Hilangnya Etika di Public Sphere

Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, ada beberapa hal yang sering di ucapkan oleh guru PPKn saya mengenai ciri-ciri masyarakat indonesia. Salah satunya adalah sifat santun sebagai salah satu ciri masyarakat Indonesia. Lalu setelah itu guru saya pun akan menjelaskan mengapa kesantunan bisa menjadi salah satu ciri dari bangsa Indonesia beserta contohnya.

Saat itu saya menganggap hal itu benar adanya. Karena selain merujuk pada realita di lingkungan sekitar saya, kesopanan dan kesantunan masih dijunjung tinggi. Menghina guru adalah tindakan yang tabu. Mencemooh kawan sendiri akan berakibat pada pengucilan, apalagi pada orang lain yang tidak kita kenal sebelumnya. Ada semacam barrier yang menghalangi kita untuk berperilaku di luar batas-batas sosial yang sudah ada.

But thanks to recent technology, hal-hal semacam itu yang dahulu dianggap melanggar norma dan etika yang berlaku, sekarang menjadi suatu hal yang lumrah. Psychological barrier yang sebelumnya menjadi dinding pembatas antara kita dengan orang yang tidak kita kenal sehingga mendorong kita untuk bersikap sopan, menjadi hilang ketika sudah berhadapan dengan dunia social networking seperti Facebook, Twitter, Plurk, Google Buzz. Dengan register sebuah account, kita sudah bisa menjadi siapa saja. Maka jangan heran ketika anak SMP berani menghina gurunya. Bahkan seorang siswa sekarang tidak segan-segan mengancam akan membunuh kepala sekolahnya melalui jaringan youtube. Saling menghina dan mengejek menjadi hal yang biasa saja. Tak perlu alasan yang jelas untuk menyudutkan seseorang. Hanya dibutuhkan sentimen pribadi dan sedikit waktu untuk berpikir hinaan mana yang kira-kira paling kasar.

Ketika kesopanan yang seharusnya kita terapkan sekalipun dalam dunia maya sudah terlanggar, maka sebagus apapun isi dan penyampaian akan dianggap sebagai angin lalu. Salah satu contoh yang paling membuat saya trenyuh adalah fenomena di kaskus. Memang saya mendapat banyak info berguna melalui forum tersebut. Akan tetapi dalam beberapa hal seperti perseteruan antara indonesia - malaysia, sedikit kritikan kepada rakyat indonesia akan disambut dengan ejekan. Penyebutan kata binatang dan kata-kata yang tidak pantas berulang-ulang diucapkan. Entah oleh orang yang sama dengan username yang berbeda, atau memang berbeda orang dalam setiap username, who knows. Bagaimana ketika yang mengkritik itu sesama orang Indonesia ? Jangan harap akan dibalas dengan santun, tidak dicap sebagai pengkhianat aja sudah termasuk keberuntungan. Untuk tulisan berbobot sekalipun, tetap saja di jadikan bahan ejekan, walau ejekan itu out of context dari isi artikel itu sendiri.

Setiap kali membaca kata cemoohan yang dilontarkan di forum ketika menanggapi artikel tertentu terutama yang berkaitan dengan indonesia, membuat saya tersenyum sendiri. Ternyata demokrasi yang selama ini kita agung-agungkan, tidak terwujud dalam pengaplikasian. Jika memang konsisten dalam demokrasi (bagi para pejuang demokrasi), seharusnya setiap kritikan diterima dengan lapang dada. Karena yang mengkritik sekalipun sama-sama mempunyai hak yang sama dalam demokrasi. Dan ini harus diterapkan sekalipun di Internet. Bukan karena tidak ada lagi psychological barrier lalu kita bisa menghina orang yang tidak sependapat dengan kita. Jika memang tidak setuju atas point-point yang disebutkan dalam artikel, beri argumen. Bisa jadi kita yang salah atau author yang salah. Atau bisa jadi dua-duanya salah. Dan kesalahan itu bisa diketahui ketika kedua belah pihak mengungkapkan apa yang menjadi dasar pemikirannya. Maka ketika hinaan, ancaman, cemoohan lebih diutamakan daripada beradu argumen secara sehat, tidak akan ada ilmu yang didapat. I'm sure of it.

Well, social networking bisa jadi peluang yang luar biasa untuk menjalin hubungan dengan orang lain, tapi tidak berarti nilai kesopanan akan kita tinggalkan begitu saja. Mengutip apa yang disampaikan oleh Alfito Deannova di artikelnya:

Manusia akan bisa begitu berbeda di dunia maya. Mereka yang sesungguhnya minderan, introvert, kikuk di dunia nyata, bisa begitu artikulatif, luwes dan supel dalam pergaulan di negeri cyber. Mereka yang tadinya tak punya keberanian menyampaikan protes, dapat meledak – ledak dan menjadi begitu militan dalam menyampaikan ide. Tentu selalu ada dampak positif dan negatifnya. Tetapi lagi – lagi akomodasinya atas aspirasi begitu besar. Anda yang tadinya tidak akan didengar jika berbicara di alam nyata, bahkan bisa menjadi ‘nabi baru’ yang mencerahkan buat para follower anda, sekalipun sesungguhnya anda adalah no one. Begitu berkhasiatnya wahana komunikasi baru ini, tak jarang bahkan membuat kita melakukan pengabaian atas komunikasi konvensional. Kita lebih asyik berbicara dalam senyap melalui internet, ketimbang beradu bunyi dengan orang – orang disekeliling kita.

Jika selama ini, media massa konvensional, tidak bisa menghadirkan ruang publik (public sphere) secara sempurna, maka media baru (internet salah satunya) menjamin itu. Ada semangat leberalisme yang begitu kuat, sekat – sekat kasta dan strata menjadi begitu cair dan lepas. Faktor – faktor ini menyebabkan dari situs jejaring sosial merupakan wahana yang mungkin dalam berbagai upaya pergerakan sosial pula. Apakah philanthropic sifatnya, sampai politik revolusioner.

2 comments:

  1. terkadang kita memang berkomentar tanpa memperhitungkan dampak dari komentar tersebut. sehingga tak jarang bisa menimbulkan konflik.

  1. agribisnis said...:

    Globalisasi yang melanda negara ini tidak dapat kita bendung. Kemajuan teknologi banyak memberi manfaat bagi kehidupan manusia. Khusus dampak negatif teknologi informasi dapat dicegah salah satunya peletakan fondasi dasar yang kuat dan mengakar berupa nilai-nilai agama dan etika moral pada diri anak.

Post a Comment

It is my pleasure to get your best respond through your comment

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists