'I Love You'

oleh: Darwis Tere Liye

Satu pemuda dgn mata berbinar-binar, di bawah temaram lampu kota Jakarta, dengan pemandangan jalanan yg super-macet, akan bilang dengan suara bergetar: "Aku cinta padamu!" Sementara di belahan China sana, di lorong-lorong toko yang ramai, kencan di bawah hiasan lampion dan naga-naga merah, asap mie kuah mengepul, serakan bebek peking, mereka akan bilang: "Wo ai ni". Lain pula satu pemuda bavaria, di dekat sisa tembok Berlin yang sekarang jadi hiasan toilet, menggunakan syal Bayern Muenchen, dia akan berbisik mesra ke pasangannya: "Ich liebe dich…" Sedangkan di India sana, dgn sedikit kerling mata, sedikit aca-aca, diiringi banyak tari dan lagu, mereka akan bilang: "Mein Tumse Pyar Karta Hoon", atau "Tane Prem Karoo Choo" bagi dialek Gujarat. Si cewek mengangguk, bukankah dia juga selama ini sudah "Kuch-kuch hota hai" pula? Bukan main….

Ah, di bawah menara Eiffel yg elok, bermandikan cahaya, lihatlah seorang pemuda Perancis, akan mengatakan dengan gagah kalimat: "Je t’aime"… Konon, katanya bahasa Perancis adalah bahasa yg paling indah, jadi bayangkan betapa super-indahnya pernyataan cinta itu ketika dikatakan. Indah di atas indah… Lain kisah teman Jepang kita yang sedang berduaan sambil menatap gunung Fuji yang juga indah, sakura-san akan bilang: "Kimi o ai shiteru". Dan pasangannya akan mengangguk malu-malu. Besok mereka akan bertamasya ke Menara Tokyo yang terkenal itu. "Ana behibek" kata pemuda Arab sambil tersipu ke pasangannya, maka sang gadis akan menjawab, "Ana behibak". Tak kalah tersipunya. Tp, jgn salah kalimatnya. Ada behibak, ada behibek. Huruf a dan e bisa membedakan arti di gurun pasir sana, kalian bisa disangka suka sesama jenis jika salah pakai….

Kakek-nenek kita dulu yang masih mengalami penjajahan Belanda, pasti pernah mendengar meneer dan nyonye Belande saling bilang: "ik hou van jou"… dan lucunya, kakekku dulu juga suka menirunya, cuek bilang: "ekhopanjo, istriku-" Tak masalah separuh2 begitu, tak masalah salah2 lafal, kan bibirnya tetap bibir inlander pribumi. Yang penting nenek mengerti, dan balas bilang "ekhopanjo juga". Beruntung kita tidak dijajah bangsa Hongaria atau Kazakhastan, kan susah banget nulis kalimat cinta mereka: "Szeretlek te’ged", "Men seny jaksy kuremyn"…. puh, apalagi pas bilangnya, tambah syusah, kebanyakan huruf konsonannya… tapi meski susah banget bagi lidah kita, nih kalimat mungkin sudah setengah mati ditunggu seorang gadis yang selalu menatap penuh harap seorang pemuda yang selalu berjalan lambat di gang depan rumahnya di kota Budapest yang eksotis itu… Oh, katakanlah "Szeret-zeret tadi padaku…."

"Mahal kita" kata orang Filipina, "Ya lyublyu tebya" kata orang Rusia, "Tora dust daram" seru orang Persia, "Ti amo" kata orang Italia, dan seterusnya dan seterusnya… Begitu banyak versi kalimat I Love You di belahan dunia. Saking banyaknya, tak terhitung… Karena bahasa-bahasa setempat juga punya versi sendiri. Di Indonesia saja ada lebih 300 bahasa lokal, maka akan ada 300 pula versi kalimat "Aku cinta padamu?" Di Sumedang, Banten sana, Padang, Pulau Enggano, Pelosok Papua, Sulawesi, pedalaman Kalimantan, dan entahlah…

