menyelenggarakan Pemilu demokratis yang dimenangkan oleh FIS (Front Perlawanan Islam), toh Pemilu dibatalkan dan rejim militer dipulihkan dengan campur tangan Perancis.

Konflik dan Benturan

Sifat dari suatu peradaban besar adalah ekspansif; menyebarkan dan mentransmisikan ajaran-ajaran, nilai-nilai, gaya hidup dan wacana ke berbagai aspek kehidupan dan ke seluruh umat manusia. Sifat dasar inilah yang membuat ideologi itu berkembang pesat dan selanjutnya berkarakhter hegemonik terhadap seluruh umat manusia yang mampu dijangkaunya. Sementara di bumi ini, ada sejumlah peradaban yang memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang berbeda satu sama lain. Lalu apakah yang akan terjadi jika peradaban-peradaban itu bertemu dalam sejumlah aspeknya? Jawaban sederhana dari fenomena pertemuan dua peradaban atau lebih ada beberapa kemungkinan. Pertama, yakni dialogis atau suplementatif, jika peradaban-peradaban yang bertemu tersebut tidak sempurna atau tidak bertolak belakang secara prinsipal. Kedua, adalah konflik atau benturan, karena titik tolaknya dari orientasi yang bertentangan.

Kapitalisme yang merepresentasikan peradaban yang didasarkan pada materialisme pernah dikritik keras oleh Karl Marx, yang dalam karyanya Das Capital, meramalkan runtuhnya Kapitalisme. Tetapi, sebenarnya orientasi Kapitalisme maupun Marxisme adalah sama, yakni materialisme. Perbedaan keduanya, dalam perspektif ekonomi, hanya terletak pada hubungan kerja antara modal dengan buruh; dalam Kapitalisme penekanannya pada supremasi capital (modal) sementara dalam Marxisme pada supremasi buruh (pekerja, proletarian).

Materi sebagai suprastruktur, memberikan pengaruh dalam tata negara dan pemerintahan, estetika, hukum, sains dan semua aspek kehidupan manusia lainnya. Karena itu, tidak ada benturan yang berarti antara kapitalisme dengan sosialisme, Barat dengan Komunis. Tetapi dalam realitas sejarah yang ada, kedua peradaban dan ideologi materialisme ini adalah saling “bermain mata” untuk memecah belah negara-negara dan masyarakat lain untuk masuk ke dalam orbitnya, dan itu berarti pasar yang terbuka bagi propaganda ideologi maupun penjualan senjata. Betapa banyaknya negara-negara kecil, termasuk Indonesia menjadi ‘barang mainan’ Kapitalisme atau Komunisme (keduanya adalah materialisme), mereka membelanjakan anggaran belanja, mengagitasi dan memprovokasi rakyat dan saling membunuh sesama anak bangsa.

Dalam pola hubungan yang agak berbeda terjadi antara peradaban materislisme Barat dengan sejumlah peradaban Timur, seperti Hindu di India, Konfusianisme di China dan Shintoisme di Jepang. Peradaban-peradaban ini pada dasarnya memiliki doktrin spiritualisme yang kaya, seperti tercermin dalam ajaran Upanishad dan Baghawad Gita, tetapi segera kita sadari bahwa ajaran-ajaran spiritualisme Timur ini tidak memiliki refleksi spiritualitas atas kehidupan sosial dan material. Artinya, meskipun ajaran mereka memiliki kandungan spiritualitas yang kaya, tetapi sifatnya adalah anti dunia, dan karena itu tidak ada nilai-nilai kehidupan sosial, ekonomi, politik dan hukum serta etika yang tercermin darinya. Spiritualisme Timur sangat mirip dengan doktrin gereja yang juga anti dunia.

Sifat doktrin spiritual yang anti dunia ini, yang berarti kekosongan atas nilai-nilai kehidupan duniawi ini, pada gilirannya akan terjadi proses pencakokan dengan doktrin materialisme yang hampa dari spiritualisme, dengan suatu cara yang sangat mengejutkan. Sejarah menunjukkan bahwa kekaisaran Romawi adalah rejim yang secara ambisius memburu Yesus dan para pengikutnya, menyiksanya dengan cara menyalibnya, lepas dari apakah yang disalib itu Isa al-Masih atau bukan. Tetapi setelah waktu berlalu, ternyata raja-raja Romawi berikutnya memeluk agama Nasrani dengan tetap mempertahankan nilai-nilai politik, kekuasaan, etika dan aspek-aspek manusiawi yang dimilikinya sendiri. Sebaliknya, gereja yang mewarisi ajaran Yesus, juga merespons positif atas pencakokan ini, dan penyebaran Injil atau seruan untuk masuk ajaran Nasrani ke seluruh dunia dilakukan gereja dengan menggunakan kaki tangan raja-raja dan pemerintahan materialisme.

Dalam pola yang sama dapat disaksikan, bahwa interaksi antara Hinduisme, Konfusianisme dan Shintoisme dengan peradaban Barat juga terjadi pencakokan dan nuansa dialogis komplementer. Hal ini terjadi karena Barat yang menyebar ke Timur juga mengalami kekeringan spiritual, dan betapa terpesonanya orang-orang Barat terhadap kehidupan spiritualisme Timur, karena mereka memang miskin tentang hal itu. Karena itu proses modernisme dan sekulerasi etik di Timur, seperti Jepang, India dan China begitu cepat; sebuah peradaban yang campur aduk.

Sebagaimana kini disinyalir sejumlah pihak, bahwa dalam era ini telah terjadi potensi benturan sejumlah peradaban, yang bersumber dari ajaran Islam, Konfusianisme, Hindu-Budha, Shinto, Komunis dan Barat. Bagaimanakah benturan peradaban itu terjadi. Untuk memahami persoalan ini ada baiknya kita mengangkat kasus-kasus kemanusiaan, terutama berkenaan dengan moralitas, misalnya perzinaan, hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan. Dilihat dalam perspektif peradaban Barat, selama perbuatan itu dilakukan suka sama suka, jelas bukan tindakan yang amoral, artinya diperbolehkan. Dilihat dalam perspektif peradaban Timur, seperti Hindu, Budha atau Shintoisme mungkin dipandang sebagai tindakan amoral, tetapi tidak perlu ada pidana fisik. Sebaliknya, kasus yang sama jika dilihat dalam perspektif Islam, jelas merupakan pelanggaran berat dengan konsekuensi hukum rajam dan bila hal itu dilakukan oleh orang yang sudah menikah hukumannya adalah “mati.” Sebaliknya, qisas (salah satu model pidana Islam) yang dinyatakan oleh Al-Qur’an sebagai penjamin kehidupan, dianggap sebagai suatu yang keji oleh peradaban lain, terutama Barat. Perbedaan bahkan pertentangan pandangan serta konsekuensi hukum dari masing-masing peradaban itulah yang seringkali melahirkan benturan-benturan.

"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (Q.S. 2: 177)

Sebagai sebuah peradaban, Islam telah sempurna. Artinya, keyakinan yang dimiliki, visi ideologis maupun nilai-nilai kehidupan yang diturunkan dari ajarannya, Al-Qur’an dan Sunnah, telah mencukupi bagi kehidupan umat manusia, di mana pun dan kapun pun. Kesempurnaan itu tak hanya terlihat, bagaimana Islam mengatur secara tertib bagaimana beretika dan menjaga kebersihan diri, seperti gosok gigi, sampai pada bagaimana caranya mengatur sebuah negara besar, dan bagaimana pentingnya etika dan keadilan ditegakkan dalam berperang, seperti larangan menyakiti anak-anak dan perempuan maupun musuh yang sudah menyerah. Kesempurnaan itu juga tercermin dalam suatu cara, di mana ajaran Islam mendorong setiap manusia untuk mengembangkan intelektualitas dan kemampuannya. Karena kesempurnaan inilah, Allah menyatakan keridhaan-Nya atas Islam ini untukmu;

"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S. 5: 3)

Islam adalah ajaran yang sempurna dan sekaligus kebenaran yang sempurna. Ajaran yang sempurna ini dapat diibaratkan seperti matahari, yang memiliki sifat intrinsik, memancarkan cahaya, memberikan kehangatan, energi dan kehidupan. Karena itu siapapun yang bisa menangkap dan merasakan cahaya kebenaran ini, maka dari “jati dirinya yang terdalam” juga akan berkembang sifat ekspansif, yakni berusaha mewartakan kebenaran ini kepada setiap orang yang ditemuinya dan diajaknya bersama-sama untuk memasuki cahaya kebenaran yang sama. Sebaliknya, orang-orang yang tercerahkan ini akan segera menolak nilai-nilai kehidupan yang bertentangan dengan ajaran yang dimilikinya. Dengan demikian dapat dibayangkan, apakah yanga akan terjadi jika peradaban Islam berinteraksi dengan peradaban lain, khususnya materialisme.

Dalam suatu pengertian tertentu, benturan peradaban akan terjadi jika dua buah peradaban saling bertemu pada sejumlah aspeknya yang tidak terkompromikan. Islam sebagai peradaban yang tumpuan utama adalah tawhid, sudah barang tentu akan bersifat saling menegasikan dengan peradaban yang orientasi dasarnya justru menolak tawhid itu sendiri. Dalam Marxisme, seperti diekspresikan oleh para tokohnya memberikan komentar yang sangat negatif berkenaan dengan agama maupun Tuhan. Bagi mereka agama adalah candu dan mereka menyatakan alergi ketika nama Tuhan disebutkan. Begitu dalam filsafat eksistensialis materialisme Barat, seperti dikemukakan oleh Neitche; “Tuhan telah mati.”

Karena orientasi dan keyakinan yang bertentangan ini, maka derivat nilai-nilai hidup yang ada antara kedua peradaban itu pun pasti bertentangan dan saling bernegasi. Artinya sebuah kata yang memuat makna “perbuatan baik,” dinilai dari perspektif Islam seperti beramal dengan ikhlas akan “menjadi perbuatan buruk” misalnya dengan menyebutnya sebagai pemborosan, jika dinilai dengan perspektif materialisme. Istilah “gila” yang diangkat dalam ayat-ayat awal surah Al-Qalam, menandakan suatu interaksi dua peradaban yang nilai-nilai kehidupan dari keduanya saling bertentangan. Marilah kita elaborasi secara komperatif nilai-nilai antara dua peradaban ini, Islam dengan materialisme –yang sejatinya adalah ateisme, dalam beberapa aspek kehidupan manusia yang penting, seperti politik, hukum, ekonomi, sains, estetika dan agama itu sendiri.

Nilai-nilai politik, yang merupakan standar kehidupan sesorang untuk mengatur dan mengontrol massa, jelas memerlukan doktrin atau falsafah kekuasaan. Dalam Islam sangat tegas dinyatakan bahwa kekuasaan bersumber pada Tuhan, artinya otoritas perintah dan larangan tertinggi berasal dari-Nya. Tetapi bagaimanakah falsafah kekuasaan seperti ini diaplikasikan dalam kehidupan politik? Jawabannya adalah dengan pola pendelegasian, di mana Nabi adalah hakim tertinggi sekaligus memiliki otoritas penuh untuk menjalankan “kekuasaan Ilahiyah” atas manusia. Sepeninggal Nabi, yang menggantikan otoritas itu secara relatif adalah pewarisnnya, yakni ulama. Artinya, keulamaan yang mengendalikan kekuasaan, dan itu berarti superioritas ilmu dan spiritualitas serta integritas moral. Karena kebenaran adalah ukuran tertinggi, yang tentunya berdasarkan kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.

Sebaliknya dalam doktrin materialisme; falsafah kekuasaannya seperti kita ketahui bersama adalah berasal dari rakyat (demokrasi), dan mereka beranggapan bahwa suara rakyat adalah suara Tuhan. Sebuah anggapan yang tampak ragu dan sama sekali tidak pernah terbukti secara historis. Karena kekuasaan dari rakyat, maka sah tidaknya kekuasaan sangat tergantung pada mayoritas yang merupakan representasi suara rakyat. Sejarah menunjukkan bahwa Tuhan berbicara dengan dan memberikan petunjuk kepada Nabi yang diutus-Nya dan Nabi yang bersangkutan itulah yang memberikan bimbingan dan pimpinan kepada rakyatnya. Nabi tidak tunduk kepada rakyat, tetapi rakyatlah, yang tunduk kepada Nabi. Al-Qur’an juga memberikan pernyataan yang lugas, jika kebenaran itu tunduk poada nafsu manusia, maka hancurlah dunia ini.

Dua tatangan politik yang bertolak dari falsafah dan nilai-nilai yang berbeda ini sama-sama telah diaplikasikan dalam sejarah umat manusia. Bagaimana wujud sosialnya masyarakat yang berada dalam kekuasaan Islam dan kekuasaan ateisme jahiliyah, kita sama-sama tahu. Dalam kehidupan dewasa ini kita saksikan betapa materi atau uang dengan mudah menyandra suara rakyat, melalui wakil-wakilnya. Para ‘stick holder’ materi ini cukup hanya dengan mengerdipkan mata, dan para wakil rakyat itu pun akan membebeknya, dengan koor suara seperti iring-iringan bebek yang digembalakan, tanpa argumentasi dan tanpa basa-basi.

Begitu juga halnya ketika kita menyimak nilai-nilai sains yang dipresentasikan dari dua peradaban yang berbeda ini. Barangkali kita sendiri adalah pelaku korban dari suatu sistem pendidikan, di mana sains yang diajarkan pada kita seperti biologi, kimia fisika dan sebagainya, tanpa satu kata pun asma Tuhan disinggungnya. Artinya, ketika kita mempelajari sains yang demikian ini, mungkin kita bisa menjadi seorang saintis, tetapi tetap saja kita tidak mampu membaca bahwa alam semesta yang tergelar ini dan begitu juga dengan diri kita, adalah ayat-ayat Allah. Mengapa demikian?

Sains yang dikembangkan di Barat adalah sains yang diadopsi dari pikiran-pikiran metodologis Francis Bacon, Rene Descartes dan juga Charles Darwin. Bagi Bacon sendiri, ia berinteraksi dengan alam semesta tak ubahnya mengamati sebuah arloji yang sudah jadi. Jelas bahwa arloji itu ada yang membuatnya, tapi baginya pembuat arloji itu tidak penting, karena arloji pun tetap berjalan dengan sistemnya sendiri sekalipun pembuatnya meninggal dunia. Begitu juga para pemikir materialis ini dalam mempersepsi dan berinteraksi dengan alam. Mereka “menemukan” alam ini seperti benda yang tanpa tuan, karena itu mereka tidak perlu berterima kasih pada penciptanya. Sebaliknya mereka memanfaatkan alam ini, melalui teknologi yang dihasilkan, semata-mata untuk memenuhi ambisi dan dirinya sendiri. Itulah mengapa sains dalam peradaban materialisme Barat disebut netralitas etik, dan kenyataan menunjukkan bahwa yang paling cepat perkembangannya adalah sains militer yang fungsi utamanya sebagai mesin pembunuh, seperti nuclear.

Perbedaan prinsipnya antara sains Barat dengan sains Islam terletak pada dimensi ontologisnya, asal sesuatu itu “mengada.” Sains Islam memberikan penekanan penting tentang siapakah pencipta alam semesta ini dan asal segala sesuatu, sebagaimana tercermin dalam pertanyaan-pertanyaan kontempelatif Rasulullah di gua Hira’; dari manakah asalnya segala sesuatu ini? Siapakah gerangan yang mengatur kehidupan ini, sehingga bintang-gemintang berada dalam keteraturan yang sempurna dan sebagainya. Pertanyaan ini begitu penting karena jawaban atas hal tersebut akan menjadi landasan etik dan nilai-nilai sains itu sendiri. Sebagaimana kita simak dalam sejarah, pertanyaan-pertanyaan beliau itu mendapatkan jawaban langsung dari Allah seperti tertera dalam surat Al-‘Alaq, dan iqra bismirrabbik itu adalah menjadi landasan bagi saintis Muslim. Dalam perspektif Islam, mempelajari sains adalah mempelajari ayat-ayat Allah yang lebih dikenal sebagai ayat-ayat kauniyah. Karena itu semakin dalam seseorang mempelajari sains maka akan semakin mengerti pula dirinya tentang keagungan Allah dan pemanfaatan sains selanjutnya adalah dalam rangka mensyukuri nikmat-nikmat-Nya. Dalam perspektif Al-Qur’an, ilmu adalah subordinasi ketaqwaan dan semakin dalam orang memiliki ilmu berarti semakin bertaqwalah dia. Orang-orang berilmulah yang menurut Al-Qur’an yang banyak mensyukuri nikmat. Secara manusiawi mereka berkomentar tentang alam semesta dan dunia ini kepada Tuhan-nya, seperti dikutip secara tepat oleh Al-Qur’an;

"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (Q.S. 3: 191)

Begitu juga halnya jika kita berbicara tentang agama itu sendiri. Materialisme bukanlah suatu mazahab ideologi atau peradaban yang sama sekali nihil dari persoalan spiritualitas. Perbedaan antara Islam dengan materialisme terletak pada “kerangka” di mana agama dalam Islam menempati posisi sebagai supra struktur kehidupan, artinya seluruh aspek dalam kehidupan ini ada dalam kerangka kehidupan keagamaan. Sebuah perbuatan sekecil apapun, tak dapat dilepaskan perhitungan dan implikasinya dengan akherat, suatu kehidupan pasca kehidupan dunia ini yang merupakan pokok keimanan Islam. Sementara dalam materialisme, agama ditempatkan sebagai subordinasi kehidupan. Artinya, kehidupan keagamaan seseorang adalah dalam kehidupan di dunia ini; pemenuhan kebutuhan spiritual seseorang, sebenarnya adalah untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas.

Aspek-aspek kehidupan yang lain, seperti hukum, seni atau lainnya, secara prinsip juga berbeda antara Islam dengan nasionalisme. Dalam Islam, aspek-aspek kehidupan ini merupakan derivat dari prinsip keyakinan yang sama. Itulah mengapa seni Islam yang berkembang, seperti seni lukis dan ornamen-ornamen, terlihat dua dimensi dan obyek yang dilukis pun merupakan motif garis, lengkung dan bukan peniruan makhluk hidup secara natural. Seni Islam juga melukis manusia, tetapi secara ketat digambar dalam dua dimensi. Sementara dalam materialisme, seperti tercermin dalam perjalanan sejarahnya pasca renaisans, yang menjadi obyek lukisan adalah diri dengan tiga dimensi (berbeda dengan era gereja ortodoks), cabul dan memperturutkan nafsu.

Islam Dewasa Ini

Benturan peradaban akan terjadi, jika dua peradaban yang dimaksud tersebut memiliki kesetaraan sumberdaya, kekuatan dan juga keberanian. Tetapi jika satu peradaban lebih superior dibandingkan yang lain, yang terjadi bukanlah benturan tetapi imitasi (peniruan). Peradaban yang inferior menyerap dan meniru berbagai aspek dan nilai-nilai kehidupan yang berasal dari peradaban yang dipandang superior. Jika imitasi dan penyerapan itu berlangsung terus, maka tentunya terjadi infiltrasi dan penetrasi, yang sengaja atau tidak, dilakukan peradaban yang superior tersebut terhadap peradaban yang inferior, dan pada gilirannya peradaban yang inferior itu kehilangan seluruh energinya dan mati, kecuali yang tersisa hanyalah sebuah nama atau label.

Realitas umat Islam yang ada dewasa ini adalah akibat dari suatu inferioritas peradaban ketika berinteraksi dengan Barat materialisme yang superior. Pandangan umat Islam secara relatif dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah buah dari sekulerisasi, yang merupakan derivat langsung dari materialisme. Oleh karena itu maka untuk memodernisasi haruslah dengan jalan sekulerisasi dan menjadi sekuler. Asumsi yang keliru ini, sudah barang tentu membawa sikap keterlanjuran untuk “menganggap” akan sebabnya (sekulerisme) daripada melihat fenomena modernisasi itu sendiri. Kesalahan medotologis ini berlanjut dengan upaya-upaya pemusatan perhatian terhadap idealitas-idealitas dan norma sekuler, sementara itu modernisasi menjadi dinomorduakan. Oleh sebab itu hasil ini hasil akhir dari langkah-langkah demikian bagi umat Islam, adalah “sekulerisasi” dan bukannya “modernisasi.”

Mesir adalah korban pertama dari sekulerasi. Negara yang bentuk awalnya terdiri atas umat Islam tradisionis dengan menempatkan ulama dalam posisi sentral kehidupan masyarakat, dan untuk penjaga gawang kelestarian etika dan norma-norma agama, untuk pertama kalinya diguncang oleh Muhammad Ali Pasha (1805-1849), yang keranjingan dengan upaya sekulerismenya. Tindakan ini dijalankan oleh Muhammad Ali dan putranya, Ibrahim Pasha, dengan cara pembrangusan institusi tradisional dan cara-cara teroris lainnya, sebagai salah satu upaya pemaksaan inovasi-inovasi sekuler, yang sesungguhnya memang tak akan pernah dapat diterima oleh ulama tradisionis.

Tindakan-tindakan pembrangusan yang dilakukan oleh Muhammad Ali, dalam term, Machiavelli sesungguhnya merupakan kenyataan yang mudah dipahami; karena peranan sentral ulama tradisionis bagi masyarakat tetap akan menjadi kendala bagi pembaharuan-pembaharuan sekuler. Karena itu, untuk membungkam ulama, Muhammad Ali mengambil tindakan-tindakan taktis dengan jalan mendatangkan ahli-ahli dari Perancis untuk berperan serta dalam pemerintahannya, di samping yang tak kalah efektifnya adalah pengiriman-pengiriman pemuda dan pelajar Mesir ke Perancis, yang sudah barang tentu akan mudah difungsikan sebagai propagandis-propagandsi baru dalam rangka mendukung sekulerisme di Mesir.

Di tangan Khediv Ismail (1863-1879) sekulerisasi di Mesir mencapai puncak keberhasilannya. Jika pada masa Muhammad Ali sekulerisasi lebih banyak ditandai dengan nafas-nfas modernisme yang mengambil bentuknya berupa pembaharuan-pembaharuan teknologi militer dan industri, maka pada pemerintahan Khediv Ismail sekulerisme diinjeksikan ke dalam “adab-budaya” Mesir. Pada masa ini, terjadi perombakan besar-besaran yang meliputi konsepsi-konsepsi, pranata-pranata dan sistem dalam berbagai bidang dan yang terpokok adalah sosio-ekonomi serta pemerintahan. Dengan demikian terjadi pergeseran-pegeseran dan merubah keseimbangan masyarakat Masir; elite-elite sosial baru mulai bermunculan yang disiapkan rezim Khediv Ismail sebagai penyangga, menuju ke sebuah negara Mesir modern.

Impian Khediv Ismail untuk menjadikan Mesir sebagai “bagian dari Eropa,” dicoba melalui aktivitas-aktivitas antara lain, membuka komunitas-komunitas luar negeri, mendirikan sekolah-sekolah sekuler, mengintroduksi kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan etika Barat terhadap masyarakat. Dalam pengembangan yang relatif singkat, pranata-pranata sekuler ini, mampu mengembangkan sayapnya menyeruak ke dalam detail-detail kehidupan masyarakat, yang pada gilirannya menggeser norma-norma agama; sehingga melorot tajam menjadi standard sekunder dalam tata hidup sosial di Mesir. Apa yang terjadi di Mesir dalam skala yang lebih revolusioner terjadi di Turki.

Fenomena awal sekulerisasi di Turki ditandai oleh provokasi-provokasi moderat yang dilancarkan oleh Nemik Kemal bersama Ali Su’awi Efendi melalui artikel-artikel di Tasfiri Efkar dan ceramah Ramadhan. Tetapi karena kuatnya posisi di kalangan tradisionis, menjadikan upaya-upaya mereka tidak efektif. Barulah ketika lahir angkatan muda Turki sekitar tahun 1871-1872, Namik Kemal berhasil membakar semangat nasionalisme angkatan muda, yang pada intinya merupakan ‘jiplakan’ tema-tema revolusi Perancis tahun 1865, yang menyenandungkan nation d’etre. Ide-ide sekuler mula-mula memperoleh lahan di kalangan intelektual (westernized), kemudian berkembang luas menembus inti kekuasaan yang paling dalam, yang pada akhirnya mencapai puncak kemenangan, di mana Turki untuk pertama kalinya dipakai sebutan dari negara dan rakyat Ottoman ini. Perkembangan sentimen ke-Turki-an semakin dikaitkan dengan gerakan-gerakan yang utuh dan terencana, semakin menjauhi praktek-praktek Islami, dan semakin dekat dengan Barat. Kenyataan demikian ditandai dengan pembaharuan-pembaharuan jangka pendek, yang dimaksudkan untuk menyebrangkan bangsa ini dari peradaban Islam ke peradaban Barat.

Tetapi sebuah kekuatan pemerintahan sekuleris muncul yang secara capat menggoyahkan sendi-sendi pemerintahan Islam baru menampakkan garangnya, ketika Mustafa Kemal Pasha dengan Angkatan Muda Turki, berhasil menggulingkan dinasti Ottoman. Tahun 1923 konstitusi Turki, di bawah Attaturk menghapuskan Islam sebagai ajaran agama negara. Agama dijadikan sebagai urusan pribadi-pribadi dan sama sekali lepas dari urusan-urusan soisal. Selanjutnya sebagai konsekuensi logis, kaena agama tidak lagi menjadi urusan negara, maka Khilafah dihapuskan, kantor komisariat syari’ah ditutup dan digantikan dengan kode Swiss.

Di dunia Islam sesungguhnya ada sejenis nasionalisme yang memang merupakan fenomena umum, karena latar belakang etnis dan geografis, tetapi bukanlah berarti kondisi demikian kemudian dapat dipakai sebagai dasar pijakan (raison d’etre) lahirnya nasionalisme yang menuntut loyalitas tertinggi masyarakat.18 Tetapi kenyataan yang terjadi di Turki, telah berubah menjadi sedemikian akutnya. Kerena nasionalisme berpadu dengan ruh sekulerisme, dan setelah melalui ketegangan-ketegangan yang memuncak, antara kalangan tradisionis dengan westernized, akhirnya Islam sebagai ajaran yang mendarah daging dalam masyarakat terdepak ke luar.

Begitu juga yang terjadi di belahan-belahan lain dunia Islam, roda sekulerisme terus menggelinding merobohkan mata rantai kehidupan soisal yang telah mapan. Meskipun hembusannya tidak sekencang di Turki, paket sekulerisme dalam gayanya yang sama juga melanda Iran terutama sekali pada awal abad 20-an. Setelah revolusi Konstituante tahun 1905-1911, Iran sekali lagi terperosok ke dalam tata kehidupan diktatorian. Situasi Iran di bawah dinasti Pahlevi yang demikian sekuler ini, pada awalnya didahului persaingan-persaingan dan ketegangan antara beberapa kubu ulama yang masing-masing pihak mencoba mempertahankan mahzabnya dengan berusaha mnerontokkan mahzab lain. Oleh sebab itu lahirnya negara sekuler di Iran, bukan saja sebagai situasi yang ditolelir, tetapi dimaafkan. Alasan ulama-ulama yang bertengkar ini, antara lain terlihat dari pandangannya, yang menempatkan negara (sekuler) sebagai pembentuk suatu bagiaan integral kekuatan Islam, dan bukannya suatu keuatan jahat yang terpisah. Pelucutan peran dan fungsi ulama tradisionis dilakukan secara bertahap, sebagai upaya pembatasan otorisasi fuqhaha dalam proses kehidupan sosiokultural. Hal ini selain dudukung oleh mujtahid yang lekat dalam gaya hidup sekulerisme seperti Talibzada, Malkhom Khan, Mirza Aga Khan Kirmani, juga disebabkan oleh kalangan konstitusionalis yang gagal membuktikan diri sebagai pemerintahan yang mampu membuat pranata-pranata pembangunan masyarakat dengan etik Barat modern. Oleh sebab itu, ketika dinasti baru sejak memupuk kekuasaan tahun 1920-an dengan implementasinya kebijaksanaan-kebijaksanaan sosiokultural sekuler, fuqhaha telah banyak terdesak mundur, sehingga kegiatannya hanya terbatas pada masjid-masjid dan madrasah-madrasah, yang telah “diciutkan fungsinya” oleh rezim sekuler.

Penanaman ide-ide sekuler, setelah menancapkan akar-akarnya di semua sektor pemerintahan, segera melebar ke distrik-distrik pendidikan di hampir semua tingkat. Pendidikan sekuler wajib dilaksakan disekolah-sekolah milik negara, sementara itu penerapan hukum dan sistem peradilan, langsung di bawah menteri kehakiman yang dibantu oleh hakim-hakim dari yang berpendidikan sekuler. Modernisasi sistem-sistem pendidikan dengan menggunakan model Barat sekuler, merupakan senjata paling efektif yang digunakan rezim Pahlevi untuk mermehkan pengaruh “perjuangan” tokoh-tokoh Islam. Untuk lebih menjatuhkan dan lebih mengucilkan kalangan ulama, rezim Pahlevi sengaja menginjeksi ke dalam kesadaran masyarakat suatu prototype budaya yang diambil dari sejarah Iran pra Islam, khususnya budaya Arya.

Berbagai wajah sekulerisme yang mulai muncul pada abad XIX sampai pertengahan abad XX, sesungguhnya tidak hanya berkembang di Mesir, Turki maupun Iran tetapi dalam bentuknya yang lebih pragmatis dan terkemudian, juga terjadi di Tunisia, Nigeria, Sinegal dan berbagai wilayah lainnya, termasuk Indonesia yang secara intensif di mulai dari era Soekarno.

Dalam masalah keyakinan, sebatas menyakini tentang adanya Allah, sesungguhnya tidak ada perbedaan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir (sekuler). Hal ini misalnya ditunjukan oleh Al-Qur’an;

"Dan sesungguhnya jika kamu menanyakn kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “ Allah.” Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (Q.S. 31: 25)

Akan tetapi bagi orang-orang kafir, keyakinan tentang adannya Allah, tidak dikembangkan sebagai keyakinan hidup yang sekaligus merupakan standard norma tingkah lakunya. Bahkan istilah kafir yang dikenakan untuk mereka itu adalah wujud penolakan sacara definitif terhadap keharusan taat kepada Allah. Sebagaiman yang diklaim Al-Qur’an sendiri:

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang diturunksn Allah.” Mereka menjawab: “(tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapat dari bapak-bapak kam mengerjakannya.” Dan apakah (mereka akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun setan itu menyeru ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)?” (Q.S. 31: 21)

Kondisi orang kafir yang demikian, tak jauh berbeda dengan sikap iblis untuk sujud (hormat) kepada Adam (Q.S. 2: 30-39). Keduanya memilih konfrontasi dengan menanggung segala resikonya, ketimbang harus tunduk kepada perintah-perintah Tuhan. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang-orang Mukmin. Tidak seorang kafir pun membiarkan orang Mukmin memperoleh kebahagiaan dan kemenangan, kecuali mereka terus menerus menggangunya, dan bila mungkin menariknya ke dalam golongannya (Q.S. 2:120). Kenyataan sikap yang demikian ini, dalam kapasitas makronya, berarti upaya pendominasian pranata-pranata soisal yang secara teologis dimaksudkan mendepak pranata-pranata Tuhan (sunnatuddin) untuk diganti dengan norma-norma relatif hasil terkaan dan prasangka, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah (Q.S. 6:136-139). Tak syak lagi, meskipun tidak sama persis antara orang-orang kafir dengan kondisi oranmg-orang sekuler dalam abad XIX dan XX ini, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa keduanya mempunyai kencenderungan sikap serta pemikiran yang sama.

Oleh sebab itu bagaimanakah nasib umat Islam di bawah pemerintahan sekuler? Kencangnya arus sekulerisasi yang melanda dunia Islam, pada akhirnya menciptakan berbagai ketergantungan baru, umat Islam kepada materialisme Barat, yang semakin lama terlihat adanya bahaya yang semakin fatal. Berbagai bentuk ketergantungan itu antara lain terletak pada konsepsi pemikiran dan intelektual, sosio-pemerintahan, ekonomi dan militer. Dalam lapangan intelektual misalnya, terlihat betapa dominasi ilmu pengetahuan oleh Barat terahadap umat Islam, baik dari segi materi keilmuan maupun tuntutan metodologis. Kenyataan demikian, apabila terus-menerus menjadi tempat ketergantungan ilmuwan-ilmuwan Muslim, sudah barang tentu mereka akan gagal memberikan interpretasi yang representaif terhadap ajaran agamanya sendiri. Seperti kita saksikan sekarang ini, di mana para ilmuwan Muslim papan atas dengan tegas mengatakan bahwa konsepsi kenegaraan, ekonomi, sosial dan lain-lain tidak ada dalam Al-Qur’an. Lalu bagaimana dengan kondisi umat Islam di bawah pemerintahan yang sekuler dan dengan kondisi para ilmuwan Muslim yang tidak berdaya dalam merumuskan konsepsi kehidupan dari ajaran Islam sendiri? Realitas umat Islam yang demikian dapat diibaratkan seperti anak yatim piyatu yang tanpa perlindungan, dan dengan demikian mudah menjadi ‘santapan srigala.’ Kita saksikan sekarang ini, bahwa tema-tema pemikiran, gaya hidup dan prilaku umat Islam adalah fungsi dari materialisme. Hal itu terjadi tidak saja di kalangan elite tetapi juga sudah merata sampai ke akar rumput. Kita hidup dalam suatu zaman, sebagaimana diisyaratkan Rasulullah saw, penuh dengan dan diselimuti debu kejahiliyahan dan dosa, yakni materialisme. Kita mungkin tidak menyukainya tetapi tak dapat menghindarinya.



Membangun Peradaban Islam: Mungkinkah?

Pertanyaan besar ini kita ajukan, karena situasi yang melingkupi dunia Islam adalah sedemikian rupa, sehingga setiap niat baik, apalagi cita-cita besar untuk mewujudkan peradaban Islam di masa depan. Dengan pertanyaan itu setidaknya kita akan berpikir dan menganalisis seberapa besar tantangan yang kita hadapi, potensi yang kita miliki didasarkan atas asumsi-asumsi dan keyakinan-keyakinan yang kita miliki. Kemampuan kita dalam memberikan analisa inilah yang secara relatif memberikan “rasa” optimis atau pesimis, meskipun secara doktrinatif tentu kita juga harus memiliki perasaan optimis.

Sebagaimana diuraikan di depan bahwa semua aspek kehidupan umat Islam secara riil telah dideterminasi oleh nilai-nilai peradaban materialisme. Bagaimanakah ekonomi, politik, hukum, hankam, seni dan entertainment kita, pada kenyataannya adalah hasil imitasi konsep dan peniruan dari Barat. Artinya, tak ada satu aspek realitas keumatan pun yang siap untuk berbenturan dengan realitas kehidupan yang ada dalam peradaban materialisme Barat. Tetapi jika kita bertanya pada diri sendiri dan mengukur keyakinan kita; sebenarnya mana yang lebih kredible antara ajaran Islam, Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw., dibandingkan dengan ajaran hidup yang dimiliki peradaban Barat. Kita akan mendapatkan jawaban yang sangat optimis; ajaran Islamlah yang lebih unggul dan kredible. Ada perasaan superior di hati kita dan tentu umat Islam umumnya, berkenaan dengan keunggulan ajaran yang dimilikinya, bila dibandingkan dengan ajaran lain, baik berupa kitab suci agama lain maupun falsafah hidup buatan manusia lainnya. Titik awal dalam membangun peradaban Islam yang kita cita-citakan haruslah berawal dari domain, di mana kita sendiri memiliki perasaan superior itu sendiri. Karena rasa superior itulah yang akan mendorong kita untuk bersifat ekspansif dalam membangun peradaban.

Pada satu sisi dapat dikatakan bahwa superioritas dan atau inferioritas suatu peradaban itu sepenuhnya tergantung pada dua hal. Pertama, ajaran-ajaran atau nilai-nilai kehidupan yang terdapat dalam peradaban yang bersangkutan. Misalnya, seberapa sahihkan pandangan yang berasal dari ajaran peradaban tersebut memberikan pernyataan tentang sesuatu, termasuk pandangan tentang masa depan umat manusia. Bagaimana ajaran itu merespons pikiran-pikiran manusia, dari persoalan sehari-hari sampai dengan hal-hal yang bersifat substantive dan transendensi. Apakah pernyataan-pernyataan dari ajaran itu bisa dibuktikan dalam kehidupan. Artinya, apakah jika seseorang mengikuti secara penuh ajaran yang diyakininya akan memperoleh kesuksesan hidup dan sebagainya.

Kedua, terletak pada kemampuan interpretasi sumberdaya insani yang terdapat dan menjadi pendukung dalam peradaban tersebut, sehingga ajaran-ajarannya memiliki kontekstualisasi dengan problem-problem kemanusiaan pada masanya, dan tentunya dengan konsistensi logis yang memadai. Artinya, apakah sumberdaya insani yang menjadi penyangga peradaban tersebut itu terdiri atas manusia-manusia yang cerdas, tercerahkan dan mampu membangun konsep tentang berbagai aspek kehidupan yang diturunkan dari ajaran tersebut atau tidak.

Jika suatu peradaban tidak memiliki ajaran yang kredible atau handal dalam melayani tantangan intelektual dan tidak mampu memberikan jawaban yang futuristik, apalagi jika mengalami inkonsistensi ketika dipraktekkan, maka cepat atau lambat peradaban tersebut pasti akan mati dan tak akan sanggup hidup lagi. Contoh tentang peradaban ini adalah peradaban manusia klasik, seperti Sumeria, Mesir, Romawi dan yang kontemporer, adalah Komunisme. Peradaban-peradaban itu bertahan hidup karena dikawal oleh kekuasaan yang tiranik dan diktator. Tetapi secara intrinsik (dari dalam sendiri) akan mengalami kehancuran, karena ajarannya memang inkonsisten.

Sebaliknya juga, meskipun suatu peradaban memiliki ajaran yang kredible, tetapi jika sumberdaya insani yang dimilikinya tidak mampu menginterpretasikan ajaran tersebut pada konteks kehidupan yang tengah berlangsung, maka peradaban yang bersumber dari ajaran yang kredible tersebut tetap tidak mampu berkembang. Contoh tepat tentang peradaban yang dimaksudkan ini adalah Islam. Ajaran Islam, karena dipresentasikan oleh orang-orang yang inferior, menyebabkan, seolah-olah tidak lagi memadai untuk menjawab problema manusia. Meskipun demikian, jika pada suatu masa tertentu peradaban yang memiliki ajaran yang kredible itu memiliki sumberdaya insani yang unggul, maka sudah semestinya akan menjadi peradaban yang superior. Peradaban yang superior adalah peradaban yang seluruh ajarannya kredible dan memiliki sumberdaya insani yang handal, mampu memberikan pandangan-pandangan dan interpretasinya tentang kehidupan ini maupun mendatang secara memadai berdasarkan ajaran peradaban yang dimilikinya dan wajar menjadi “kiblat” peradaban manusia.

Realitas peradaban Islam sekarang ini berada dalam posisi superior, jika ditinjau dari perspektif ajaran. Sebaliknya Islam adalah peradaban yang inferiror, jika ditinjau dari sumber daya insani. Islam, seperti dinyatakan dalam kata-kata bijak adalah ajaran yang tertinggi dan tidak ada yang menyamainya (al-islaamu ya’luu wa laa yu’laa ‘alayhi). Tetapi sebaliknya juga Islam tertutupi [pancaran dan superioritasnya] oleh kebodohan umat Islam sendiri.

Peradaban yang merasa superior, secara fenomenal, akan mengemukakan pandangan-pandangan dan interpretasinya untuk menjawab persoalan-persoalan kehidupan dan kemanusiaan. Lebih dari itu, mereka akan mengajak pihak lain bahkan memaksanya untuk mengikuti apa yang dianggapnya baik tersebut, dan biasanya tanpa memberikan empaty untuk melihat ajaran peradaban yang menjadi pilihan pihak lain. Peradaban Barat, yang diklaim oleh sejumlah opini dominan sebagai peradaban yang ‘paling maju’ dan akan membawa umat manusia pada kemajuan dan kemakmuran (materi), kini merasa mendapatkan saingan baru setelah musuh bebuyutannya (Komunisme) tumbang. Dan, saingan baru itu, yang tidak hanya merupakan rival tetapi berpotensi menghasilkan benturan peradaban yang amat dahsyat, adalah Islam. Karena ajaran Islam, siapapun mengetahui, adalah yang paling kredible dan handal untuk menyelamatkan manusia, di dunia ini dan akherat kelak. Itulah mengapa, peradaban Barat yang direpresentasikan oleh Amerika, Inggris, Perancis dan sejumlah negara Eropa lain, lebih suka menjadikan orang-orang Muslim sebagai sasaran tembak ketimbang terhadap ajaran Islam. Karena sumberdaya insani Islam (Muslim), saat ini adalah titik lemah kebangkitan peradaban Islam. Masalahnya, menjadi berbeda, jika Barat berani membidik ajaran Islam itu sendiri untuk dibenturkan dengan ajaran sekuler. Karena bila ajaran Islam diangkat ke permukaan, menjadi wacana global, dengan sendirinya akan memberikan penetrasi dan menginfiltrasi setiap manusia, tak peduli dari manapun latar belakang peradabannya, selama memiliki integritas intelektual.

Dengan demikian, kunci utama membangun peradaban Islam pada masa kita sekarang ini adalah dengan mengembangkan superioritas, terutama bagi mereka yang merasa “terpanggil” untuk urusan besar ini. Hal ini sangat penting, agar kesempurnaan ajaran Islam, dalam semua aspek kehidupan manusia, mendapatkan orang-orang terpilih dan sekaligus representatif untuk mempresentasikannya di hadapan seluruh umat manusia. Bila tidak demikian, maka kebesaran ajaran Islam diselubungi oleh kebodohan kaum Muslim, yang pada gilirannya komunitas yang berasal dari peradaban lain, karena interaksinya dengan orang-orang Muslim yang seperti itu, akan meremehkan ajaran Islam itu sendiri, tanpa mengkajinya secara obyektif.

Superioritas itu, seperti tercermin dalam ajaran Al-Qur’an, terletak pada kesempurnaan spirirtual dan intelektual seseorang, yang tentunya akan memanifestasikan pada akhlaq dan prilaku, serta sikap hidup yang Islami. Dalam hal ini kita yang hidup di Hidayatullah telah memulai dengan langkah yang benar, yakni dengan memperbanyak ibadah, termasuk menegakkan shalat lail secara kontinyu. Intensitas spiritual, di samping memanifestasikan prilaku individual yang Islami, juga tercermin dalam perspektifnya pada aspek-aspek sosial yang penting, seperti kekuasaan, materi dan hal ikhwal duniawi lainnya. Seseorang yang memiliki spiritualitas memadai akan tetap superior dan determinan bila berinteraksi dengan para penguasa, begitu juga ketika berinteraksi dengan orang-orang kaya. Tetapi superioritas spiritual, yang hanya didukung oleh ritualisme tidaklah cukup. Perlu ada intelektualisasi yang memadai dan itu berarti mengharuskan kita untuk berani berbenturan dengan berbagai wacana dan pemikiran yang berkembang. Dalam kebijakan taktis dan strategisnya kita perlu membangun basis kaderisasi yang handal, sehingga mampu menjadi juru bicara yang kompeten tentang peradaban Islam yang kita harapkan.

Membangun superioritas intelektual adalah dengan mempertajam dan memperkaya intelektualitas. Dalam konteks ini, kita yang hidup di Hidayatullah, sebenarnya adalah orang-orang yang cukup banyak berinteraksi dengan Al-Qur’an. Hanya saja perlu diketengahkan di sini, bahwa pola interaksi kita dengan Al-Qur’an sangat terbatas (membaca dalam pengertian yang sempit). Kita belum sampai pada pola pembacaan yang bersifat eksploratif dan mengetengahkan Al-Qur’an itu dalam “bahasa konsep,” yang dapat dipahami oleh orang-orang yang sekadar mengandalkan common sense. Pembacaan yang bersifat eksploratif, memungkinkan kita untuk mengenal tentang bagaimana Al-Qur’an memberikan pandangannya atas sesuatu hal juga pola logika yang kaya dan determinatif. Begitu juga dengan pengajuan-pengajuan pertanyaan yang mengacu pada know how dan know why, memungkinkan kita memperoleh sistem penjelas yang inspiratif dan genuine. Hal yang sama juga dapat diterapkan dalam berinteraksi dengan sirah nabawiyah. Keduanya, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, akan menghasilkana sistem penjelas yang luas dan otoritatif mengatasi episteme dan argumentasi yang dikembangkan oleh sains dan disiplin modern.

Membangun peradaban Islam, berarti mengislamkan seluruh dunia ini, dalam setiap aspek dan tingkatnya. Misi-misi Islam harus dijelaskan dengan pola logika dan kerangka berfikir yang Islami pula. Tentu saja ini suatu pekerjaan besar, yang membutuhkan kesabaran seorang ideolog, untuk mewujudkannya.

footnote :
[1] Syahadah, merupakan deklarasi penolakan segala bentuk ketergantungan dan ketuhan-tuhanan (laa-ilaaha) dan hanya bersaksi kepada Allah (ilallah). Selanjutnya merupakan syahadah rasul yang secara definitif mengakui bahwa Muhammad adalah rasul Allah.
[18] Moderninsme adalah suatu “pola interaktif” antara manusia dengan alam dan oleh karena itu prakarsa-prakarsa modern berarti : Bagaimana merekayasa alam sehingga menjadi lebiih bernilai bagi manusia. Karena bentuk interaktif yang demikian (eksploratif) msks modernisme adalah “netralnetral” terhadap isme-isme yang ada, dan sekulerisme tidak berhak mengklaim bahwa modernisme terlahir karenanya.

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists