Seperti blog - blog yang lainnya , blog ini juga merupakan 'curahan hati' dari penulis . dalam berbagai hal dan dalam berbagai aspek , penulis mencoba mengulasnya menjadi masalah yang dapat bermanfaat pada diri kita . kebanyakan masalah yang penulis angkat merupakan masalah urgent ,setidaknya dalam pandangan penulis, ataupun masalah yang lagi hangat di masyarakat . Jika berhubungan dengan masalah yang khusus , seperti politik , ekonomi , keislaman , dsb . penulis mencoba untuk memberikan data yang valid . kecuali jika dsitu tertulis bahwa tulisan merupakan pendapat pribadi penulis .
sekian sedikit penjelasan tentang blog ini . apabila dalam penulisan d temukan kesalahan kata atau sumber dan isi yang berbeda , penulis meminta untuk memberitahukannya . sehingga bs d tinjau ulang . akhir kata , , selamat menikmati . . ! !
sebagai tambahan , copy paste seluruh atau sebagian dari artikel saya merupakan hal yang diperbolehkan , selama mencantumkan link ke artikel yang bersangkutan .
oleh :
(alm) K.H. Rahmat 'Abdullah
Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam iaperlakukan Tuhannya.
Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa,tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang ALLAH berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan ALLAH atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri. Asshiddiq Abu Bakar Ra. Selalu gemetar saat dipuji orang. "Ya ALLAH, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidak
tahuan mereka", ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana,lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu
merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.
Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu? Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat ma'siat menggodamu dan engkau meni'matinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada ALLAH, dimana kau kubur dia?
Di luar sana rasa malu tak punya harga. Mereka jual diri secara terbuka lewat layar kaca, sampul majalah atau bahkan melalui penawaran langsung. Ini potret negerimu : 228.000 remaja mengidap putau. Dari 1.500 responden usia SMP & SMU, 25 % mengaku telah berzina dan hampir separohnya setuju remaja berhubungan seks di luar nikah asal jangan
dengan perkosaan.
Mungkin engkau mulai berfikir "Jamaklah, bila aku main mata dengan aktifis perempuan bila engkau laki-laki atau sebaliknya di celah-celah rapat atau berdialog dalam jarak sangat dekat atau bertelepon denganmenambah waktu yang tak kauperlukan sekedar melepas kejenuhan dengancanda jarak jauh" Betapa jamaknya 'dosa kecil' itu dalam hatimu. Kemana getarannya yang gelisah dan terluka dulu, saat "TV Thaghut" menyiarkan segala "kesombongan jahiliyah dan maksiat"? Saat engkau muntah melihat laki-laki (banci) berpakaian perempuan, karena kau sangat mendukung ustadzmu yang mengatakan "Jika ALLAH melaknat laki-laki berbusana perempuan dan perempuan berpakaian laki-laki, apa tertawa riang menonton
akting mereka tidak dilaknat?" Ataukah taqwa berlaku saat berkumpul bersama, lalu yang berteriak paling lantang "Ini tidak islami" berarti ia paling islami, sesudah itu urusan tinggallah antara engkau dengan dirimu, tak ada ALLAH disana?
Sekarang kau telah jadi kader hebat. Tidak lagi malu-malu tampil. Justeru engkau akan dihadang tantangan : sangat malu untuk menahan tanganmu dari jabatan tangan lembut lawan jenismu yang muda dan segar. Hati yang berbunga-bunga didepan ribuan massa. Semua gerak harus ditakar dan jadilah pertimbanganmu tergadai pada kesukaan atau kebencian orang,
walaupun harus mengorbankan nilai terbaik yang kau miliki.
Lupakah engkau, jika bidikanmu ke sasaran tembak meleset 1 milimeter, maka pada jarak 300 meter dia tidak melenceng 1 milimeter lagi? Begitu jauhnya inhiraf di kalangan awam, sedikit banyak karena para elitenya telah salah melangkah lebih dulu.
Siapa yang mau menghormati ummat yang "kiayi"nya membayar beberapa ratus ribu kepada seorang perempuan yang beberapa menit sebelumnya ia setubuhi di sebuah kamar hotel berbintang, lalu dengan enteng mengatakan "Itu maharku, ALLAH waliku dan malaikat itu saksiku" dan sesudah itu segalanya selesai, berlalu tanpa rasa bersalah?
Siapa yang akan memandang ummat yang da'inya berpose lekat dengan seorang perempuan muda artis penyanyi lalu mengatakan "Ini anakku, karena kedudukan guru dalam Islam adalah ayah, bahkan lebih dekat daripada ayah kandung dan ayah mertua?"
Akankah engkau juga menambah barisan kebingungan ummat lalu mendaftar diri sebagai 'alimullisan (alim di lidah)? Apa kau fikir sesudah semua kedangkalan ini kau masih aman dari kemungkinan jatuh ke lembah yang sama?
Apa beda seorang remaja yang menzinai teman sekolahnya dengan seorang alim yang merayu rekan perempuan dalam aktifitas da'wahnya? Akankah kau andalkan penghormatan masyarakat awam karena statusmu lalu kau serang maksiat mereka yang semakin tersudut oleh retorikamu yang menyihir? Bila demikian, koruptor macam apa engkau ini? Pernah kau lihat sepasang mami dan papi dengan anak remaja mereka. Tengoklah langkah mereka di mal. Betapa besar sumbangan mereka kepada modernisasi dengan banyak-banyak mengkonsumsi produk junk food, semata-mata karena nuansa "westernnya" .
Engkau akan menjadi faqih pendebat yang tangguh saat engkau tenggak minuman halal itu, dengan perasaan "lihatlah, betapa Amerikanya aku". Memang, soalnya bukan Amerika atau bukan Amerika, melainkan apakah engkau punya harga diri.
Materi yang q dapat dari salah satu milis . Begitu d baca , , langsung mengena di hati . apalagi pz hari guru . maka , , q persembahkan tulisan ini bagi para guru [baca : pahlawan] di indonesia .
Pahlawan. Sepenggal kosa kata yang menyimpan catatanmengesankan. Mengesankan. Karena tidak semua orang sanggup mengukirkehidupanny a menjadi sebuah karya monumental. Mengesankan. Karena memang tidaksemua orang dilahirkan dengan menyandang predikat seorang pahlawan. Dan yangsemakin membuat kita terkesan, pahlawan itu mencerahkan. Menggugah dan menunjukkanarah. Meski ia tidak hidup di tengah-tengah kita. Meski hanya buku danbiografinya saja yang kita baca. Namun pijar bara kepahlawanannya segera sajatertransfer dalam diri kita.
Tapi apa yang sebenarnya melatarbelakangi lahirnyas eorang pahlawan? Apa yang sejatinya memaksa seorang manusia merebut takdirkepahlawanann ya? Setidaknya ada tiga faktor yang dapat kita lontarkan untukmenjawab dua pertanyaan sebelumnya. Ketiga faktor itu adalah momentum,sensitivitas dan kapasitas diri.
Setiap pahlawan memiliki masanya sendiri-sendiri. Keharuman namanya memang tercium sepanjang zaman. Keelokan citranya memang tervisualisasisepan jang hayat peradaban. Tapi perhelatan perannya hanya terjadi pada satupotongan waktu. Itulah yang kita kenal dengan momentum kepahlawanan. Momentumitu bisa berupa ketertindasan bangsa oleh kaum penjajah. Ia dapat juga mewajahkejahiliyaha n umat akan ilmu pengetahuan, atau mengemuka dalam kejumudan massa yangmengharapkan dinamika perubahan.
Jika momentum adalah elemen eksternal, maka sensitivitasdan kapasitas diri merupakan elemen internalnya. Sensitivitas berarti kepekaanmembaca peta sosial kemasyarakatan. Tidak hanya melihat antrian sembako rakyatdengan emosi yang datar. Atau menyaksikan dalamnya keterpurukan umat tanpagetaran kepedulian. Tapi kecemburuan, kegelisahan dan keinginan menghadirkansolusi, itulah yang muncul dari sensitivitas kepahlawanan. Dan kapasitas diri adalahfaktor kunci terakhir sebelum pahlawan membuka pintu sejarah, untuk kemudianmenyambut kedatangan takdir kepahlawanannya. Karena permasalahan memerlukanjawaban sebagai penyelesaian. Karena permasalahan mensyaratkan kapasitas diri untukmenjinakkan keganasannya.
Sehingga ketika tiga faktor terpenting ini berkumpuldalam diri seseorang pada satu titik perjalanan hidupnya, maka takdirkepahlawanan akan segera berlari menghampirinya dan berkata : raihlah aku,sekarang atau tidak selamanya.
sebuah persembahan pada calon guru pada masa yang akan datang . tidak akan bisa maju bangsa ini jika guru belum bertindak seperti layaknya seorang pahlawan . semoga akan ada guru - guru berkualitas yg dapat memberikan arti pahlawan tanpa tanda jasa yang sebenarnya pada predikat guru .
Ada 5 buah rumah yang masing2 memiliki warna berbeda. Setiap rumah dihuni satu orang pria dgn kebangsaan yang berbeda2. Setiap penghuni menyukai satu jenis minuman tertentu, merokok satu merek tertentu dan memelihara satu jenis hewan tertentu. Tidak ada satupun dari kelima orang tersebut yang minum minuman yang sama, merokok merek rokok yang sama dan memelihara hewan yang sama seperti penghuni yang lain.
PERTANYAANNYA : SIAPAKAH YANG MEMELIHARA IKAN ?
Petunjuk :
- Orang Inggris tinggal dirumah yang berwarna merah.
- Orang Swedia memelihara Anjing.
- Orang Denmark senang minum teh.
- Rumah berwarna hijau terletak tepat disebelah kiri rumah berwarna putih.
- Penghuni rumah berwarna hijau senang minum kopi.
- Orang yang merokok Pall Mall memelihara burung.
- Penghuni rumah yang ditengah2 senang minum susu.
- Penghuni rumah berwarna kuning merokok Dunhill.
- Orang Norwegia tinggal dirumah paling pertama.
- Orang yg merokok Marlboro tinggal disebelah orang yg memelihara kucing.
- Orang yang memelihara kuda tinggal disebelah orang yang merokok Dunhill.
- Orang yang merokok Winfield senang minum bir.
- Disebelah rumah berwarna biru tinggal orang norwegia.
- Orang Jerman merokok Rothmans.
- Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yang minum air.
Einstein menyusun teka-teki ini pada abad yang lalu. Dia menyatakan 98 % penduduk didunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini.Apakah anda termasuk yang 2 % ?
Selamat mencoba !!!
Menanggapi komentar yg d ajukan pada posting saya sebelumnya , maka saya memutuskan menanyakan kepada ustadz saya mengenai hal tersebut . Berikut pertanyaan dan jawaban beliau .
Pertanyaan :
"Assalamualaikum akh...
islam kan berarti dien(sistem) padahal sekarang kan yang dipakai bukan sistem dan syariat islam truz bagaimana dunk??
sekarang ini kan banyak aliran2 yg yg ktnya b'tujuan untk menegakkan syariat islam tp bnyk jg yg dibilang sesat, gmn cara membedakan yg benar???"
Jawaban :
ADA SEBUAH ULASAN MENARIK YANG BISA SAYA KUTIPKAN, DARI BUKU PROF. NAQUIB AL ATTAS, PROLEGOMENA TO THE METAPHYSICS OF ISLAM, TENTANG "DIEN" INI ....
SIAP-SIAP, KARENA INI CUKUP PANJANG. SELAMAT BELAJAR!!
wassalam.
Kata dīn yang diturunkan dari akar bahasa Arab DYN memiliki banyak penanda dasar yang meskipun terlihat berlawanan satu sama lain, namun secara konseptual saling berhubungan, sehingga makna pokok yang diturunkan semuanya menampilkan diri sebagai kesatuan yang jelas akan keseluruhan. Dengan ‘keseluruhan’ saya memaksudkan apa yang digambarkan sebagai Agama Islām, yang terkandung di dalam dirinya semua makna mungkin yang relevan dan inheren dalam konsep dīn. Karena kita berurusan dengan konsep Islām yang diterjemahkan ke dalam realitas aktual secara intim dan mendalam dihidupi dalam pengalaman manusia, kemunculan pertentangan pada makna dasarnya tentu saja tidak terkait dengan kekaburan; melainkan berkaitan dengan pertentangan yang inheren dalam sifat-dasar manusia itu sendiri, yang direfleksikan secara setia. Dan kekuatan mereka untuk merefleksikan sifat-dasar manusia secara setia adalah demonstrasi yang jelas itu sendiri akan kejernihan, ketelitian, dan otentisitas dalam mengandung kebenaran.[1]
Penanda dīn, menurutnya, dapat dipadatkan menjadi empat makna utama yaitu, (1) keberhutangan; (2) ketundukan; (3) kekuatan hukum; (4) kehendak hati atau kecenderungan alamiah. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa kata kerja dana yang diturunkan dari dīn mengandung makna sedang berhutang, termasuk pelbagai makna lain yang berhubungan dengan hutang, beberapa dari mereka berlawanan. Dalam kondisi dimana seseorang menemukan dirinya sedang berhutang, itu untuk mengatakan, seorang da’in menyertainya bahwa seseorang memerintah dirinya sendiri, dalam pengertian hasil dan mematuhi, pada hukum dan peraturan pengaturan hutang, dan juga, dengan cara, kepada kreditor, yang juga sama ditunjuk sebagai da’in[2]. Ada juga yang terkandung dalam situasi yang digambarkan tersebut fakta bahwa seseorang yang berhutang ada di bawah kewajiban, atau dayn. Ada dalam hutang dan di bawah kewajiban secara alamiah melibatkan pengadilan: daynunnah, dan kesaksian: idanah, sebagaimana kasus tersebut. Semua penanda di atas termasuk lawan mereka yang inheren dalam dana hanya mungkin dipraktekkan dalam masyarakat terorganisir yang terlibat dalam kehidupan niaga di kota dan kota besar, yang ditunjuk dengan mudun atau mada’in. Sebuah kota atau kota besar, madīnah, memiliki hakim, pengatur, atau pengelola, seorang dayyan. Jadi sudah ada di sini dalam pelbagai penggunaan hanya dari kata kerja dana, kita melihat hadir di depan mata pikiran kita sebuah gambar kehidupan yang beradab; akan kehidupan sosial akan hukum, tatanan, keadilan, dan otoritas[3]. Hal tersebut, secara konseptual setidaknya, terhubung secara intim dengan kata kerja lain maddana[4] yang berarti: membangun atau mendirikan kota: beradab, memperbaiki dan memanusiakan; darinya diturunkan istilah lain: tamadun, bermakna peradaban dan perbaikan kebudayaan sosial. Dengan demikian kita menurunkan dari penanda dasar pada kondisi berhutang penanda lain yang berhubungan, yang lain seperti: menghina diri sendiri; melayani (seorang tuan), menjadi diperbudak; dan dari penanda seperti hakim, pengatur, pemerintah terdapat tanda yang diturunkan makna yang menandakan menjadi perkasa, berkuasa dan kuat; seorang tuan, seseorang diangkat dalam tingkatan, dan jaya; masih lebih lanjut, makna: keputusan, perhitungan atau imbalan (pada beberapa waktu yang dijanjikan). Kini inti gagasan tentang hukum, keteraturan, keadilan, otoritas, dan perbaikan sosial kultural yang inheren dalam semua penanda yang diturunkan dari konsep dīn tentu harus mengandaikan keberadaan sebuah modus atau cara bertindak yang konsisten dengan apa yang direfleksikan dalam hukum, keteraturan, keadilan, otoritas dan perbaikan sosial kultural, sebuah modus atau cara bertindak, atau kondisi sesuatu yang dianggap sebagai normal dalam hubungan dengan mereka; sehingga kondisi sesuatu ini adalah sebuah kondisi yang biasa atau terbiasa. Dari sini, kemudian, kita dapat lihat logika dibalik turunan dari penanda dasar lain dari konsep dīn sebagai adat, kebiasaan, karakter atau kecenderungan alamiah. Pada tahap partikular ini semakin bertambah jelas bahwa konsep dīn dalam bentuk paling dasar sungguh merefleksikan kesaksian yang benar akan kecenderungan alamiah manusia untuk membentuk masyarakat, mematuhi hukum, dan mencari pemerintah yang adil. Gagasan sebuah kerajaan, sebuah kosmopolis, yang inheren dalam konsep dīn yang muncul di hadapan pandangan kita adalah yang paling penting dalam membantu kita mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentangnya.
Dalam bab 1, Al-Attas kemudian juga mengelaborasi tentang bagaimana seseorang secara alamiah akhirnya menyadari bahwa ia sedang berhutang kepada Tuhan. Hutang tersebut termasuk juga dirinya atau eksistensinya. Hutang tersebut dikembalikan kepada Tuhan dengan dirinya sebagai alat bayar hutang itu sendiri. Manusia yang membayar hutang tersebut akan menjadikan dirinya sebagai pelayan Tuhan. Terdapat dua penanda yang menunjuk kepada makna pelayan Tuhan yaitu khadim dan ‘abid. Penanda pertama menunjuk kepada makna bahwa pelayanan seseorang kepada Tuhan merupakan suatu hal yang beranjak dari keinginan dirinya sendiri. Khadim merupakan pihak yang tidak terikat dengan pihak yang dilayani. Dari sini kita langsung menuju penanda kedua yaitu, ‘abid yang bermakna bahwa seseorang yang menjadi pelayan bersifat terikat dengan yang dilayani. Sehingga seorang pelayan melayani dengan bentuk yang sesuai dengan permintaan yang dilayani. Meskipun dua penanda tersebut nampak berlawanan, sebenarnya tidak demikian. Kedua penanda tersebut sebenarnya menunjuk kepada aspek bahwa manusia memiliki pilihan (ikhtiyār) untuk melayani Tuhan dan saat dia sudah memilih maka ia melayani Tuhan sesuai dengan apa yang disampaikan Tuhan. Dari sini juga, Al-Attas mengatakan bahwa ‘abid lebih tepat dalam menunjuk pelayan Tuhan, yang pelayanannya disebut ‘ibadāt.
Saat manusia melayani Tuhan, maka pelayanannya tersebut berbuah kebaikan, seperti bumi yang mati kemudian ditimpa hujan yang berulang-ulang dan menumbuhkan pelbagai tumbuhan di atasnya. Pengembalian hutang atau pelayanannya pun kemudian dibalas dengan berlipat ganda. Dalam pelayanannya, sebenarnya manusia – yang ditunjuk sebagai ‘abid – juga sedang memenuhi tujuan penciptaannya, sebagaimana disampaikan dalam Qur’an:
‘Aku hanya menciptakan jin dan manusia supaya mereka menyembah-Ku’ (ya’buduni).[5]
Maka menjadi masuk akal jika pelayanan yang dilakukan oleh manusia dirasakan oleh manusia sendiri sebagai sesuatu yang alamiah. Kealamiahan ini akhirnya beririsan dengan apa yang dikenal sebagai fţtrah. Bahkan dīn juga bermakna fitrah[6]. Fitrah adalah pola yang berdasarkannya Tuhan telah menciptakan segala sesuatu. Hal tersebut adalah cara penciptaan oleh Tuhan, sunnat Allah, dan segalanya cocok satu sama lain ke dalam pola yang diciptakan untuknya dan diletakkan dalam tempatnya yang tepat. Itu adalah hukum Tuhan. Ketundukan kepadanya membawa kondisi harmonis, karena itu bermakna perwujudan apa yang inheren dalam sifat-dasar sejati seseorang; berlawanan dengannya membawa ketidakharmonisan, karena itu bermakna sebagai perwujudan apa yang ditambahkan terhadap sifat-dasar seseorang yang benar. Fiţrah adalah cosmos sebagaimana dilawankan dengan chaos; keadilan sebagaimana dilawankan dengan ketidakadilan. Ketika Tuhan berkata: “Bukankah Aku Rabbmu?”, dan diri sejati manusia, bersaksi pada dirinya, menjawab: “Ya!” dalam pengakuan kebenaran akan kekuasaan Tuhan, telah menyegel sebuah perjanjian dengan Tuhan. Jadi ketika manusia diwujudkan sebagai manusia dalam kehidupan dunia ini dia akan, jika dibimbing dengan benar, mengingat perjanjiannya dan bertindak sesuai seperti apa yang disampaikan di atas, sehingga penyembahannya tersebut, tindakan kesalehan, hidup dan matinya dihidupi hanya karena Tuhan. Satu makna dari fiţrah sebagai dīn menunjuk kepada realisasi perjanjian oleh manusia[7]. Ketundukan dalam pengertian yang digambarkan di atas bermakna ketundukan sukarela dan sadar, dan ketundukan ini tidak menyertakan kehilangan ‘kebebasan’ untuknya, karena kebebasan dalam faktanya bermakna bertindak sebagaimana tuntutan sifat-dasar sejatinya. Manusia yang tunduk pada Tuhan dalam jalan ini adalah menghidupi dīn ini.
Dari sini pula, Al-Attas menegaskan pandangannya bahwa hanya ada satu agama, sedangkan yang lainnya hanya merupakan keagamaan. Sebab, hanya Islamlah yang dilekatkan dengan dīn secara sejati sedangkan ketika dīn digunakan untuk agama lain, sebenarnya hanya dilekatkan secara metaforis.
Hal ini secara gamblang dikatakannya bahwa ketundukan menunjuk kepada kesadaran dan ketundukan sukarela, karena tanpa kesadaran dan keinginan maka ketundukan tidak dapat bermakna ketundukan sejati. Konsep ketundukan mungkin umum pada semua agama, seperti kepercayaan-kuat (faith) atau kepercayaan-lemah (belief) adalah inti semua agama, tetapi kita mempertahankan bahwa tidak semua agama menetapkan ketundukan sejati. Bukanlah ketundukan jika bermakna jenis yang sesaat atau tak menentu, karena ketundukan sejati adalah tindakan berkelanjutan yang dihidupi sepanjang masa kehidupan etis seseorang; maupun jenis yang hanya beroperasi di alam hati tanpa diwujudkan secara lahiriah dalam tindakan tubuh sebagaimana perbuatan ditampilkan dalam kepatuhan pada hukum Tuhan. Ketundukan pada keinginan Tuhan bermakna juga kepatuhan pada hukum-Nya. Kata yang menandakan pengertian ketundukan ini adalah aslama, sebagai bukti dalam Qur’an Suci ketika Tuhan berkata:
‘Siapa yang dapat lebih baik dalam agama (dīn) daripada seseorang yang menundukkan (aslama) wajahnya (cth.. seluruh dirinya) pada Tuhan...?’[8]
Dīn yang ditunjuk tidak lain adalah Islām. Terdapat, tidak diragukan, bentuk-bentuk lain dari dīn, tetapi salah satu yang menetapkan ketundukan (istislām) total hanya pada Tuhan adalah yang terbaik, dan yang satu ini merupakan satu-satunya dīn yang diterima Tuhan, sebagaimana Dia berkata dalam Qur’an Suci:
‘Jika siapapun menghendaki sebuah agama (dīn) yang lain dari Islām (al-Islām), tidak pernah akan diterima darinya...”[9]
dan lagi:
‘Sesungguhnya Agama (al-dīn) di sisi Tuhan adalah Islām (al-Islām)’[10]
Menurut Qur’an Suci, manusia tidak dapat kabur dari kondisi menghidupi dīn karena segalanya tunduk (aslama) pada kehendak Tuhan. Karenanya istilah dīn juga digunakan, sekalipun hanya secara metaforis, untuk menunjuk agama-agama selain Islām. Namun, apa yang membuat Islām berbeda dengan agama lain adalah bahwa ketundukan menurut Islām adalah ketundukan yang tulus dan total pada kehendak Tuhan, dan ini ditetapkan secara sukarela sebagai kepatuhan absolut pada hukum yang diwahyukan-Nya. Gagasan ini secara tersirat diungkapkan dalam Qur’an Suci, sebagai contoh, dalam bagian berikut:
‘Apakah mereka mencari yang lain daripada agama (dīn) Tuhan? Padahal semua makhluk di langit dan bumi telah, secara sukarela atau terpaksa, tunduk (aslama) pada kehendak-Nya, dan kepada-Nyalah mereka semua dikembalikan.’[11]
Bentuk dimana ketundukan ditetapkan atau diungkapkan adalah bentuk dīn, dan di sinilah keanekaragaman muncul antara satu dīn dengan yang lain[12]. Bentuk ini, yang merupakan cara institusi kepercayaan-kuat dan kepercayaan-lemah, cara ungkapan hukum, cara sikap dan perilaku keagamaan, etis, dan moral – cara yang dengannya ketundukan pada Tuhan ditetapkan dalam hidup kita, diungkapkan dengan konsep millah. Islām mengikuti millah Nabi Ibrahim (Abraham), yang juga merupakan millah Nabi-Nabi lain setelahnya (semoga kedamaian atasnya!). Millah mereka secara keseluruhan dipertimbangkan sebagai bentuk agama yang benar dīn al-qayyim, sebab dari semua milal yang lain, hanya millah mereka yang cenderung secara sempurna, hanifan, menuju Agama yang benar (al-Islām). Jadi mereka mendahului Islām dalam kepercayaan-kuat, kepercayaan-lemah, hukum, dan praktek keagamaan dan karenanya juga disebut muslim, meskipun Agama Islām seperti sekarang ini mencapai kristalisasi sempurna hanya dalam bentuk yang dieksternalisasikan oleh Nabi Suci. Agama lain mengembangkan sistem atau bentuk ketundukan berdasarkan tradisi kultural mereka yang tidak serta merta diturunkan dari millah Nabi Ibrahim dan namun beberapa yang lain, seperti agama ahlu’l-kitab – Orang-Orang Berbuku (People of the Book) – yang telah mengembangkan campuran tradisi kultural mereka sendiri dengan tradisi yang berdasarkan Wahyu. Adalah untuk pelbagai sistem atau bentuk ketundukan ini yang, untuk kondisi pada tulisan yang baru dikutip, ditunjuk sebagai jenis ketundukan yang ”terpaksa”[13].
Kembali pada pelayanan yang dilakukan oleh manusia, maka jiwa pelayan yang telah memenuhi perjanjian dengan Rabbnya dengan pengakuan yang berkelanjutan, dan karena tidak ada yang kenal lebih baik tentang Rabbnya daripada pelayan-Nya yang sejati dan setia, yang dengan pelayanan seperti itu mendapatkan keintiman dengan Rabb dan Pemiliknya, maka ‘ibādah bermakna, pada akhirnya, pada tahap lanjut, sebagai pengetahuan: ma’rifah[14].
Pandangannya tentang agama sebenarnya juga berputar atau berpusat pada Perjanjian Manusia di alam arwah, yang terungkap dalam Qur’an surat Al-‘Araf ayat 172. Pada bab ini juga Al-Attas mengemukakan pandangannya tentang pengetahuan. Ia mengatakan bahwa pengetahuan, sebagaimana kita pahami, ada dua jenis: yang diberikan oleh Tuhan pada manusia; dan yang dicapai manusia dari usahanya sendiri atau penelusuran rasional berdasarkan pengalaman dan observasi. Jenis pertama hanya dapat diterima manusia melalui tindakan penyembahan dan ketaatan, tindakan dalam pelayanan pada Tuhan (‘ibadat) yang, tergantung pada rahmat Tuhan dan kekuatan dan kapasitas laten spiritualnya yang diciptakan Tuhan untuk menerimanya, manusia tersebut menerima dengan pandangan langsung atau perasaan spiritual (dhawq) dan terbukanya selubung pada visi spiritualnya (kashf). Pengetahuan (ma’rifah) ini menyentuh pada diri atau jiwanya, dan pengetahuan tersebut – seperti sudah kita sentuh pada penjelasan kita tentang hubungan analogis yang diperoleh antara makrokosmos dan mikrokosmos – memberikan pandangan mendalam pada pengenalan akan Tuhan, dan karena alasan tersebut, adalah pengetahuan tertinggi. Karena pengetahuan tersebut secara pokok tergantung rahmat Tuhan dan membutuhkan perbuatan dan kerja pelayanan pada Tuhan sebagai persyaratan akan kemungkinan pencapaiannya, itu menyertakan bahwa pengetahuan tentang prasyarat menjadi diperlukan, dan ini termasuk pengetahuan yang esensial dari Islām (arkan al-islām dan arkan-al-iman), makna, tujuan mereka, pemahaman yang benar, dan implementasi dalam kehidupan sehari-hari: setiap muslim harus memiliki pengetahuan tentang prasyarat tersebut, harus memahami dasar esensial dari Islām dan Keesaan Tuhan (tawhid), dan mempraktekkan pengetahuan (al-’ilm) dalam perbuatan dan kerja pelayanan pada Tuhan sehingga setiap manusia Islām sudah siap pada tahap awal pengetahuan pertama tersebut; dia siap pada Jalan Lurus (sirat al-mustaqin) menuju Tuhan. Kemajuan lebih lanjutnya pada jalan peziarah tergantung pada perbuatan dan ketulusan tujuannya, sehingga ada beberapa melayani Tuhan seperti mereka melihat-Nya; dan kemajuan perjalanan pada cara yang terdahulu dari yang kemudian adalah apa yang membentuk kebajikan tertinggi (ihsan). Pengetahuan (‘ilm) jenis kedua dicapai melalui rasio, pengalaman dan observasi; pengetahuan itu bersifat diskursif dan deduktif dan menunjuk pada nilai pragmatis dari objek. Sebagai sebuah ilustrasi dari pemilahan antara dua jenis pengetahuan itu kita dapat mengandaikan seorang manusia dan tetangganya yang baru pindah ke lingkungannya. Pada awalnya dia mengetahui tetangganya yang baru hanya dengan perkenalan; dia mungkin tahu tampilan umum yang lain dan mampu mengenalinya ketika bertemu di jalan; dia mungkin mengetahui namanya, status perkawinan, jumlah anaknya dan banyak rincian informasi lain yang dia dapat dengan observasi. Kemudian dia mungkin, melalui penelusuran dari orang lain yang dia tahu dan investigasi pribadi, mengetahui pekerjaan tetangganya dan tempat kerja dan pertemuannya, dan dia bahkan mungkin mengetahui, melalui investigasi yang hati-hati lebih lanjut, berapa penghasilannya. Dia mungkin terus melanjutkan investigasi dengan cara ini tanpa kontak langsung dengan tetangganya dan menambah data lain tentangnya, namun pengetahuan akannya akan tetap pada tingkatan pengenalan dan bukan keintiman; karena tidak masalah berapa banyak rincian yang mungkin dia tambahkan akan pengetahuan tentang tetangganya yang sedemikian diperoleh, akan ada lebih banyak rincian pribadi yang penting yang dia tidak akan pernah dapat tahu, seperti tentang cinta, takut, harapan, kepercayaan, pemikirannya tentang hidup dan mati, pemikiran dan perasaan rahasianya, kualitas-kualitas baik dan rincian lain seperti disebutkan. Kini mari kita andaikan bahwa dia memutuskan untuk mengenali orang tersebut secara langsung dan memperkenalkan diri padanya; dia sering mengunjungi, makan dan minum dan berolahraga dengannya. Kemudian setelah sekian tahun persahabatan yang terpercaya, pertemanan yang tulus, dan kesetiaan dia mungkin menerima secara kebetulan penyampaian secara langsung dari temannya banyak rincian personal, pemikiran dan perasaan rahasia yang kini dalam kilatan yang disampaikan dengan cara yang mungkin tidak akan dapat dicapai seumur hidup dari investigasi, observasi, dan penelitian. Bahkan pengetahuan ini, yang diberikan sebagai hasil dari keintiman tidak pernah lengkap, karena kita tahu bahwa tidak masalah seberapa dekat hubungan yang intim antara seseorang dan temannya – atau teman, atau istri dan anak, atau orang tua, atau kekasih – akan selalu ada baginya penutup atau misteri yang membungkus seseorang yang ingin kita ketahui seperti rangkaian ukiran bola gadīng Cina di dalam ukiran, yang hanya dapat terbuka baginya dengan penyampaian secara langsung dari orang lain. Dan orang lain akan tahu dengan merenungkan diri dan sifat-dasar tidak terbatas akan dirinya yang selalu berkelit dari pencarian kognitifnya, sehingga bahkan dia sendiri tidak mampu menyampaikan kecuali hanya yang dia ketahui. Setiap orang seperti pulau yang diletakkan dalam lautan yang tak terduga dengan kegelapan, dan kesepian yang dia tahu begitu absolut sebab bahkan dia sendiri tidak tahu dirinya secara lengkap. Dari ilustrasi ini kita dapat menurunkan kondisi dasar yang pasti secara analogis dengan pengetahuan jenis pertama. Pertama, hasrat seseorang yang memberikan pengetahuan tentang dirinya untuk diketahui. Kedua, pemberian pengetahuan seperti itu menyentuh pada tingkatan yang sama dalam wujud, dan ini adalah sebab komunikasi gagasan dan perasaan menjadi mungkin dan dapat dipahami. Ketiga, izin untuk mendekat dan mengetahuinya, seseorang yang mencari tahu harus tinggal dengan aturan kepantasan dan kode perilaku dan sikap yang diterima oleh seseorang yang berhasrat untuk diketahui. Keempat, pemberian pengetahuan tentang dirinya berdasarkan kepercayaan setelah periode yang dipertimbangkan sebagai ujian ketulusan, kesetiaan, ketaatan orang lain, dan kapasitas untuk menerima – sebuah periode yang membentuk ikatan yang pasti dari keintiman antara berdua.
[1] Ibid. Hlm. 41-42.
[2] Da’in menunjuk sebagai penghutang sebagaimana juga sebagai pemberi hutang, dan penampakan makna yang berlawanan ini hanya dapat diselesaikan jika kita memindahkan kedua makna tersebut sebagai menunjuk kepada dua sifat-dasar manusia yaitu, jiwa rasional dan jiwa hewani atau jasmani. Lihat di bawah hlm. 57-60.
[3] Saya pikir sangat penting untuk melihat keintiman dan kedalaman hubungan yang penting antara konsep dīn dan madīnah yang diturunkan darinya, dan peran mukmin secara individual dalam hubungan terhadap yang sebelumnya dan secara kolektif dengan yang kemudian. Relevansi yang harus diingat dalam pentingnya perubahan nama kota yang pernah dikenal sebagai Yathrib menjadi al-madīnah: Kota – atau lebih tepat, madīnatu’l-Nabiy: Kota Nabi – yang muncul segera setelah Nabi Suci (semoga Tuhan memberkahi dan memberinya kedamaian!) menjalani Perjalanan historis (hijrah) dan tinggal di sana. Komunitas pertama Mukmin telah dibentuk di sana saat itu, dan Perjalanan itulah yang menandai Era Baru dalam sejarah manusia. Kita harus melihat fakta bahwa al-madīnah disebut dan dīnamakan demikian sebab di sanalah dīn yang benar menjadi terwujud untuk manusia. Terdapat mukmin yang memperbudak dirinya di bawah otoritas dan hukum Nabi Suci, dayyan-nya; terdapat realisasi berhutang kepada Tuhan yang mengambil bentuk yang jelas, dan dibuktikan dalam cara dan metode pembayarannya mulai dibentangkan. Kota Nabi menandakan tempat dimana dīn yang benar ditetapkan di bawah otoritas dan hukumnya. Kita dapat lebih lanjut melihat bahwa Kota tersebut menjadi, untuk Komunitas, lambang tatanan sosio-politis Islām; dan untuk mukmin individual menjadi, dengan analogi, lambang jasad dan fisik mukmin dimana jiwa rasional, dalam peniruan akannya mereka yang mudah-mudahan Tuhan memberkahi dan memberi kedamaian!, menunjukkan otoritas dan pemerintahan yang adil. Untuk interpretasi relevan lebih lanjut, lihat di bawah, hlm. 43-52; 53-59; 60-68;72-74; 75-80; 83-84.
[4] Lisan al-‘Arab, vol. 13: 402, kol. 2-403, kol. 1.
[5] Al-Dhariyat (51): 56.
[6] LA, vol. 5:58, kol. 1 & 2; lihat juga Al-Rum (30): 30.
[7] LA, vol. 5: 56, kol. 2, 57, kol. 1.
[8] Al-Nisa’ (4): 125.
[9] Ali ‘Imran (3): 85.
[10] Ali ‘Imran (3): 19.
[11] Ali ‘Imran (3): 83.
[12] Hal ini tentu tidak menyiratkan bahwa keanekaragaman antara agama-agama hanya soal bentuk, karena perbedaan dalam bentuk tentu saja menyiratkan perbedaan dalam konsep Tuhan, Esensi, Nama-Nama, Sifat-Sifat, dan Tindakan-Nya – sebuah perbedaan dalam konsepsi yang diungkapkan dalam Islām sebagai tawhid: Keesaan Tuhan.
[13] Dalam sebuah pengertian, kata-kata Tuhan dalam Qur’an Suci: ‘Biarkan tidak ada ada paksaan dalam agama’ (Al-Baqarah (2): 256) – menguatkan apa yang telah dijelaskan di atas bahwa dalam agama yang benar harus tidak terdapat paksaan: bukan hanya dalam pengertian bahwa, dalam tindakan penaklukan pada agama dan tunduk padanya, seseorang harus tidak memaksa yang lain untuk tunduk; tetapi dalam pengertian bahwa bahkan dengan diri sendiri, seseorang harus memaksa dan menundukkan diri sepenuh hati dan sukarela, dan mencintai dan menikmati ketundukan. Ketundukan yang terpaksa memperlihatkan kesombongan, ketidakpatuhan dan pembangkangan, dan adalah serupa dengan salah-percaya (misbelief), yang merupakan salah satu bentuk dari tidak-percaya (kufr). Adalah salah untuk berpikir percaya pada Tuhan yang Satu sendiri adalah cukup dalam agama yang benar, dan bahwa kepercayaan-lemah seperti itu menjamin keamanan dan keselamatan. Iblis (syaitan), yang percaya pada Satu Tuhan Yang Benar dan mengetahui dan mengakui-Nya sebagai Pencipta, Pengasih, Pemelihara, rabbnya, meskipun demikian seorang yang salah-percaya (kafir). Meskipun Iblis tunduk pada Tuhan, namun dia tunduk dengan kurang ajar dan enggan, dan kufrnya berkaitan dengan kesombongan, ketidakpatuhan dan pembangkangan. Dia adalah contoh buruk yang terkenal dari ketundukan yang terpaksa. Maka, ketundukan yang terpaksa bukan tanda kepercayaan yang benar, dan seorang kafir oleh karena itu menjadi seseorang yang, meskipun percaya pada Satu Tuhan, tidak tunduk dalam ketundukan sejati, melainkan lebih tunduk dalam jalannya sendiri yang keras kepala – sebuah jalan, atau cara, atau bentuk yang tidak diterima ataupun diwahyukan atau diperintahkan Tuhan. Ketundukan sejati adalah apa yang telah sempurna oleh Nabi Suci sebagai model bagi manusia, karena itu adalah cara ketundukan seluruh Nabi dan Rasul sebelumnya, dan bentuknya diterima, diwahyukan, dan diperintahkan Tuhan. Jadi, inti agama yang benar, maka, bukan kepercayaan-lemah, tetapi melainkan, lebih mendasar, ketundukan; karena ketundukan membuktikan dan mengakui kepercayaan-lemah sebagai benar dan sejati.
[14] Kita tidak menyiratkan di sini bahwa ketika ’ibadah menjadi diidentifikasi dengan ma’rifah, yang terdahulu disebutkan sebagai kerja pelayanan (‘amal) termasuk sholat (salat) – cth. yang ditentukan (fard), praktek yang jalankan Nabi (sunnah), tambahan utama (nawafil) –tidak lagi wajib bagi seseorang yang memperoleh yang kemudian, atau sholat seseorang hanya bermakna kontemplasi intelektual, seperti beberapa pemikiran filsuf. Ma’rifah sebagai ‘pengetahuan’ adalah kognisi yang benar (‘ilm) dan perasaan yang benar atau suasana hati spiritual (hal); dan yang disebutkan di awal, yang menandai tahap terakhir ‘tempat-perhubungan’ spiritual (maqamat), mendahului yang kemudian disebut, yang menandai awal ‘kondisi’ spiritual (ahwal). Jadi ma’rifah menandai posisi-perpindahan spiritual antara tempat perhubungan dan kondisi spiritual. Hal seperti itu, dan karena itu adalah pengetahuan yang datang dari Tuhan pada hati (qalb) dan tergantung seluruhnya pada-Nya, adalah tidak serta merta merupakan kondisi permanen kecuali secara berkelanjutan diamankan dan dibentengi dengan ‘ibadah. Dia yang berpandangan tajam mengetahui bahwa adalah absurd dalam kasus seseorang yang menerima pengetahuan dari Tuhan tentang Tuhan (cth. ‘arif) untuk mengubah ‘ibadahnya menjadi sekedar kontemplasi, karena ‘arif sangat sadar akan fakta bahwa menjadi satu setidaknya separuhnya berkaitan dengan ‘ibadah yang merupakan alat mendekati Rabbnya.
Amrozi cs tidak bisa dibendung lagi menjadi idola baru, Heboh foto alm. imam Samudra yang tersenyum manis, membuat situs Arrahmah.com tidak bisa diakses karena server mereka jebol. suka tidak suka fenomena ini tidak mungkin dirampas dan dibungkam dari para fans nya.
Buat pihak-pihak yang berseberangan, daripada mengumpat tidak karu-karuan lebih baik melihatnya dengan jernih, lebih bagus lagi pihak - pihak yang meragukan foto almarhum Imam Samudera itu, membuat second opinion misalnya menampilkan foto lainnya yang bisa diminta dari para jurnalis yang ada di lokasi pemakaman ketika ketiganya dikuburkan.
Yang pasti di video yang saya ambil sendiri, para juru foto dari berbagai media dengan mudahnya bisa mengambil gambar saat jenazah di letakkan dalam liang lahat dan ikatan kepala dibuka. Tidak tampak wajahnya, hanya wangi saja yang tercium..harum sekali seperti yang saya kisahkan di artikel sebelumnya.
Apakah saya akan dikecam sebagai pihak yang menggiring opini massa, walah..please ah, jangan gitu donk. Saran saya, salahkan saja pemerintah...! Kenapa sih, harus memberikan kado spesial kepada Obama, dengan cara mempercepat kematian Amrozi Cs ini. Kenapa pemerintah lebih patuh dengan kepentingan asing, ketimbang kepentingan bangsanya sendiri? kenapa senangnya mengadu domba rakyatnya?
Tahukah gak sih, dengan dipercepatnya eksekusi mati maka tujuan Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra, tercapai yaitu :1. Menunjukkan kepada dunia, bahwa mereka tidak bersalah makanya mereka berani menantang hukuman mati itu, "Dunia telah memvonis kami, tapi kami akan mengadili para regu tembak dengan "mata" kami". Berita resmi meliris, mereka ditembak mati tanpa penutup mata. Jelas pemerintah atau siapapun yang menghakimi mereka "sudah kalah telak", mereka memenangkan perang psikologis ini.
2. Amrozi Cs sangat cerdas, saat putusan hukuman mati ditetapkan maka mereka katakan "lawan telah salah melangkah". Hukuman mati adalah Abuse of power, yang memunculkan spirit bangkitnya kembali kelompok Islam radikal.
3. Amnesti Internasional, mengecam hukuman mati ini karena dianggap bukan solusi terbaik, atau pemerintah lupa atau sengaja mengabaikan pendapat sejarawan Ruth McVey dari Cornell University, Amerika Serikat yang mengatakan Islam radikal di Indonesia semakin ditekan bahkan digodam palu sekalipun, semakin kuat perlawanannya.
Jujur saja, saya tahu kira - kira 30 orang anak muda yang pernah berperang di Afghanistan, mereka "pinter-pinter', menguasai 2 - 3 bahasa asing, berpendidikan tinggi dan bukan pihak yang 'kekurangan duit'. Tujuan memburu "syahid" sudah seperti tanda tangan kontrak biasa saja (bukan sekedar cap jempol darah pendukung parpol yang kalah dalam pilkada). Kelompok ini lebih sulit dideteksi ketimbang pembawa bom karbitan, dan syahid-nya Amrozi Cs bukan tidak mustahil membangkitkan kembali semangat mereka (reinkadle), bahkan gaungnya sangat internasional.
Percayalah bukan saya seorang, yang memburu fenomena pemakaman seperti yang saya kisahkan diartikel sebelumnya, mereka pun memburu tanda-tanda bumi menerima baik jenazah, karena 'sinyal' ini lebih kuat, lebih dipercayai ketimbang "Pernyataan MUI" atau "Cendekiawan Muslim". Kenapa pemerintah tidak mempertimbangkan hal ini?
Kelompok yang terlanjur membenci mereka ada di zona luar, sehingga mengabaikan implikasi yang timbul dari kematian mereka, pokoknya "Puasss" jika mereka sudah dihukum mati. Alih-alih ingin berpihak kepada "kebenaran" dan "mengamini suara mayoritas", tanpa disadari kelompok ini justru "membunuh" mereka dengan sadar dan atas nama kebencian. Tidak ada bedanya kan dengan Amrozi cs. Abuse of power...sudah dibuktikan oleh suara mayoritas.
Padahal, kalau kita mau saja cerdas sedikit ada cara yang lebih elegan ketimbang "nyumpahin rasain mampus luh, teroris ", yaitu menghargai eksistensi mereka sebagai warga bangsa, alasannya adalah:1. Stabillitas yang paling kondusif adalah dengan memberikan ruang gerak mereka dalam kelompok yang formal, misalnya pada ormas atau partai Islam, karena mereka mudah diawasi, mudah dipecah, mudah disusupi ketimbang diburu. Semakin diburu Detasemen 88 , semakin lihai mereka berperang.
2. Pernahkah bom meledak disertai ancaman lebih dahulu? Tidak pernah kan? Karena sesungguhnya mereka tidak benar - benar memusuhi yang Kristen atau non Muslim, mereka menghancurkan simbol-simbol ketidakadilan global. Dan pemerintah kita adalah kawan setia dari musuh mereka saat ini, Amerika. Selagi pemerintah lebih condong kepada kepentingan bangsa lain, maka teroris di Indonesia semakin menjamur.
3. Takutkah Ustad Abu Bakar Ba'asyir, Ustad Habib Riziq Shihab dengan jeruji penjara atau ancaman hukuman mati tentu tidak. Mereka melakukan perlawanan kultural, sumber saya mengatakan anggota FPI bertambah 2 kali lipat pasca tragedi Monas 1 Juni 2008. Apakah mereka dibayar? Tidak, mereka mengeluarkan dana pribadi untuk membiayai aktifitasnya. Alih - alih memberangus gerakan FPI dengan tekanan media massa, justru mereka mendapatkan publikasi gratis, pengacara gratis, dan aliran dana semakin deras. Kenapa pemerintah tidak bersinergi saja memberangus kemaksiatan dengan mereka ketimbang "perang". Banyak anggota ini yang motivasi awalnya adalah hanya menjaga lingkungan bebas maksiat, malah terdorong ke ranah lebih ekstrim lagi, yaitu melawan musuh Allah. Pemerintah memaksa mereka menjauh dari visi awalnya. Dan masyarakat lainnya atas nama kebebasan dan demokrasi, menghakimi mereka, mengeroyoknya lewat "pembunuhan karakter" melalui media TV dan cetak. Harusnya lebih mudah melakukan pembinaan eh malah semakin ruwet masalahnya.
4.Ternyata orang muda asal Indonesia yang menjadi prajurit 'taliban' dan siap martir di seluruh dunia melawan ketidakadilan global, jumlahnya berlipat-lipat ketimbang era sebelum Perang Dingin. ( Begitu juga anak muda dari Aussie, saya punya teman satu orang, bule Australia mungkin saat ini dia ada di Afghanistan, ke Indonesia hanya keliling bertemu para Ustad, tidak kesampaian ketemu Ustad Baasyir, karena waktu itu masih ada di LP Cipinang ), alasannya mereka muak dengan negeri yang tolol dan jadi kacung bangsa Barat, pejabatnya korup dan hobi menfitnah. Padahal mereka adalah generasi muda yang memiliki nasionalisme tinggi. Saya tulis kisah ini dalam paper kewarganegaraan, bahwa mereka siap "WA-MIL" jadi prajurit tanpa pamrih untuk membela kedaulatan negara yang bermartabat. Sayangnya pemimpin yang kita punya hanya berpikir bagaimana kekuasaanya langgeng, bukan kedaulatan bangsanya.
Suka tidak suka, Amrozi cs menjadi pahlawan atas jasa-jasa Mr. President yang akan mengakhiri masa jabatannya sebentar lagi. Mungkin mereka bertiga say thanks to Mr. President telah menjadikan kami pahlawan...(sayang ya, kita gak tau isi suratnya Ummi Embay Ibunda Imam Samudra yang ditujukan ke Presiden..)
Akhirnya, saya seperti yang sudah-sudah..senang memandang dunia ini dengan cara terbalik. Sambil geleng-gelang kepala, hebat nian Amrozi cs ini, bukan orang terkaya di dunia tapi menjadi orang yang meninggalnya menghabiskan dana termahal di dunia yaitu Rp. 22 milyar.....Sodakoh amal jariahnya uncle Sam.
Wallahualam bishowab,
Ritapunto, November 2008
taken from :
http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=11640
=============================================================
pertanyaan yg msti d ajukan k dalam diri kita saat ini adalah , BENARKAH AMROZI CS YG BERSALAH ? PATUTKAH MEREKA BERTANGGUNG JAWAB ATAS PENGEBOMAN DI BALI ? SIAPAKAH YG SESUNGGUHNYA TERORIS ? semoga dg kematian Amrozi CS maka mata hati qt akan terbuka kembali .
Buat temen-temen semua, please renungkanlah hal ini
Curahan hati seandainya Al-Quran dapat berbicara…
Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku.
Dengan wudu' kau menyentuhku dalam keadaan suci.
Kau pegang Aku, kau junjung Aku, tak bosan kau mempelajariku
Kau baca Aku dengan suara lantang yang membuat Aku bangga padamu
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra
Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Mungkin Aku sudah menjadi bacaan usang bagimu…
Mungkin Aku tidak bisa menambah pengetahuanmu…
Atau menurutmu Aku hanya untuk anak kecil yang sedang belajar mengaji
saja?
Kini…
Kau menyimpan Aku dengan sangat rapi
Hingga terkadang engkau lupa dimana pernah menyimpanku
Aku sudah seperti furniture yang mempercantik rumahmu
Tak jarang, Aku kau jadikan sebagai mas kawin agar engkau dianggap
bertaqwa
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan setan
Kini…
Aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian
Di atas lemari, di dalam laci, kau hempaskan Aku begitu saja
Dahulu...
Setiap pagi surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu di surau
Kini...
Setiap pagi, sambil minum kopi... engkau baca Koran pagi atau nonton
berita TV
Waktu senggang.. engkau sempatkan membaca buku karangan manusia
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha
Perkasa
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...
Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surah2ku
(Basmalah)
Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi
Kini…
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja.
Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu.
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.
Maka…
Tak salah jika aku berpikir kalau engkau telah benar-benar melupakanku
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV
Menonton pertandingan Liga Italia, musik atau Film dan Sinetron laga
Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk
Chating, Surfing, Friendster, Blogger, kau sanggup bertahan sampai
berjam-jam
Hanya sekedar membaca berita murahan dan gambar sampah
Waktupun cepat berlalu...
Aku menjadi semakin kusam dalam lemari
Debu dan abu telah setia menemani kesendirianku
Sebagian tubuhku mungkin telah habis dimakan kutu
Seingatku hanya awal Ramadhan engkau membacaku kembali
Itupun hanya beberapa lembar dariku
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku
Apakah Koran, TV, radio, internet, dapat memberimu pertolongan?
Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba
Engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhanNya
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat
melaluinya
Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...
Setiap saat berlalu... berkurang pula jatah usiamu...
Dan akhirnya liang lahat akan menantikan kedatanganmu..
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu
Sudah siapkah engkau menerima kenyataan itu
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu
Bukan pula Internet yang kau banggakan yang akan menaungimu
Bukan Televisi yang kau kagumi yang akan menemanimu
Dari perjalanan di alam akhirat
Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu
Peganglah aku lagi . .. bacalah kembali aku setiap hari
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci
Yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.
Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...
Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu
Sentuhlah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku....
Setiap datangnya pagi dan sore hari
Seperti dulu... dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil, lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai
Lebih dari itu semua…
Aku minta kepadamu sekalian…
Terapkan kembali Aku kembali sebagai sistem dan aturan hidup
Karena hanya Aku yang akan mengatur kehidupan manusia dengan sistem
yang sempurna . .
Akhirnya , ada juga waktu buat nulis pengalaman nyasar di malaysia . Bener-bener menyenangkan . Klo boleh d katakan agak menyebalkan . hehe .
Klo inget itu , aq jadi ketawa sendiri . Hbz g penting bgt nyasarnya . Mana jauh pula dari tujuan semula . Mau tau ceritanya ? ? Here it is . .
Hari Rabu , 5 November 2008 , aq berencana balek ke malaysia jam 12.25 siang naek AirAsia peenrbangan kedua . Waktu preparing , g ada yg istimewa . Berjalan seperti biasa . Cz aq g bw barang sebanyak wktu pertama kali berangkat , so aq g seberapa keesusu bwt preparing . Santae aja . Toh akhirnya selesae jg . Preparing selesae , sekarang time to go to airport . Waktu berangkat aq d anter ama keluarga . Yah , sama kayak dulu pz pertama kali lah . Bedanya temen yg ikut anterin cmn D-Che ama Erika . Yang laen pada ada kelas . Jadi q blg lebih baek masuk kelas aja daripada nganterin aq .
Masuk airport masih jam 10.45 . Masih ada cukup waktu . Jadi hbz check in bagasi , aq k tempat klwrgaQ lagi . Di kasih wejangan . Maklum , rencana baru setaon lagi q plg ke indo . Jam 11.50 , aq mw masuk k ruang tunggu . Eh , ternyata musti bawa bukti bebas visa . Dan itu berarti haruz balek lagi ke lantai bawah untuk ngurus itu . Mana pz ngurus petugasnya agak judes pula . Alhamdulillah g telat naek pesawatnya .
Di pesawat g ada yg spesial . Mungkin yg bqn deg-degan tu waktu ada announcement klo cuaca buruk dan untuk sementara waktu kudu pasang sabuk pengaman . Q mule pqr macam-macam ni . Gmn klo pesawatnya jatuh ? Gmn klo g isa landing dg selamat ? dan banyak gmn - gmn yg laen . Tp alhamdulillah sampe KLIA - LCCT dg selamat g kurang suatu apapun .
Begitu keluar dari bandara , aq cari tempat bus air asia . Terxt tempatnya jauh bgt . Jadi capek bawa barang bawaanQ . Meski g sebanyak pertama kali dulu , tp tetep aja berat . Aplg aq bw rice cooker . Tp gpp lah . Itung-itung bwt olahraga . Perjalanan dari LCCT k KL Central pke bus enak jg . Bebas hambatan . Tp sayang , seharusnya aq naek bus langsung ke terminal Puduraya . G ush transit ke KL Central . Terpaksa dari KL Central naek bus lg k Puduraya . Sampe Puduraya jam 6 sore . Seusai jadwal lah . Perkiraan ntr sampe melaka jam 9-an . Masih ada bus ke apartemen . G ush naek taksi .
Tapi ternyata Allah berkehendak laen . Hbz beli tiket ke Melaka yg harganya 10 RM , aq langsung ke platform 8 tempat bus menuju melaka mangkal . Dengan pede aq naek bus itu . Kasih tiket k kondektur , cari tempat duduk , tidur deh . Jam stgh 9 aq bangun . Waktu liat k jendela , loh prasaan aq gtw tempat ini deh . G pernah lewat . Tp q positip thinking aj . Sapa tw ini jalan laen k melaka . Jam 9.15 bus berhenti d terminal . Waktu keluar , , , Ladalah . . . . TERNYATA INI BUS KE IPOH ! ! ! !
Bagi yg gtw ipoh itu apa , brarti sama . Q gtw klo ada kota yg namanya Ipoh . Hbz tanya - tanya k kondektur bus tadi , ternyata dia g ngecek tujuan yang tertera d karcis . Jadi aq d biarin masuk . Walah , yo opo tho pak . PerasaanQ wes g enak ini . Jadi inget pengalaman wktu mbambung d KL gara-gara g ada bus . Jangan-jangan aq msti mbambung juga neh . Tp pz kliling terminal , trxt masih ada counter yg jual tiket ke melaka . Harganya 33 RM bo . Waduh , mahal bgt ni . Tp mw gmn lagi . Daripada g ada bus bwt balik ke melaka . Pz tak tanya jam brp , petugasnya blg jam 12.45 malem . Aduh , masalah lagi nih . msti nuggu 3 jam lagi . G ada kerjaan , akhirnya aq coba ngomong-ngomong ama org yg kesasar jg kyk aq . Terxt dy org bangladesh yg mw kerja d melaka . Trz dy curhat klo duitnya krg 5 RM bwt sampe tempatx d melaka . Pikir punya pikir akhirnya q kasih aja duitQ sebesar 5 RM . Itung-itung sedekah lah . 3 jam yg tersisa pun q bwt ngobrol ama tu bapak . Lumayan lah , ngelancarin bahasaQ .
Jam 12.45 , busx datang . Langsung aja q naek dan bersiap bwt tidur . Capek bgt loh . Tp bgitu mw masuk , q pqr jgn-jgn salah bus lg . Kan eman duit 33 RM . Tx ke kondektur dan jwbnx memuaskan , ni bus emang mw k melaka . Perjalanan ke melaka pun d mulai lg . Jauh bgt ternyata antara Ipoh ama melaka . 6 jam perjalanan . Ini di karenakan ipoh ada d atas KL sedangkan Melaka ada d bawah . Sampe melaka jam 7 pagi . Cari bus , g ketemu-ketemu jg . Terpaksa naek taksi ke ixora . Kena 20 RM . Waduh , udh hbz duit , hbz wktu pula . Emang bner kata org-org , pengalaman tu mahal harganya . Ampe kamar lega bgt deh . Istirahat . .
Dan perjalanan yg melelahkan pun berakhir . Bsk register class , trz senin udh kuliah . G sabar ngrasain hari pertama bheta . Hehe .
Berita Syekh Puji menikahi gadis berusia 12 tahun cukup membuat resah banyak kalangan. Di media dia beralasan salah satunya karena mencontoh Rasulullah yang menikahi Aisyah ketika Aisyah berusia 6 tahun. Sehingga jika Rasulullah menikahi Aisyah yang 6 tahun, tidak bersalah dong kalau dirinya menikahi gadis yang berusia 12 tahun.
Tulisan ini mencoba meluruskan riwayat pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ra. yang telah berabad-abad lamanya diyakini secara tidak rasional. Dan efeknya, orientalis Barat pun memanfaatkan celah argumen data pernikahan ini sebagai alat tuduh terhadap Rasulullah dengan menganggapnya fedofilia. Mari kita buktikan. Secara keseluruhan data-data yang dipaparkan tulisan ini diambil dari hasil riset Dr. M. Syafii Antonio dalam bukunya, Muhammad SAW The Super Leader Super Manager (2007).
Kualitas Hadits
Alasan pertama. Hadits terkait umur Aisyah saat menikah tergolong problematis alias dho'if. Beberapa riwayat yang menerangkan tentang pernikahan Aisyah dengan Rasulullah yang bertebaran dalam kitab-kitab Hadits hanya bersumber pada satu-satunya rowi yakni Hisyam bin 'Urwah yang didengarnya sendiri dari ayahnya. Mengherankan mengapa Hisyam saja satu-satunya yang pernah menyuarakan tentang umur pernikahan 'Aisyah r.a tersebut. Bahkan tidak oleh Abu Hurairah ataupun Malik bin Anas. Itu pun baru diutarakan Hisyam tatkala telah bermukim di iraq. Hisyam pindah bermukim ke negeri itu dalam umur 71 tahun.
Mengenai Hisyam ini, Ya'qub bin Syaibah berkata: "Apa yang dituturkan oleh Hisyam sangat terpercaya, kecuali yang disebutkannya tatkala ia sudah pindah ke Iraq." Syaibah menambahkan, bahwa Malik bin Anas menolak penuturan Hisyam yang dilaporkan oleh penduduk Iraq. (Ibn Hajar Al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib. Dar Ihya al-Turats al-Islami, Jilid II, hal. 50) Termaktub pula dalam buku tentang sketsa kehidupan para perawi Hadits, bahwa tatkala Hisyam berusia lanjut ingatannya sangat menurun (Al-Maktabah Al-Athriyah, Jilid 4, hal. 301). Alhasil, riwayat umur pernikahan Aisyah yang bersumber dari Hisyam ibn 'Urwah, tertolak.
Urutan Peristiwa Kronologis
Alasan kedua. Terlebih dahulu perlu diketahui peristiwa-peristiwa penting secara kronologis ini:
Pra-610 M : Zaman Jahiliyah
610 M : Permulaan Wahyu turun
610 M : Abu Bakar r.a. masuk Islam
613 M : Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan Islam secara terbuka
615 M : Umat Islam hijrah I ke Habsyah
616 M : Umar bin al-Khattab masuk Islam
620 M : Aisyah r.a dinikahkan
622 M : Hijrah ke Madinah
623/624 M : Aisyah serumah sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW.
Menurut Al-Thabari, keempat anak Abu Bakar ra. dilahirkan oleh isterinya pada zaman Jahiliyah. Artinya sebelum 610 M.
Jika 'Aisyah dinikahkan dalam umur 6 tahun berarti 'Aisyah lahir tahun 613 M. Padahal menurut Al-Thabari semua keempat anak Abu Bakar ra. lahir pada zaman Jahiliyah, yaitu sebelum tahun 610. Jadi kalau Aisyah ra. dinikahkan sebelum 620 M, maka beliau dinikahkan pada umur di atas 10 tahun dan hidup sebagai suami isteri dengan Nabi Muhammad SAW dalam umur di atas 13 tahun. Kalau di atas 13 tahun, dalam umur berapa pastinya beliau dinikahkan dan serumah? untuk itu kita perlu menengok kepada kakak perempuan Aisyah ra. yaitu Asma.
Perhitungan Usia Aisyah
Menurut Abdurrahman ibn Abi Zannad, "Asma 10 tahun lebih tua dari 'Aisyah ra." (At-Thabari, Tarikh Al-Mamluk, Jilid 4, hal. 50. Tabari meninggal 922 M) Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Asma hidup hingga usia 100 tahun dan meninggal tahun 73 atau 74 Hijriyah (Al-Asqalani, Taqrib al-Tahzib, hal. 654). Artinya, apabila Asma meninggal dalam usia 100 tahun dan meninggal pada tahun 73 atau 74 Hijriyah, maka Asma berumur 27 atau 28 tahun pada waktu Hijrah, sehingga Aisyah berumur (27 atau 28) - 10 = 17 atau 18 tahun pada waktu Hijriyah. Dengan demikian berarti Aisyah mulai hidup berumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW pada waktu berumur 19 atau 20 tahun.
Allohu a'lam bishshawab.
Rijalul Imam
Direktur ISCDIC
(Indonesian Students Community for Development of Islamic Civilization)