Teman, pernahkah ada yang berpikir bagaimana manusia mengungkapkan "I Love You" pada jaman pra-sejarah? Saat bahasa belum ada? Saat manusia masih ber "a-a-a, u-u-u, a-a-a-a"… masih mengejar2 dan dikejar2 dinosaurus? Kan mereka belum punya kalimat sama sekali, jangankan "I Love You", mau bilang makan saja susah, "a-a-a-a… i-i-i…" Menurut temanku, yang amatiran soal antropologi dan sejarah manusia, katanya mereka menyampaikan rasa cintanya dengan pentungan batu. Benaran. Pakai pentungan batu. Jdut! Sang cowok akan memukul kepala cewek idamannya, terus berteriak-teriak…."i-i-i…u-u-u…" Nah, loh! Celakanya lagi, katanya semakin dalam cintanya, maka semakin keras sang cowok akan menggunakan pentungan batu yang sehari-hari buat melempar gajah purba tersebut. Si cewek mati karena digebuk? Ah, mana ada "kalimat cinta" membuat mati seseorang. Semaput sih iya. Si cewek cuma pingsan dikit, lantas akan siuman, kemudian tentu saja akan membalas memukul tak kalah kerasnya, "i-i-i…u-u-u…." Aku cinta kamu juga. BANGET LOH".

Teman, pernahkah kalian juga berpikir bagaimana pula dengan pasangan yang cacat, kurang beruntung? Pasangan yang buta dan tuli misalnya? Bagaimana mereka akan bilang cinta? Melihat tak bisa, mendengar juga tak bisa… Ah, Tuhan selalu punya skenario hebat untuk urusan ini… Aku pernah terkesima menyaksikan sepasang buta yang naik kendaraan umum. Mereka saling berpegangan tangan sejak memasuki pintu kereta. Mesra nian. Meski umur mereka berbilang lima puluhan. Yang laki dengan gentle membimbing yang wanita menuju kursi memakai tongkat-nya (meski sebenarnya penumpang lain yang membantu mereka menyibak padatnya kereta). Lantas mereka duduk bersisian. Yang wanita lantas meraba2 sakunya, mengambil dua butir permen. Membukakan satu untuk pasangannya, satu untuk dirinya sendiri. Mereka buta, jadi amat menyentuh hati melihat kemesraan dua butir permen Hexos itu. Butuh dua menit untuk membuka dua permen itu… Aku menghela nafas panjang… Bagi mereka, sungguh kecantikan wajah tak ada gunanya, ketampanan pasangan tidak penting… Cara tangan mereka meraba2, menyentuh lengan kekar pasangannya sudah bilang sejuta cinta… Dan aku mendadak jengah! Malu. Ya Tuhan, bandingkan cinta mereka dengan cinta yang kupahami dan kuinginkan… Sungguh mereka mengajarkan makna cinta yang sesungguhnya….

Teman, kita punya banyak cara menyampaikan cinta kita. Punya banyak kalimat. Bahasa. Tapi sadarilah, cara terbaik untuk menyampaikan cinta adalah dengan perlakuan. Dengan perbuatan. Dengan pengorbanan yang tulus. Tidak peduli apakah seseorang itu akan membalas cinta kita atau tidak. Tidak peduli apakah perlu kalimat itu diucapkan atau tidak… Ucapkanlah dengan memberi tanpa mengharap, memberi tanpa mengambil, itulah simbolisasi cinta yang paling indah…

Makanya tak perlu heran jika menemukan sepasang kekasih, berumur 90 tahun. Sudah menikah 70 tahun. Memiliki anak 12, cucu 30, cicit 67. Tinggal sederhana di kaki Gunung Kerinci. Kemarin lusa sang istri tercinta pergi… Dan saat sang suami yang tua menatap sedih butir demi butir tanah dimasukkan menutupi jasad istrinya, meski menangis, dia tersenyum rela… Sadahal sempurna. Dia sempurna tidak pernah bilang "Aku cinta padamu" kepada almarhum istrinya. Tidak pernah selama 70 tahun kebersamaan mereka. Karena kalimat itu selalu kelu saat akan diucapkan. Selalu tersumbat saat akan dikatakan… Tapi almarhum istrinya tahu persis, suaminya amat mencintainya… karena kalimat itu terukir indah bersama hari-hari mereka yang hebat… 25.500 hari… hari2 suka-cita, hari2 pertengkaran, hingga hari2 kepergian…

Depok, 11 April 2007

[+] Cinta bukan sekadar kata, eh ?

0 comments:

Post a Comment

It is my pleasure to get your best respond through your comment

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists