Antara Minah , Tiga Biji Kakao , dan Koruptor

Kompas - Minah (55) hanya dapat meremas kedua belah tangannya untuk menepis kegalauan agar tetap tegar saat menyampaikan pembelaan atau pleidoi di hadapan majelis hakim di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (19/11).

Tanpa didampingi pengacara, ia menceritakan bahwa alasannya memetik tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4, pertengahan Agustus lalu, adalah untuk dijadikan bibit.

Nenek tujuh cucu yang buta huruf ini sesekali melemparkan pandangan kepada beberapa orang yang dikenal guna memperoleh kekuatan. Ia berusaha memastikan bahwa pembelaannya dapat meyakinkan majelis hakim.

Dengan menggunakan bahasa Jawa ngapak (dialek Banyumasan) bercampur bahasa Indonesia, Minah menuturkan, tiga buah kakao itu untuk menambah bibit tanaman kakao di kebunnya di Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas. ”Kalau dipenjara, inyong (saya) enggak mau Pak Hakim. Namung (cuma) tiga buah kakao,” ujar Minah kepada majelis hakim.

Minah mengaku sudah menanam 200 bibit pohon kakao di kebunnya, tetapi ia merasa jumlah itu masih kurang. Namun, belum sempat buah tersebut dibawa pulang, seorang mandor perkebunan, Sutarno, menegurnya. Minah lantas meminta maaf dan meminta Sutarno untuk membawa ketiga buah kakao tersebut.

Alih-alih permintaan maafnya diterima, manajemen PT RSA 4 malah melaporkan Minah ke Kepolisian Sektor Ajibarang, akhir Agustus lalu. Laporan itu berlanjut pada pemeriksaan kepolisian dan berakhir di meja hijau.

Minah sudah berusaha melepaskan diri dari jerat hukum. Tapi usahanya sia-sia. Hukum yang mestinya mengayomi masyarakat dengan menegakkan keadilan, bagi nenek Minah, ternyata tak punya nurani. Hukum kita rupanya tak memberi ampun bagi orang kecil seperti Minah. Tetapi, koruptor pencuri miliaran rupiah uang rakyat melenggang bebas dari sanksi hukum.

Di Jawa Tengah, misalnya, empat bekas anggota DPRD dan aparat Pemerintah Kota Semarang yang menjadi terpidana kasus korupsi dana APBD Kota Semarang tahun 2004 sebesar Rp 2,16 miliar divonis bebas. Mereka bebas dari sanksi hukum setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali mereka. MA menyatakan keempat terpidana itu tidak melakukan tindak pidana.

Muramnya penuntasan masalah hukum di Jateng masih ditambah lagi dengan putusan hakim yang hanya memberikan hukuman percobaan kepada pelaku tindak pidana korupsi. Salah satunya dijatuhkan kepada Ketua DPRD Jateng periode 1999-2004, Mardijo. Terdakwa korupsi dobel anggaran APBD Jateng sebesar Rp 14,8 miliar ini hanya diberi hukuman percobaan selama dua tahun.

Minah memang tak mengerti masalah hukum seperti para terpidana dan terdakwa kasus korupsi itu. Namun, dengan berkata jujur, ia memiliki keyakinan bahwa ia mampu menghadapi rimba hukum formal yang tidak dimengertinya sama sekali.

Terhitung tanggal 13 Oktober sampai 1 November, Minah menjadi tahanan rumah, yakni sejak kasusnya dilimpahkan dari kepolisian kepada Kejaksaan Negeri Purwokerto. Sejak itu hingga sekarang, ia harus lima kali pergi pulang memenuhi panggilan pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Purwokerto, dan persidangan di Pengadilan Negeri Purwokerto.

Rumah Minah di dusun, di pelosok bukit. Letaknya sekitar 15 kilometer dari jalan utama Ajibarang-Wangon. Perjalanan ke Purwokerto masih menempuh jarak sejauh 25 kilometer lagi. Jarak sepanjang itulah yang harus ditempuh Minah setiap kali memenuhi panggilan Kejaksaan Negeri Purwokerto dan Pengadilan Negeri Purwokerto.

Satu kali perjalanan ke Purwokerto, Minah mengaku, bisa menghabiskan Rp 50.000 untuk naik ojek dan angkutan umum. Ditambah lagi untuk makan selama di perjalanan. ”Kadang disangoni anak kula (kadang dibiayai anak saya),” katanya.

Sebelum menyampaikan putusan, majelis hakim juga pernah bertanya kepada Minah, siapa lagi yang memberikannya ongkos ke Purwokerto. ”Saya juga pernah dikasih Rp 50.000 sama ibu jaksa, untuk ongkos pulang,” kata Minah sambil menoleh kepada jaksa penuntut umum Noor Haniah.

Noor Haniah yang mendengar jawaban itu hanya dapat memandang lurus ke Minah.

Elegi Minah tentang tiga kakao yang diambilnya melarutkan perasaan majelis hakim. Saat membacakan pertimbangan putusan hukum, Ketua Majelis Hakim Muslich Bambang Luqmono sempat bersuara tersendat karena menahan tangis.

Muslich mengaku tersentuh karena teringat akan orangtuanya yang juga petani.

Majelis hakim memutuskan, Minah dihukum percobaan penjara 1 bulan 15 hari. Jadi, Minah tak perlu menjalani hukuman itu, dengan catatan tidak melakukan tindak pidana lain selama masa percobaan tiga bulan.

Persidangan ditutup dengan tepuk tangan para warga yang mengikuti persidangan tersebut.

Kasus Minah bisa menjadi contoh bahwa penuntasan masalah hukum di negeri ini masih saja berlangsung tanpa mendengarkan hati nurani, yaitu rasa keadilan....



Mengutip pernyataan seseorang dari milis yang saya ikuti :

"Terus terang.... Saya sangat malu. Saya jadi teringat perdebatan saya dengan kakak saya dan suaminya yang berdiam di Malaysia. Mereka benar......

Mereka berkata:
"Indonesia punya banyak orang pintar. Sebagian besar guru, dosen, peneliti, ilmuwan di Malaysia bahkan guru mengaji berasal dari Indonesia, tapi Indonesia tidak pintar mengurus negeri. Indonesia tidak tahu mengatur hukum. Indonesia terlalu egois melihat kekurangan
diri sendiri dan terlalu sibuk membela diri daripada memperbaiki kesalahan itu sendiri....."


Saya hanya memandang ke tanah... dan bergumam, "Kakak dan abang, mungkin kalian benar"


Ironi, disaat para koruptor yang merugikan negara puluhan milyar masih bebas berkeliaran dan masalahnya menjadi semakin berlarut-larut tanpa penyelesaian, untuk pelanggaran hukum yang tidak sebanding yang dilakukan oleh rakyat kecil, maka hukum dengan serta merta ditegakkan. Sudah hilangkah rasa kemanusiaan di hati para pejabat? Di saat mereka masih sibuk menentukan siapa yang benar dan salah dalam kasus KPK, di saat itu pula setiap harinya 13 orang meninggal di kabupaten Yahukimo, Papua. Nasionalisme ditelan egoisme, eh??

10 comments:

  1. newbi said...:

    sungguh usatu ironi negeri ini

  1. nada said...:

    moga2 pada isyaf tuh koruptor

  1. JoVie said...:

    aku sedih banget....inikah hukum di Indonesia?
    sampai kapan seperti ini?

    Yah...mau gak mau...kita emang harus ikhlas dan bersyukur dengan apa yang kita jalani sekarang..meskipun keadilan tak pernah adil tapi ALLAH yang akan mencatat semuanya dan memutuskannya di hari akhir..

    Buat Nenek..yang tabah yah?
    *aku baru tahu juga kalo ternyata kasus ini di Purwokerto* satu jam dari rumah saya...makin terharu...inget ibu saya

  1. Meyliani said...:

    inilah gambaran negara yg sok bilang negara hukum, hukum hanya berlaku bagi rakyat miskin tp gak berlaku bagi orang kaya

  1. Lowongan bank said...:

    Minah adalah satu dari milyaran bahkan ribuan trilyun ketidakadilan di negeri ini.

  1. Lowongan CPNS said...:

    minah, minah sial betul nasibmu,,,kenapa harus minah ya?

  1. Facechan said...:

    Wah2.. Emang hukum di indonesia perlu diperketat....

    nyuri semangka aja 5 tahun penjara, koruptor2 1 tahun aja udah paling lama....

  1. Baju said...:

    Sedih memang liat Indonesia spt ini.... tp kita jg harus percaya kalau pada suatu saat indonesia akan menjadi negara yang kita idam idamkan....

  1. keadilan bukan hanya urasan ketika seseorang melanggar harus dihukum, tapi juga persoalan apakah pelanggar yg sama atau yg lebih berat juga dihukum. Semoga hal ini diperhatikan oleh para aparat penegak hukum

  1. apoez said...:

    minaaahhhhh...
    sungguh malang sekali nasibmu...
    Hukum Indonesia perlu di repair nich..
    heuuu...

Post a Comment

It is my pleasure to get your best respond through your comment

Quotes of the Day

Recent Comments

Followers

Shev's bookshelf: read

OutliersKetika Cinta Bertasbih5 cmLaskar PelangiSang PemimpiEdensor

More of Shev's books »
Shev Save's  book recommendations, reviews, favorite quotes, book clubs, book trivia, book lists