Hari ini, 20 mei 2008,adalah satu abad Kebangkitan Nasional. Pada 20 mei 1908, Boedi Oetomo lahir. Organisasi tersebut merupakan perkumpulan pemuda ygsaat itu membayangkan masa depan kaum bumi putera yang mandiri. Bebas dari penjajahan
Kebangkitan Nasional menjadi tonggak sejarah. Setiap saat sejarah tersebut dibuka kembali. Dipelajari. Dipahami. Setelah itu, ia dijadikan inspirasi dan semangat pada setiap babak berikutnya perjalanan bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita hidup berbangsa yg lebih bermartabat. Terminologi bermartabat memang sarat muatan aspirasi. Bahkan sarat interpretasi. Tetapi maknanya kurang lebih serupa. Menginginkan bangsa Indonesia yg eksis. Mandiri. Berkembang. Dan dalam perkembangan itu, sejajar dengan martabat bangsa" lain, baik bangsa yg telah lebih dahulu maju maupun bangsa yg sedang menggapai kemajuan. Kapankah itu?
Persoalan itu justru disini. Bangsa ini dipahami sulit bangkit. Susah berkembang. Sulit berdiri sejajar dengan martabat bangsa-bangsa lain. Banyak pula interpretasi mengenai kesulitan bangkit. Satu diantara interpretasi itu ialah tidak memiliki harga diri. Banyak negara yg mungkin kemajuan ekonominya belum setinggi langit. Banyak pula yg penguasaan ilmu dan teknologi belum maju. Toh, mereka punya martabat.
Lantas, apa sesungguhnya esensi martabat yg dibayangkan, diharapkan, dan diinginkan menjadi entitas perjalanan perjalanan bangsa ini? Kemandirian dan peradaban nasionalisme. Kehormatan sebagai bangsa untuk duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan bangsa dan negara maan pun.
Kritik barangkali akan jarang terlontar andaikata pengelola negara mampu mengeksiskan bangsa -melalui pemerintahan yg dijalankan- sehingga mampu menahan serbuan kepentingan-kepentingan ekonomi, budaya, dan politik kekuatan global. Siapa saja kekuatan global itu? Bisa negara besar, kecil, atau negara tetangga. Bisa pula kekuatan korporasi besar mancanegara. Bisa pula kekuatan budaya besar yg hegemonik.
Kenyatannya, bangsa ni -melalui pemerintah sebagai pengelola negara- dalam banyak hal terdesak dan terus terdesak pada posisi yg tereksploitasi. Dalam posisi seperti itu, yg tampak dan terasakan ialah "pemerasan" sumber daya nasional yg mengakibatkan qt tidak berdaya. pada arah seperti itu pula qt merasakan tak lagi px martabat.
Peringatan stu abad Kebangkitan Nasional hari ini, 20 mei 2008, memunculkan otokritik terhadap marginalisasi ekonomi, budaya, politik, bahkan peradaban bangsa Indonesia. Intinya ialah bagaimana dan darimana bangsa ini mesti bangkit bukan sekadar untuk lebih berkemajuan, melainkan juga dapat memiliki kehormatan dan harga diri.
Pada akhirnya, klo misalnya qt blm bisa menjadi bangsa kaya raya yg bermartabat, apakah tdk bisa jg bangsa ini -kalaulah tetap miskin- tetap px martabat? ayolah bangkit bangsaQ..!!!
Jawa pos, 20 Mei 2008
May 20, 2008 |
0
comments
Labels:
My Society in My Opinion
0 comments:
Post a Comment
It is my pleasure to get your best respond through your comment