oleh : Emha Ainun Najib
Kalau ada bentrok antara Ustadz dengan Pastur, pihak Depag, Polsek, dan Danramil harus menyalahkan Ustadz, sebab kalau tidak itu namanya diktator mayoritas. Mentang-mentang Ummat Islam mayoritas, asalkan yang mayoritas bukan yang selain Islam - harus mengalah dan wajib kalah. Kalau mayoritas kalah, itu memang sudah seharusnya, asalkan mayoritasnya Islam dan minoritasnya Kristen. Tapi kalau mayoritasnya Kristen dan minoritasnya Islam, Islam yang harus kalah. Baru wajar namanya.
Kalau Khadhafi kurang ajar, yang salah adalah Islam. Kalau Palestina banyak teroris, yang salah adalah Islam. Kalau Saddam Hussein nranyak, yang salah adalah Islam. Tapi kalau Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, yang salah bukan Kristen. Kalau amerika Serikat jumawa dan adigang adigung adiguna kepada rakyat Irak, yang salah bukan Kristen. Bahkan sesudah ribuan bom dihujankan di seantero Bagdad, Amerika Serikatlah pemegang sertifikat kebenaran, sementara yang salah pasti adalah Islam.
"Agama" yang paling benar adalah demokrasi. Anti demokrasi sama dengan setan dan iblis. Cara mengukur siapa dan bagaiman yang pro dan yang kontra demokrasi, ditentukan pasti bukan oleh orang Islam. Golongan Islam mendapat jatah menjadi pihak yang diplonco dan dites terus menerus oleh subyektivisme kaum non-Islam.
Kaum Muslimin diwajibkan menjadi penganut demokrasi agar diakui oleh peradaban dunia. Dan untuk mempelajari demokrasi, mereka dilarang membaca kelakuan kecurangan informasi jaringan media massa Barat atas kesunyatan Islam.
Orang-orang non-Muslim, terutama kaum Kristiani dunia, mendapatkan privilege dari Tuhan untuk mempelajari Islam tidak dengan membaca Al-Quran dan menghayati Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, melainkan dengan menilai dari sudut pandang mereka.
Maka kalau penghuni peradaban global dunia bersikap anti-Islam tanpa melalui apresiasi terhadap Qur'an, saya juga akan siap menyatakan diri sebagai anti-demokrasi karena saya jembek dan muak terhadap kelakuan Amerika Serikat di berbagai belahan dunia. Dan dari sudut itulah demokrasi saya nilai, sebagaimana dari sudut yang semacam juga menilai Islam.
Di Yogya teman-teman musik Kiai Kanjeng membuat nomer-nomer musik, yang karena bersentuhan dengan syair-syair saya, maka merekapun memasuki wilayah musikal Ummi Kaltsum, penyanyi legendaris Mesir. Musik Kiai Kanjeng mengandung unsur Arab, campur Jawa, jazz Negro dan entah apa lagi. Seorang teman menyapa: "Banyak nuansa Arabnya ya? Mbok lain kali bikin yang etnis 'gitu..."
Lho kok Arab bukan etnis?
Bukan. Nada-nada arab bukan etnis, melainkan nada Islam. Nada Arab tak diakui sebagai warga etno-musik, karena ia indikatif Islam. Sama-sama kolak, sama-sama sambal, sama-sama lalap, tapi kalau ia Islam-menjadi bukan kolak, bukan sambal, dan bukan lalap.
Kalau Sam Bimbo menyanyikan lagu puji-puji atas Rasul dengan mengambil nada Espanyola, itu primordial namanya. Kalau Gipsy King mentransfer kasidah "Yarim Wadi-sakib...", itu universal namanya. Bahasa jelasnya begini: apa saja, kalau menonjol Islamnya, pasti primordial, tidak universal, bodoh, ketinggalan jaman, tidak memenuhi kualitas estetik dan tidak bisa masuk jamaah peradaban dunia.
Itulah matahari baru yang kini masih semburat. Tetapi kegelapan yang ditimpakan oleh peradapan yang fasiq dan penuh dhonn kepada Islam, telah terakumulasi sedemikian parahnya. Perlakuan-perlakuan curang atas Islam telah mengendap menjadi gumpalan rasa perih di kalbu jutaan ummat Islam. Kecurangan atas Islam dan Kaum Muslimin itu bahkan diselenggarakan sendiri oleh kaum Muslimin yang mau tidak mau terjerat menjadi bagian dan pelaku dari mekanisme sistem peradaban yang dominan dan tak ada kompetitornya.
"Al-Islamu mahjubun bil-muslimin". Cahaya Islam ditutupi dan digelapkan oleh orang Islam sendiri.
Endapan-endapan dalam kalbu kollektif ummat Islam itu, kalau pada suatu momentum menemukan titik bocor - maka akan meledak. Pemerintah Indonesia kayaknya harus segera mervisi metoda dan strategi penanganan antar ummat beragama. Kita perlu menyelenggarakan 'sidang pleno' yang transparan, berhati jernih dan berfikiran adil. Sebab kalau tidak, berarti kita sepakat untuk menabuh pisau dan mesiu untuk peperangan di masa depan.
The minute you are thinking of giving up, think about the reason why you held on so long. --Luqe
Prolog:
Dulu saya pernah bertanya-tanya, untuk apa seorang wanita membutuhkan pendidikan yang tinggi jika nanti 'hanya' akan menjadi seorang ibu rumah tangga? Toh, untuk menjadi seorang ibu tidak harus menjadi seorang sarjana. Lalu ilmu yang didapat sampai sarjana, apa ada manfaatnya? Masih mending kalau jurusan yang diambil berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial, bagaimana dengan anak teknik sipil misalnya? Mau diajarin membuat bangunan? Dan karena pertanyaan diatas pula saya sempat membuat jengkel beberapa orang. Rupanya Allah baru memberi jawaban beberapa saat yang lalu melalu note di Facebook seorang teman. Jawaban itu bisa anda simpulkan sendiri setelah membaca note beliau di bawah ini:
Waktu itu, sekitar tahun 2000, datang seorang mahasiswi kepada seorang dosen. Dia menghampirinya dengan wajah yang muram, dan kemudian berkata,"Pak, beasiswa Program Magister dan Doktor saya lolos". Hanya itu saja kata2 yang keluar dari mulutnya, tanpa diikuti ekspresi apapun dari wajahnya. Padahal di luar sana berjuta - juta orang memimpikan pencapaian ini. Sang dosen tertegun, kemudia dia berkata, "Bagus dong dek, kamu bisa bikin bangga banyak orang, dan itu merupakan jalan hidup yang sangat baik. Lalu apa yang membuat kamu terlihat bimbang dek?"
Akhirnya mahasiswi itu bercerita kepada sang dosen. "Pak, sekolah hingga S2 dan S3 merupakan cita-cita saya sejak kecil, ini adalah mimpi saya, tidak terbayangkan rasa bahagia saya saat memperoleh surat penerimaan beasiswa ini. Tapi pak, saya ini akhwat, saya wanita, dan saya bahagia dengan keadaan ini. Saya tidak memiliki ambisi besar, saya hanya senang belajar dan menemukan hal baru, tidak lebih. Saya akan dengan sangat ikhlas jika saya menikah dan suami saya menyuruh saya untuk menjadi ibu rumah tangga. Lalu, dengan semua keadaan ini, apa saya masih harus sekolah?? saya takut itu semua menjadi mubazir, karena mungkin ada hal lain yang lebih baik untuk saya jalani."
Pak dosen pun terdiam, semua cerita mahasiswinya adalah logika ringan yang sangat masuk akal, dan dia tidak bisa disalahkan dengan pikirannya. Dosen itu pun berfikir, memejamkan mata.
Kemudian pak dosen berkata seperti ini kepada mahasiswinya
"Dek, sekarang bertanyalah kepada hati kecil mu, apa dia masih menginginkan dirimu untuk melanjutkan pendidikan ini hingga puncak nanti.."
Sang mahasiswi bingung, dia menunduk, air mata turun dari kedua matanya, seakan dia merasakan konflik hati yang sangat besar yang saling ingin meniadakan. Dosen itu melanjutkan nasehatnya.
"Dek, saya ingin bertanya kepadamu, kapan pertama kali engkau berhadapan dengan seorang S3 dan mendapat ilmu darinya?"
"Sejak saya kuliah di ITB , Pak." Jawab sang gadis.
Kemudian dosen itu melanjutkan "Ya dek, betul, saya pun demikian, saya baru diajar oleh seorang lulusan S3 semenjak saya kuliah di kampus ini. Tapi dek, coba adek pikirkan, bahwa saat engkau memiliki anak, maka orang pertama yang akan menyapih rambut anakmu adalah seorang lulusan S3. Orang yang pertama mengajaknya berjalan adalah seorang ilmuwan tinggi, dan sejak dia mulai membaca, dia akan dibimbing dan dijaga oleh seorang Doktor. Itulah peranmu sebagai ibu nanti, apakah engkau bisa membayangkan betapa beruntungnya anak manusia yang akan kau lahirkan nanti."
Dan itulah jawaban Allah SWT melalui pak dosen. Mahasiswi itu tersadar dari konflik panjangnya, dan ia tersenyum bahagia, sangat bahagia, air matanya menjadi air mata haru, dan ia berdiri, mengucapkan terima kasih nya kepada sang dosen, dan berkata , "Pak, terima kasih, akan saya lanjutkan pendidikan ini hingga tidak satupun puncak lagi yang menghalangi saya."
Betapa hidup itu sangat berarti, dan jadikan ia bermakna. Bukan uang yang nanti akan membuatmu bahagia, tetapi rasa syukur mu lah yang akan menjadi kebahagiaan yang hakiki,.
Beberapa hari ini portal berita Indonesia sedang hangat-hangatnya mewartakan tentang 2 hal. Demo yang terjadi di Mesir dan kerusuhan yang terjadi di Cikeusik yang berkaitan dengan Ahmadiyah. Kedua hal tersebut menarik perhatian saya dan disela-sela waktu belajar untuk final exam, saya menyempatkan untuk mencari informasi tentang Mesir dan Cikeusik. Pada kesempatan kali ini, saya tidak akan membahas tentang demo di Mesir, sekalipun ada banyak hal dan pertanyaan yang ingin saya sharing. Akan tetapi saya lebih memilih untuk menyampaikan pendapat saya tentang hal yang kedua, yaitu Ahmadiyah. Asal mula kenapa saya memutuskan untuk membuat artikel sendiri tentang hal ini bermula dari diskusi di status FB salah satu adik kelas saya semasa SMA yang mendukung Ahmadiyah dan menyarankan untuk pembubaran FPI. Apa yang saya tulis disini adalah alasan yang dia kemukakan dan jawaban saya. Sebagai informasi, saya tidak berada di pihak FPI ataupun warga yang berbuat kekerasan di Cikeusik dan saya tahu bahwa kapasitas saya masih jauh dari seorang alim. Apapun yang saya share disini tidak lepas dari kesalahan dan saya berharap koreksinya.
Tentang Ahmadiyah
Agar kita berada dalam satu paham dan alasan mengapa Ahmadiyah dianggap sesat, ada baiknya saya memulai dari penjelasan singkat tentang ajaran Ahmadiyah. Penjelasan tentang paham mereka saya ambil langsung dari situs resmi mereka : http://www.alislam.org. Berikut adalah penjelasan singkat tentang Ahmadiyah oleh mereka sendiri.
The Ahmadiyya Muslim Community is a dynamic, fast growing international revival movement within Islam. Founded in 1889, it spans over 195 countries with membership exceeding tens of millions. Its current headquarters are in the United Kingdom.
Ahmadiyya Muslim Community is the only Islamic organization to believe that the long-awaited Messiah has come in the person of Mirza Ghulam Ahmad(as) (1835-1908) of Qadian. Ahmad(as) claimed to be the metaphorical second coming of Jesus(as) of Nazareth and the divine guide, whose advent was foretold by the Prophet of Islam, Muhammad(sa). Ahmadiyya Muslim Community believes that God sent Ahmad(as), like Jesus(as), to end religious wars, condemn bloodshed and reinstitute morality, justice and peace. Ahmad’s(as) advent has brought about an unprecedented era of Islamic revival. He divested Islam of fanatical beliefs and practices by vigorously championing Islam’s true and essential teachings. He also recognized the noble teachings of the great religious founders and saints, including Zoroaster(as), Abraham(as), Moses(as), Jesus(as), Krishna(as), Buddha(as), Confucius(as), Lao Tzu and Guru Nanak, and explained how such teachings converged into the one true Islam.
Ahmadiyya Muslim Community is the leading Islamic organization to categorically reject terrorism in any form. Over a century ago, Ahmad(as) emphatically declared that an aggressive “jihad by the sword” has no place in Islam. In its place, he taught his followers to wage a bloodless, intellectual “jihad of the pen” to defend Islam. To this end, Ahmad(as) penned over 80 books and tens of thousands of letters, delivered hundreds of lectures, and engaged in scores of public debates. His rigorous and rational defenses of Islam unsettled conventional Muslim thinking. As part of its effort to revive Islam, Ahmadiyya Muslim Community continues to spread Ahmad’s(as) teachings of moderation and restraint in the face of bitter opposition from parts of the Muslim world.
Similarly, it is the only Islamic organization to endorse a separation of mosque and state. Over a century ago, Ahmad(as) taught his followers to protect the sanctity of both religion and government by becoming righteous souls as well as loyal citizens. He cautioned against irrational interpretations of Quranic pronouncements and misapplications of Islamic law. He continually voiced his concerns over protecting the rights of God’s creatures. Today, it continues to be an advocate for universal human rights and protections for religious and other minorities. It champions the empowerment and education of women. Its members are among the most law-abiding, educated, and engaged Muslims in the world.
Ahmadiyya Muslim Community is the foremost Islamic organization with a central spiritual leader. Over a century ago, Ahmad(as) reminded his followers of God’s promise to safeguard the message of Islam through khilafat (the spiritual institution of successorship to prophethood). It believes that only spiritual successorship can uphold the true values of Islam and unite humanity. Five spiritual leaders have succeeded Ahmad(as) since his demise in 1908. It’s fifth and current spiritual head, Mirza Masroor Ahmad, resides in the United Kingdom. Under the leadership of its spiritual successors, Ahmadiyya Muslim Community has now built over 15,000 mosques, over 500 schools, and over 30 hospitals. It has translated the Holy Quran into over 60 languages. It propagates the true teachings of Islam and the message of peace and tolerance through a twenty-four hour satellite television channel (MTA), the Internet (alislam.org) and print (Islam International Publications). It has been at the forefront of worldwide disaster relief through an independent charitable organization, Humanity First.
Bagian-bagian yang saya bold adalah bagian penting untuk pembahasan selanjutnya. Untuk memudahkan, saya akan merinci point-point tersebut:
- Di Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang Penyelamat yang telah lama ditunggu.
- Ahmad mengklaim dirinya sebagai titisan Jesus dan utusan Tuhan yang kedatangannya telah diramalkan oleh Nabi Muhammad (red: Imam Mahdi).
- Dia juga menerima ajaran-ajaran kebaikan dari pendiri ataupun pemuka agama termasuk di dalamnya penyembah api, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS, Krishna, Buddha, COnfucious, Lao Tzu, dan Guru Nanak dan menjelaskan bagaimana ajaran-ajaran tersebut disatukan menjadi Islam yang benar.
- Dia juga dengan tegas menegaskan bahwa jihad dengan pedang tidak ada dalam ajaran Islam dan sebagai gantinya adalah jihad dengan pena.
Kebebasan Beragama
Banyak orang mendengung-dengungkan kebebasan beragama ketika isu Ahmadiyah ini terangkat ke permukaan. Saya pribadi menghargai keputusan seseorang dalam memilih agama mereka, karena Allah SWT sendiri telah berfirman dalam Surat Al-Kafirun ayat 6:
Bagimu agamamu dan bagiku agamaku
Ayat diatas merupakan panduan bagi seluruh muslim bahwa urusan antara manusia dengan Tuhan adalah hak setiap orang. Apakah dia hendak menjadi seorang Majusi, Nasrani, Yahudi, atau bahkan Atheis sekalipun tidak ada larangan. Akan tetapi ini menjadi salah kaprah ketika hal tersebut diterapkan di dalam agama yang sudah ada. Semisal seorang muslim berkata bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir. Pada saat dia meyakini hal tersebut, maka seketika itu pula status dia sebagai muslim sudah tercabut. Karena sebagaimana yang telah kita ketahui, syarat mutlak seorang muslim adalah Rukun Iman dan Rukun Islam. Lantas bagaimana dengan mereka yang meyakini bahwa Nabi Muhammad bukanlah nabi terakhir ? Mereka wajib memperbarui syahadat mereka. Lalu apakah Ahmadiyah masih pantas dianggap sebagai muslim ? Secara garis besar, Mirza Ghulam Ahmad mengakui sebagai Imam Mahdi. Adapun kriteria dari Imam Mahdi sudah dijelaskan dengan rinci dalam hadist dimana salah satunya adalah merupakan keturunan dari Rasulullah dan merupakan seorang dari bangsa Arab[1]. Dan secara otomatis, Mirza Ghulam Ahmad tidak sesuai dengan kriteria tersebut, dikarenakan dia terlahir di Punjab, India.
Pluralisme
Ketika kebebasan beragama tidak lagi bisa menjadi hujjah yang kuat, maka muncullah alasan berikutnya, yaitu asas Pluralisme dimana secara garis besar mempunyai pemahaman bahwa semua agama adalah sama benarnya. Dengan alasan ini, maka kehadiran Ahmadiyah adalah sesuatu yang 'diperbolehkan' karena dalam pluralisme tidak ada satu agamapun yang dianggap salah.
Sebagai seorang muslim, kita harus bisa membedakan antara pluralitas dan pluralisme. Pluralitas berarti terdapat keberagaman agama dalam satu tempat. Dengan kata lain, kita tetap mengakui bahwa terdapat agama-agama lain selain Islam dan tetap menghormati mereka. Berbeda dengan pluralisme ketika kita menganggap tidak ada satu agamapun yang salah. Suatu hal yang mustahil sebenarnya. Karena dalam silogisme matematika, jika seseorang beragama Islam, maka dia akan meyakini bahwa agama dialah yang paling benar. Kalau di saat yang sama dia juga meyakini bahwa Kristen juga benar, maka silahkan saja menjadi seorang agnostic.
Madzhab
Adapula anggapan bahwa pada dasarnya Ahmadiyah itu hanyala sebuah madzhab. Anggapan ini tentu saja keliru. Sebab munculnya madzhab-madzhab adalah dikarenakan perbedaan penafsiran atau pendapat mengenai ayat dalam Al-Quran ataupun hadist. Selama dalam tahap yang diperbolehkan (tidak menyangkut tauhid), madzhab-madzhab tersebut diperbolehkan. Perbedaannya dengan Ahmadiyah adalah ajaran dalam Ahmadiyah sudah melewati batas yang diperbolehkan, yaitu sudah masuk dalam ranah tauhid. Maka secara otomatis status dari Ahmadiyah tidak bisa dikatakan sebagai madzhab.
Islam dan Kekerasan
Pada akhirnya, semua ini bermuara pada kekerasan yang dilakukan oleh warga Cikeusik terhadap jemaat Ahmadiyah. Dalam kasus ini, Ahmadiyah sebagai pihak yang teraniaya, tentu saja mendapatkan porsi simpati yang lebih besar. Sehingga rakyat umum pun langsung mencela warga (kalau di media disebutkan sebagai FPI) dan mendukung Ahmadiyah. Buntutnya, mereka menolak pembubaran Ahmadiyah dan lebih mendukung pembubaran FPI. Memang, saya pribadi kurang setuju dengan dakwah dengan kekerasan, sekalipun ada tuntunannya. Akan tetapi saya lebih tidak setuju lagi dengan adanya aliran sesat. Jika kita mau berpikir rasional, anggaplah FPI bersalah dengan melakukan kekerasan. Itu tidak akan menyebabkan mereka keluar dari Islam. Berbeda dengan Ahmadiyah. Apa yang mereka yakini, itu sudah menyebabkan mereka keluar dari Islam (dengan alasan yang telah disebutkan di atas). Ketika anda mampu bersikap objektif, maka anda akan mengetahui siapa yang mempunyai tingkat kesalahan paling besar dalam Islam.
Propaganda
Mungkin karena saya terlalu banyak baca tentang teori konspirasi, maka saya pun tidak langsung menentukan sikap ketika saya membaca kerusuhan Cikeusik untuk pertama kalinya. Di saat orang lain sibuk menghujat dan mencerca FPI, saya lebih memilih untuk melihat lagi apa yang sebenarnya terjadi. Karena berita yang ditampilkan hanya merupakan suatu akibat, maka harus ada sebabnya. Dan saya beruntung mendapatkan catatan dari seorang wartawan senior antv tentang kejanggalan pada peristiwa Cikeusik disini.
Kesimpulan
Secara garis besar, point penting dari apa yang saya bahas diatas adalah:
Melakukan tindak kekerasan atas nama agama itu bisa jadi salah. Akan tetapi penodaan agama itu jelas salah.
Sebagai tips, apabila tidak ingin terjadi tindak kekerasan lebih lanjut, ada baiknya Ahmadiyah mengikuti anjuran banyak orang yaitu dengan mendeklarasikan sebagai agama baru. Dengan begitu maka tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk ikut campur tentang keyakinan mereka.
----
[1] Diriwayatkan oleh Abu Na’im dalam Shifah al-Mahdi. Lihat ‘Iqd ad-Durar hlm. 36.
Pepatah mengatakan “Time is Waktu”, hehe.. intinya bahwa waktu bisa berarti uang, bisa juga ilmu, bisa juga amal baik, semua tergantung dari para pemakai waktu tersebut. Untuk itulah kita perlu mengetahui bagaimana mengelola waktu, agar bisa mendapatkan hasil yang optimal dari waktu yang kita lalui ini. Secara yang namanya waktu itu benar-benar rajin, dia tidak pernah berhenti barang sedetik pun. Semua orang diseret oleh waktu, suka atau tidak suka.
Gadis yg cantik bahenol suatu hari bisa berubah menjadi nenek-nenek yang ompong, bawel, keriput & encoknya sering kambuh. Pria yang ganteng dan gagah, nantinya bisa pula menjadi engkong-engkong yg ngompol, peyot & pikun.
Apakah hidup hanya seperti itu ? Sekolah, kuliah, kerja, lalu tua, dan mati ?
Tidak juga, kalo dilihat lebih teliti… Ada orang yg hidupnya singkat tapi sangat bermakna, ada orang yg hidupnya sangat panjang tapi sia-sia. Nah, kalau anda ingin agar hidup tidak sia-sia, mungkin tips berikut ini akan bisa memberi masukan kepada anda… yaitu bagaimana cara menghitung waktu dengan benar !!
Ada 4 cara menghitung waktu.
1. Cara Penjumlahan
Kalau hari ini kita berumur 17 tahun, maka tahun depan umur kita akan bertambah 1 tahun menjadi 18 tahun. Ini adalah cara menghitung umur yg paling sederhana, paling sesuai bagi anak kecil.
(kalau anda masih menghitung umur dengan cara ini, anda masih anak-anak)
2. Cara Pengurangan
Setelah semakin sering kita ber-ulang tahun, akhirnya kita sadar bahwa setiap kali kita ulang tahun, sebenarnya umur kita bukannya bertambah, tapi berkurang ! Setiap kali ulang tahun maka sisa umur kita semakin sedikit, kita semakin dekat pada akhir hayat. Orang yg sudah menyadari bahwa sisa hidupnya makin hari makin sedikit adalah orang yg sudah Dewasa.
3. Cara Perkalian
Setelah sadar bahwa umur kita terus berkurang, maka kita harus tahu cara menghitung waktu yg ketiga yaitu bagaimana caranya melipatgandakan waktu yg kita miliki.
Misalnya saat kena macet dijalan, kita membaca buku. Ini adalah contoh bagaimana kita melipatgandakan waktu.
Prinsipnya adalah : dalam waktu yg sama, kita memperoleh lebih banyak.
Contoh lain adalah :
McDonald membuka cabang diseluruh dunia. Saat pemiliknya sedang tidur pun, masih ada cabangnya dibagian belahan dunia lain yg sedang menghasilkan uang. Coba kalau McDonald hanya punya satu cabang, berapa waktu yg dibutuhkan untuk mengumpulkan uang sebanyak yg dimilikinya sekarang ? Mungkin butuh ribuan tahun… Cara ketiga ini adalah cara yg dipakai oleh orang-orang yg paling pandai diseluruh dunia. Mereka memikirkan bagaimana agar dalam hidup yg singkat bisa melakukan produktifitas yg lebih besar, bisa memperoleh sebanyak mungkin. Kalau kita berhasil memahami cara menghitung waktu yang ketiga maka kita adalah orang Pandai ! Tapi kita belum bisa dikatakan sebagai orang yg Bijaksana bila belum mengerti cara menghitung waktu yg keempat.
4. Cara Pembagian
Setelah berhasil melipatgandakan waktu yg kita miliki dan mendapat begitu banyak hal dalam hidup kita, maka yg harus kita lakukan kemudian adalah : Membagikannya. Kalau kita mendapat banyak ilmu, sebarkan semua sebelum kita mati, kalau kita mendapat banyak harta, bagikan semua sebelum ajal menjemput. Seorang filsuf berkata, “orang yg mati dalam keadaan kaya adalah orang yg paling bodoh” Maksudnya, uang itu buat apa ? kan gak bisa dibawa mati bukan ? Memang sudah menjadi tugas kita untuk membagikan semua berkat yg pernah kita peroleh kepada orang lain.
Dengan memahami cara menghitung waktu yg keempat maka hidup kita menjadi bermakna. Maka kita tak akan menyesal kapanpun kita harus mati.
Resume
4 Cara Menghitung Waktu
1. Cara Penjumlahan (caranya anak Kecil)
2. Cara Pengurangan (cara orang Dewasa)
3. Cara Perkalian (cara orang Pandai)
4. Cara Pembagian (cara orang Bijaksana)
source: milis sebelah
Saya sedang menikmati makan malam di bawah bintang-bintang yang gemerlapan ketika tiba-tiba terlintas di pikiran saya sebuah kisah lama yang susah terlupakan. Kisah ini merupakan kejadian nyata dari cucu Mahatma Gandhi (Arun Gandhi). Inilah pengalaman beliau:
Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua disebuah lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika selatan. Mereka tinggal jauh di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tidak heran bila Arun dan dua saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, “Ayah tunggu kau disini jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama. “. Segera Arun menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.
Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu sudah hampir pukul 18:00.
Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun “Kenapa kau terlambat?”.
Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga dia menjawab “Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu”. Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.
Lalu Ayahnya berkata, “Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik- baik.”.
Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan bodoh yang Arun lakukan.
Sejak itu Arun tidak pernah akan berbohong lagi.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita diatas tentu berbeda-beda untuk tiap orang. Namun ada satu nilai moral yang membuat saya tersentak saat itu dan bertekad untuk melakukan hal yang sama. Inilah yang saya tangkap dari cerita diatas:
Jangan pernah menyalahkan orang lain atas apapun yang terjadi pada diri sendiri. Atas satu kesalahan yang dilakukan seseorang, boleh jadi terdapat banyak kontribusi kita sehingga dia melakukan hal tersebut. Maka introspeksi selalu lebih berarti daripada emosi.